Memulai Langkah

5.8K 251 1
                                    

Setelah menyelesaikan wawancara dengan user, kini aku sudah berada di rumah makan dekat kantor bersama dengan Chintia, karena kebetulan saat ini jam makan siang.

"Gimana tadi interview lo?" tanya Chintia setelah menelan suapan daging di mulutnya.

Aku tersenyum angkuh. "Lancar dong. Jangan remehin bakat ngomong gue, Chin!"

Chintia tampak memutar bola matanya malas. "Lo belum punya pengalaman kerja ya, Ibu Gistara. Jangan sok yakin dulu!"

Aku terkekeh dan kembali melanjutkan makanku. Saat aku menyuapkan potongan daging Steak ke dalam mulutku, aku melihat user yang tadi mewawancaraiku tampak mendekat ke meja ini.

Lelaki dengan perawakan blasteran itu menghampiri mejaku dan menyunggingkan senyum yang tampak luar biasa. Aku menganggukkan kepalaku untuk menyapanya. Chintia menoleh ke arah yang aku tatap. Wanita itu seketika berdiri dan menepuk lengan lelaki itu.

"Narendra. Ngapain lo di sini, Ren?" tanya Chintia dengan begitu akrab.

Lelaki yang kuketahui bernama Narendra itu terkekeh. "Di sini jelas mau makan, Chin, masa gue mau numpang tidur." Setelah menjawab, lelaki itu menoleh ke arahku. "Ini bukannya yang tadi interview sama gue?"

Aku melebarkan senyumku. Aku harus mengambil langkah agar semakin besar peluangku masuk ke kantor ini. "Benar, Pak. Saya Gistara Ganeswara."

Lelaki itu menganggukkan kepalanya. "Ini yang direkomendasikan oleh Chintia?"

Aku terkekeh. "Saya kurang tahu, hanya Chintia bilang, kantor dia ada lowongan pekerjaan sebagai Marketing. Saya tertarik. Awalnya saya sedikit ragu karena saya tak punya pengalaman kerja sama sekali, tapi Chintia meyakinkan saya, Pak. Akhirnya saya menitipkan lamaran saya ke Chintia."

Chintia tampak melototkan matanya ke arahku yang jelas saja aku abaikan. Ini sangat penting untuk memuluskan karirku nanti. Sebagai Marketing aku harus bisa merayu klien.

Aku mempersilakan Pak Nerendra untuk duduk. Lelaki itu dengan sikap santainya, duduk di samping Chintia. Wanita itu sepertinya mencibirku habis-habisan di dalam hatinya.

"Gue kira lo mau ketemu klien, Ren." Chintia menoleh ke arah Narendra.

"Hidup gue nggak selalu sama klien, Chin. Gue butuh makan siang tanpa basa-basi ke klien." Aku melihat interaksi keduanya. Sepertinya Narendra ini merupakan seorang yang cukup menyenangkan.

Chintia memutar bola matanya. "Gista, calon manajer lo ini, sok baik doang. Hati-hati disuruh kerja lembur, Gis."

"Gista, kerja sama saya nggak akan membuat kamu merasa kerja rodi," timpal Narendra.

Aku mengerutkan keningku. Apa ini tanda-tanda aku akan diterima? Aku tersenyum dalam hati. Sepertinya memang aku akan diterima di sini. Nggak perlu lagi minta bantuan Praba untuk mencari tempat kerja.

"Aduh, ini saya udah diterima atau bagaimana, Pak?" tanyaku sambil bercanda.

Narendra menatapku tampak menilai. Lalu tawanya menyembur. "Kamu beneran nggak bisa memprediksi? Kamu nggak paham kode dari saya dan Chintia? Nggak pantes jadi marketing kalau nggak bisa nangkap maksud kami."

Aku tertawa, lalu melirik Chintia. "Chin, lo ngomong apa ke Pak Narendra? Kok aku sepertinya bisa masuk ya?"

Chintia menggeleng. "Gue cuma bilang, gue punya teman yang berbakat jadi marketing. Kalau urusan terima atau nggak, ada di tangan HRD sama Narendra dan itu karena kemampuan lo, Ibu Gistara."

"Betul, Chin. Gue bisa lihat kemampuan Gista dari sini. Dia sepertinya bakal jadi karyawan yang luar biasa di divisi Marketing." Narendra kembali membuka suaranya.

Sudut Pandang [Completed]Where stories live. Discover now