"Kamu gak sering morning sickness?" Tanya Justin.

"Enggak,"

Sial. Justin mengumpat di dalam hati dan kali ini ia berdoa semoga Aurora tidak hamil di saat Celine sedang hamil, jika hamil pun semoga anak Archie dan Aurora perempuan.

"Aku mau liat rumah kita dulu, udah sampe tahap mana." Justin beranjak dan pergi keluar dari rumah orang tuanya untuk melihat rumahnya yang sedang dibangun.

"Justin kenapa gak pengen ya anak kalian seumuran sama anak Archie Rora? Kalo soal Justin ngomong ribet jadi asisten buktinya daddy gak ada masalah selama kerja sama uncle Valdo, tapi iya emang capek tapi daddy gak pernah ngeluh kayak Justin. Malah kata daddy, uncle Valdo lebih parah dari Archie kalo kasih tugas, selalu serius, Archie aja yang lebih santai orangnya."

"Emang bener kata daddy, Justin kerja gak pernah bener tapi sok tersiksa."

Afra tertawa mendengar ucapan Celine.

-Can We?-

Celine meletak ponselnya melihat Justin masuk ke kamar sambil membawa segelas susu untuknya, memang selalu Justin lah yang membuatkan Celine susu dan itu akan terus berlanjut katanya.

Tapi, bagaimana jika Justin lembur dan pulang larut malam? Jawabannya, tidak akan pernah.

Justin tidak akan pernah lembur dan pulang larut malam dan itu sudah Justin katakan pada Archie dengan tegas dan Archie sendiri bingung harus bagaimana menghadapi Justin. Ingin memecatnya namun Justin merupakan teman sekaligus abang iparnya. Justin selalu pulang sekitar pukul 17:00 WIB dan paling lama pukul 18:30 WIB, jika pekerjaan kantor tidak bisa ia selesaikan maka akan ia bawa pulang, jika tidak bisa selesai juga maka akan Justin selesaikan keesokan harinya saat ia kembali lagi ke kantor.

Justin, asisten rasa bos.

Setelah meminum susunya, Celine berbaring di tempat tidur dan Justin juga. Justin langsung memeluk Celine dan memasukkan tangan kanannya ke balik baju tidur Celine, menyentuh langsung perut Celine.

Sambil mengusap perut Celine, Justin menciumi pipi Celine lalu beralih ke telinga.

"Aku lagi gak pengen," kata Celine membuat Justin berhenti seketika.

"Gak pengen?"

Celine menggeleng dan memejamkan mata dengan kepala yang miring ke kiri karena Justin berada di sebelah kanannya.

"Tapi aku lagi pengen,"

"Biasanya juga aku gak nolak, 'kan? Tapi kali ini aku emang gak pengen, kayaknya bawaan dari sini." Celine menyentuh sejenak perutnya yang tertutupi oleh tangan Justin.

Justin sedikit kecewa namun ia mencoba untuk mengerti keadaan Celine sekarang.

Celine membuka mata dan menatap Justin, "aku yakin sebelum kita nikah kamu pernah main sendiri."

Justin sedikit menaikkan alis.

"Main sendiri aja sana." Celine mengusap sejenak pipi Justin lalu berbaring menyamping ke kiri, membelakangi Justin.

Justin tidak ingin bermain sendirian, untuk menghilangkan hasratnya, Justin pun menghidupkan televisi untuk menonton acara pertandingan bola dengan volume yang begitu kecil agar Celine tidak terganggu.

"Sambil elus-elus perut aku dong,"

Justin yang semula berbaring terlengang sedikit miring agar tangan kanannya bisa menyentuh perut Celine dengan mudahnya.

"Besok anter aku ke salon, aku pengen potong rambut jadi sebahu."

Justin menatap rambut Celine yang panjangnya sampai ke punggung, dengan Celine mengatakan ingin potong rambut, entah mengapa Justin semakin yakin jika anaknya berjenis kelamin laki-laki nanti.

Can We? [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang