"No problem, Ta. Udah tugasku juga. Kalau aku ngajak kamu ke duniaku, otomatis aku harus mengajarkan dan membimbing."

Grahita mengangguk. Lalu ia teringat sesuatu. "Ndi, kemarin aku iseng buka sosmed terus ketemu akun yang mungkin paham dengan TNI AD or like that. Iseng aku dm, tanya-tanya gitu. Eh nggak tahunya aku kayak diinterogasi sama pihak terkait. Akhirnya aku nggak lanjut. Seketika nggak nyaman aja."

Gandhi melongo mendengar penuturan Grahita. Antara ia ingin ketawa dan speechless dengan pengakuan gadis itu.

"Ngapain kamu tanya ke mereka? Tanya aja aku. Kalau kamu ada sesuatu, bilang ke aku. Jangan kayak gini lagi, ya?"

"Kenapa? Aku yang salah ya?"

Gandhi langsung menggeleng. "Tentu saja tidak, Nona. Aku ingin kamu tanya ke aku aja. Nggak perlu tanya orang yang akhirnya bikin kamu nggak nyaman."

"Namanya juga mencoba, Ndi," ujar gadis itu kemudian. Sementara Gandhi masih tak habis pikir dengan tindakan Grahita yang jatuhnya lucu baginya.

"Dengar, apapun itu, tanya aja ke aku. Walaupun kadang slow respon, tapi aku akan berusaha menjelaskan dengan detail ke kamu."

Grahita mangut-mangut di layar gawai. "Sebentar."

Di layar, Grahita tampak menerima sebuah nampan berisi makanan dan minuman.

"Aku lagi di kafetaria. Males buat sekedar masak atau buat kopi. Jadinya aku pesen aja."

"Makan apa?" tanya Gandhi.

"Ini pesen latte sama croissant dua. Lagi males makan nasi atau kentang."

Gandhi mengangguk. "Nanti pulang jam berapa?"

"Jam 5 mungkin."

"Kamu masih ke psikolog, Ta?" tanya Gandhi kemudian. Grahita yang sedang mengunyah rotinya langsung meletakkan roti yang sudah ia gigit.

Grahita mengangguk. "Masih. Aku masih konsultasi juga dengan dokter Jihan."

"Syukurlah."

Grahita menyipit. "Aku kira kamu kaget kalau masih konsul," ujarnya sambil melanjutkan makan siangnya.

Gandhi justru tergelak. "Kenapa aku harus kaget? Malah nggak apa-apa. Aku senang kamu masih peduli sama diri kamu. Semua juga butuh proses."

Grahita tersenyum. "Terima kasih ya, Ndi. Kamu selalu dukung aku. Kata psikologku di sini, aku udah nggak terlalu takut atau cemas. Dokter Jihan juga bilang, kalau pengen sembuh harus tenang, berdamai, dan lepas. Aku udah ngomong ke inner childku juga biar mau diajak kompromi. Aku takut kalau nggak aku obati atau aku ajak berdamai nanti malah berimbas ke aku atau orang lain."

Aksara Dan SuaraOnde histórias criam vida. Descubra agora