Umi mengangguk mengerti. "Pengalaman kamu banyak pasti. Tante jadi pengen masak bareng kamu. Kapan-kapan, ya?" Umi lalu melirik Gandhi yang duduk di samping brankar bersama Asma.

Grahita tersenyum lebar. "InsyaAllah, Tan. Nanti kita masak bareng."

"Oke umi tunggu, ya? Kamu cantik banget hari ini, Nduk. Kalau boleh tahu, kamu ada darah campurannya ya? Soalnya mirip artis yang main sinetron itu loh."

Ucapan umi barusan membuat Asma ingin tertawa. Begitu pun dengan Gandhi yang sudah tahu sifat umi.

Grahita hanya mampu tertawa kecil. Uminya Gandhi ternyata cukup lucu. "Betul, Tan. Saya masih ada darah Belanda juga."

"Oh pantesan. Ayu banget kayak Dian Sastrowardoyo." Umi tersenyum lebar. Mau tak mau Grahita itu tersenyum, bahkan tergelak pelan.

Sementara Asma sudah tertawa dengan ucapan umi. Sedangkan Gandhi hanya meringis pelan. Beruntung uminya bisa mencairkan suasana yang sempat canggung.

Selanjutnya mereka terlibat obrolan ringan. Tak terasa sudah satu jam berlalu. Gandhi langsung meminta sang umi untuk beristirahat. Tak baik lama-lama memandangi layar laptop.

Dengan berat hati pula akhirnya umi bersedia untuk mengakhiri pertemuan virtual itu. Mereka sempat bertukar nomor WA sebelum mengakhiri komunikasinya.

"Kamu yakin sama dia?" tanya umi setelah dibantu berbaring oleh Gandhi.

"Iya Umi. Kenapa?"

Umi masih terdiam. Hal ini mengurungkan niat Gandhi untuk keluar sebentar.

"Kenapa? Apa karena Grahita tidak sesuai dengan kriteria umi?"

Umi menggeleng. "Bukan. Dia sangat sopan walaupun sudah lama hidup di luar negeri. Tapi umi takut dengan kalian yang sama-sama sibuk. Kamu tahu 'kan kalau dia termasuk wanita karir dan jika menikah dengan kamu, otomatis pekerjaan dia semakin bertambah. Belum lagi kegiatan di kesatuan kamu. Apa kalian sudah mengkomunikasikan hal ini sebelumnya? Bagaimana tugas kamu juga? Terus bagaimana perannya nanti di dalam kesatuan kamu? Umi lihat, dia gadis yang berasal dari keluarga yang nggak sembarangan, bener Ndi? Apa dia menerima kamu dan kehidupan kamu? Apakah dia siap menjadi pendampingmu? Umi takut ketimpangan ini menjadi pemicu konflik dan hal buruk lainnya."

Gandhi terdiam dengan pertanyaan umi. Jujur, perkara ini sampai sekarang masih ia bicarakan dengan Grahita. Laki-laki itu masih berusaha menjelaskan bagaimana nanti jika mereka menikah. Beberapa kali Grahita sempat merasa berat dengan rangkaian peran yang akan ia jalani setelah menikah dengan Gandhi. Namun begitu, gadis itu akan memahami dengan baik dan optimis untuk menjalaninya.

"Kami sudah membicarakan hal itu, Umi. Gandhi akan berusaha semaksimal mungkin untuk kenyamanan bersama, begitupun Grahita."

"Mengenai Grahita, dia nggak pernah memandang Gandhi dari segi apapun. Walaupun status sosial dia tinggi, tetapi tidak pernah mempermasalahkannya. Dialah yang menyakinkan Gandhi untuk berjuang."

Umi tersenyum dan mengangguk. "Alhamdulillah kalau begitu. Umi hanya ingin yang terbaik.

"Umi merestui hubungan kami, kan?"

Umi menatap Gandhi dengan serius. Tak lama kemudian umi tersenyum. "Apapun yang dipilih oleh Mamas pasti yang terbaik. Umi hanya bisa mendoakan semoga inilah jodohmu, Le. Umi udah tua, nggak mau membebani kamu lagi dengan berbagai hal. Yang umi lakukan hanyalah berdoa sama Gusti Allah, Le. Bakal nemu dalane yen dipasrahaken karo Gusti. Sing penting wis ikhtiar, Le. Ojo pedot pandongane." (Akan menemukan jalan jika sudah dipasrahkan kepada Tuhan. Yang penting sudah ikhtiar. Jangan putus do'anya)

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now