Arata Sadar

13 13 6
                                    

Cklek!

Terdengar pintu terbuka, membuyarkan lamunanku. Aku berbalik melihat sosok yang berada di depan pintu.

Terlihat bapak dengan wajah letih menatap iba Ara. Berjalan mendekati kepala ranjang, mengelus puncak kepala Ara dengan penuh kasih.

Bapak memelukku,  memberi kenyamanan juga ketenangan. Bapak melangkah menuju sofa yang disediakan rumah sakit, menghempaskan tubuh disana, memejamkan mata sesaat. Kelelahan terpancar di wajahnya.

Aku menghampiri meja di sudut ruangan, dimana terletak disepenser. Dengan cekatak kubuat kopi hitam di cangkir.

"Sebelum kemari bapak menemui dokter, luka-luka di tubuhnya akan membekas-." Bapak menghela nafas memandang Ara. "Tinggal menunggu dia sadar, baru ada periksa lanjutan."

Bapak menghirup aroma kopi yang kusodorkan padanya, kemudian menyeruput perlahan.

"Kopi yang kamu buat, persis seperti yang bundamu buat," desah bapak meletakan kopi di meja.

"Kamar ini?"

"Bang Yos yang meminta pada perawat, agar Ara dapat beristirahat dengan tenang," potongku, Bapak menganggukan kepala.

"Apa Ara akan baik-baik saja, Pak? Sampai sekarang dia belum juga sadar," tanyaku sendu.

"Dia akan baik-baik saja, dia hanya butuh memulihkan kondisinya pasca operasi." Bapak menarikku kedalam pelukannya.

"Dalam waktu 3-4 hari, dia akan pulih seperti semula," lanjut bapak.

Terdengar suara pintu terbuka, tak lama Bang Yos bersama Dimas masuk kedalam kamar membawa bungkusan di tangan.

"Makan dulu, Ras! Ini abang bawakan nasi padang," seru Bang Yos menyerahkan bungkusan yang di bawanya.

Didalamnya terdapat 3 bungkus nasi padang, tampak menggugah selera.

"Lapar perutku, seharian belum makan!" seru Dimas mengambil salah satu nasi padang dan membuka bungkusnya.

Tok!!

"Belum makan dari Hongkong! Yang duduk di depan abang tapi siapa? Demit!" gerutu Bang Yos, memukul kepala Dimas menggunakan sendok.

"Ronde dua, Bang!" seru Dimas terkekeh, mengelus kepala yang terkena pukulan Bang Yos.

Kami makan dalam diam, sedang Bang Yos duduk di sisi Arata, sesekali membenahi selimutnya.

"Bagaimana, dengan ayah Arata?" tanya Bang Yos pada Bapak sesaat setelah kami selesai makan.

Kami menuggu jawaban dari Bapak, keheningan tercipta didalam ruangan. Ia meremas bungkus nasi dan membuangnya ke tempat sampah.

"Masih berjalan, saya baru mengambil hasil visum untuk memperkuat bukti-bukti yang sudah ada," ucap Bapak memecah keheningan.

"Jika terbukti mereka menganiaya Ara yang masih di bawah umur, bisa jadi mereka akan di tahan paling lama 3 tahun penjara," lanjut Bapak.

"Setelah tiga tahun, apa yang akan terjadi padanya?" tanyaku nanar menatap Ara.

Tak ada jawaban dari bibir Bapak, membuatku gamang, bagaimana jika kejadian ini akan terulang kembali. Apa Ara tak dapat lepas dari lingkaran setan, memulai hidup baru tanpa bayang-bayang pria kejam itu.

"Jangan terlalu dipikirkan, nanti kita pikirkan bersama saat Ara sudah pulih," ucap Bang Yos mengelus puncak kepalaku.

"Ara kapan sadar?" tanyaku penuh harap menatap sendu sosok lemah di atas brangkar.

Tak ada yang menjawab pertanyaanku, hanya hela nafas terdengar dalam indra pendengaran.

"Ayo pulang! Kau butuh istirahat," ajak Bapak, merangkul pundakku.

Hingga Akhir WaktuWhere stories live. Discover now