1 | Tokoh Jahat

12.7K 1.4K 55
                                    


Panas matahari yang menyengat membuat seorang gadis yang tertidur sambil bersandar di sebuah pohon besar itu terusik. Mulutnya bergumam dengan tak tentu, merutuki panas matahari yang mengganggu tidur siangnya.

Matanya perlahan terbuka, mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan silau yang serasa menusuk mata. Lama ia terlihat seperti orang linglung sambil meneliti keadaan sekitar.

Lihat ke kanan, ada sungai jernih yang mengalir lambat lengkap dengan bebatuan yang menambah keindahannya.

Lihat ke kiri, ada jalan setapak juga banyak pepohonan dengan berbagai macam ukuran juga jenisnya.

Lihat ke depan, sama, hanya ditambah sedikit tanah lapang yang kemudian bermuara di tepi danau.

Gadis dengan nama Lilith Tribuwana itu mengusap pelipis yang berkeringat. Sepertinya ia sedang bermimpi berada di hutan dengan danau yang indah. Maka ia memutuskan untuk menikmati mimpinya sebelum nyonya rumah membangunkannya dengan tidak berperasaan. Jarang-jarang ia mendapat waktu libur hanya sekedar untuk beristirahat seperti ini, jadi walau dalam mimpi ia sangat bersyukur.

Ia capek dengan kemacetan kota yang menyesakkan. Belum lagi suara-suara bising dari kendaraan juga polusi yang mereka hasilkan. Permasalahan di negerinya tidak pernah usai walau hanya untuk mengurai kemacetan, apalagi jika ingin memberantas kemiskinan?

Ia kembali mengusap dahi yang berkeringat. Heran, penderitaannya walau di mimpi tidak berkurang sedikit pun. Bahkan panas matahari masih sangat terasa, kenapa dia tidak bermimpi menjadi penyihir yang sakti mandraguna saja?

Ah, mungkin AC kamarnya tengah mati hingga ia yang berada dalam mimpi pun merasa kepanasan.

Ia memutuskan untuk mendatangi danau, tapi saat hendak berdiri ia tiba-tiba saja tersadar akan pakaian yang ia pakai. Ada dua kain yang melilit badan. Satu, di dada sampai perut. Dua, di pinggang sampai di atas mata kaki. Merasa aneh, tangannya dengan cepat meraba rambutnya yang terurai--Panjang, bahkan sampai pertengahan punggung.

Sejak kapan seorang Lilith Tribuwana mau memanjangkan rambut? Sudah menjadi rahasia umum jika gadis itu tidak suka memanjangkan rambut. Lilith akan dengan cepat memotong rambutnya jika sudah menyentuh bahu. Terlalu merepotkan dan panas, itulah yang selalu ia keluhkan.

Lalu kenapa sekarang rambutnya menjadi panjang? Apakah dia sedang menjadi orang lain? Lalu apa arti dari pakaiannya ini?

Belum lagi terjawab pertanyaan di otaknya, ia kembali dikejutkan oleh alas kaki kayu yang ia pakai.

Lilith memandang kakinya dengan takjub. Tidak ada yang lebih kuno dari ini?! Wah, dia speechless dengan mimpi yang dialaminya. Semuanya terlihat sangat detail dan nyata.

Bagaimana pun ini hanya mimpi, jadi ia memilih melupakan pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di kepalanya. Lebih baik ia menikmati pemandangan dan air danau yang terasa segar itu, dari pada memikirkan pertanyaan yang membuat sakit kepala. Lagi pula, ia lebih penasaran apakah ia bisa menyentuh air danau itu dalam mimpinya?

"Aish, susah!"

Lilith melepaskan alas kaki kayu itu dengan asal. Sangat tidak nyaman dan ia memilih berjalan bertelanjang kaki. Berjalan menuju pinggiran danau yang teduh, kemudian duduk dan mencelupkan kaki ke dalam air.

Ternyata mimpinya kali ini benar-benar terasa nyata, panas terik yang menyinari danau, juga pantulan cahayanya pada air yang terasa menyilaukan. Untung, di tepi danau banyak ditumbuhi pohon yang besar. Walau sedang panas, Lilith merasa nyaman dengan kesejukan dari angin yang berhembus pelan juga kakinya yang merasakan dinginnya air danau.

Bawang Merah & Bawang Putih [END]Where stories live. Discover now