Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menolak. Aku hanya menghela napas pelan dan meletakkan sendok dan garpuku. Aku sudah tidak berselera lagi untuk makan.

"Mas ... kita sudah sepakat untuk tidak memaksa Icha," bela Mama.

"Kamu sudah kenal Romi, kita sekeluarga dekat dengan Romi. Apa lagi yang harus dipikirkan?" sanggah Papa yang tetap kokoh dengan keputusannya.

Aku bangun dari dudukku, malas mendengar perdebatan yang pasti akan dimenangkan oleh Papa. Semenjak aku memutuskan pertunangan dengan Felix secara sepihak, Papa menjadi lebih keras soal jodohku. Beliau selalu berusaha menjodohkanku dengan Romi.

Kamar merupakan tempat yang paling aku sukai di rumah ini. Tempat paling privasi untukku, dari sini aku bisa merasakan bahwa aku memang berada di rumah. Dekorasi kamar yang aku pilih sendiri.

Kembali ke Jogja, berarti kembali kepada kenyataan. Mulai besok aku akan membuka kembali kios kecil-kecilanku. Kios yang aku buka menjual berbagai macam kerajinan tangan yang aku buat sendiri, sebagian besar berbahan dasar kain.

Akhirnya aku memberanikan diri menghidupkan ponselku. Notifikasi mulai beruntun masuk, sebagian besar berisi SMS penawaran pinjaman dan promosi. Sedangkan untuk chat, hanya ada balasan dari Felix saja.

Mantan Felix: Kabari gue kalau lo udah sampai Jogja
Mantan Felix: Zem
Mantan Felix: Lo baik-baik aja?
Mantan Felix: Jangan buat gue panik, Zem!
Mantan Felix: Kabari gue segera

Isi chat Felix hanya seperti itu. Dia tidak menanggapi apa pun mengenai chat-ku. Sepertinya, Felix memang benar-benar sudah melupakanku. Dia sudah tidak lagi ada perasaan apa pun padaku. Tidak ada usaha untuk Felix mencegahku pulang ke Jogja.

"Apa sih yang gue harapkan," gumamku pelan.

Aku duduk di lantai kamar, bersandar pada bagian bawah tempat tidur. Aku menekuk kedua kakiku, membenamkan kepalaku di kedua lutut dan menangis menyesal. Ini lebih sakit dari pada saat aku harus kembali ke sini. Sakit, saat tahu Felix benar-benar sudah rela melepasku.

Pintu kamarku diketok pelan dari luar, tidak lama terdengar suara lembut Mama. "Cha ... sudah tidur nak?" tanya Mama.

Aku berusaha keras untuk tidak menangis terlalu berisik. Aku menarik napas dan menghembuskannya secara teratur. Namun aku gagal, aku justru semakin ingin menangis lebih kencang lagi. Berteriak kepada dunia bahwa aku: Menyesal.

Aku menyesal dulu sudah berpisah dengan Felix. Menyesal karena mendatangi Felix lagi. Menyesal menjadi orang egois yang masih berharap untuk dapat menebus kesalahanku yang dulu. Sayangnya, waktu sudah berlalu lama dan luka sudah disembuhkan.

Menggunakan bantal, aku meredam tangisku. Aku menyembunyikan kepalaku dan tangisku dengan bantal milikku. Sampai Mama tidak lagi mengetuk pintu dan suasana kembali tenang. Artinya, Mama benar-benar mengira aku sudah tidur.

💌💌💌

"Zombie yang make up-an cuma gue kayaknya," gerutuku pelan saat melihat sosokku yang mengerikan di cermin.

Mata yang bengkak dan masih sedikit merah. Wajah sembab seperti habis dipukuli, walaupun memang dipukuli, dipukuli oleh kenyataan yang pahit. Menangis semalaman hingga ketiduran memang bukan perilaku yang baik jika ingin terus tampil cantik.

Padahal, hari ini aku harus membuka kios. Membersihkan dan membereskan kios agar besok bisa mulai beroperasi kembali. Pagi-pagi ini aku akan mengurus kartu ATM-ku yang hilang kejambretan.

"Kak!" teriak Kayana yang membuka pintu kamar dengan tiba-tiba. Tadi subuh, saat aku mengambil minum dan kembali tidur aku tidak mengunci pintu kamar. "Ada Mas Romi di bawah Kak!" lanjut Kayana dengan wajahnya yang panik.

Kayana mendekat padaku, dia mendorongku dan membuka pintu lemari. "Kenapa kamu Kay?" tanyaku heran dengan Kanaya.

"Sembunyi Kak!" serunya kemudian.

Aku menaikkan sebelah alisku menatap Kayana. Melepaskan diri dari Kayana dan menatap penampilan Kayana yang sudah siap dengan seragam sekolahnya.

"Ngapain sembunyi, orang Kakak emang mau pergi sama Romi kok," sahutku santai.

Tadi pagi, aku menghubungi Romi dari social media. Berlanjut dengan Romi yang menawari bantuan untuk mengurus surat-surat terkait kehilangan ATM, KTP dan SIM milikku. Romi memiliki banyak teman dan dia bisa membantuku untuk mengurus surat keterangan hilang di kepolisian.

"Lah! Katanya nggak mau nikah sama Mas Romi, Kak?" tanya Kayana heran.

Aku tertawa kecil mendengar pertanyaan polos Kayana. "Anak kecil tahu apa sih!" Aku menjentik dahi Kayana pelan. "Pergi sekolah sana, nanti terlambat!" usirku kemudian.

Kayan akhirnya keluar dari kamarku dengan terpaksa. Aku kembali melanjutkan kegiatanku memoles lipstik. Mencoba mengulas senyum tipis yang justru terlihat terpaksa.

"Lo mengerikan Zem, lebih mirip joker yang bangkit dari kubur," kataku pada pantulan diriku di cermin.

💌💌💌

Bonus ilustrasi Felix buat kalian nih! Jangan lupa diramaikan yaaa~

Bonus ilustrasi Felix buat kalian nih! Jangan lupa diramaikan yaaa~

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.
Rumah Mantan (Selesai)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt