"Pindah selamanya?" tanya Andi yang sepertinya masih tidak rela aku resign dan kembali ke Jogja. Aku hanya menganggukkan kepalaku sebagai jawabannya.

Aku menepuk pundak Andi dan berkata, "Yuk bersihkan toilet! Hari ini gue bantuin lo, Ndi!" Aku menarik Andi menjauh dari depan pintu divisi human resource.

🌼🌼🌼

Sama seperti saat aku datang ke rumah ini, aku membawa koper dan ranselku. Jika beberapa bulan yang lalu aku berdiri di depan pintu rumah ini dengan wajah memelas, sekarang aku berdiri di depan Mbok Ani.

"Non nggak mau nunggu Bapak pulang dulu?" tanya Mbok Ani dengan wajahnya yang sedih.

Aku menggelengkan kepala sambil mengulas senyum. "Felix lagi sibuk Mbok. Nanti Zemira chat atau telpon Felix kok," kataku menenangkan Mbok Ani.

"Non mau Mbok panggilkan taksi? Atau Mbok antar ke stasiun?" tawar Mbok Ani yang sepertinya benar-benar sedih karena aku pergi.

Aku mendekat pada Mbok Ani dan memeluk beliau. Aku sangat berterima kasih pada Mbok Ani yang baik dan perhatian denganku. Aku yakin, kebaikan Mbok Ani bukanlah atas dasar perintah dari Felix, Mbok Ani memang baik pada dasarnya.

"Rumahnya Felix ntar dibawa lari keong kalau ditinggal Mbok," candaku yang melepaskan pelukan kami. Aku juga menitipkan gantungan milik Felix yang kemarin aku cucikan. "Mbok jangan lupa buat telepon ya, video call juga Mbok!" peringatku pada Mbok Ani sambil melambaikan tangan.

Taksi online yang aku pesan sudah menunggu di depan gerbang rumah Felix. Aku diantarkan Mbok Ani hingga ke depan pagar. Bahkan Mbok Ani benar-benar menangis saat aku memeluk beliau sekilas sekali lagi.

"Hati-hati di jalan ya Non, salam buat keluarga di Jogja," pesan Mbok Ani saat aku masuk ke dalam mobil. Aku melambaikan tanganku melalu jendela saat mobil akan melaju.

Aku memandang rumah besar yang beberapa bulan ini menjadi tempat berteduhku. Paviliun kecil di sebelah kanan yang selalu menjadi tempatku untuk bersembunyi dari panas matahari dan dinginnya angin malam.

Mengenai Felix, aku akan mengabarinya saat sudah di dalam kereta nanti. Aku tidak ingin berubah pikiran tiba-tiba. Aku takut pertahananku goyah dan membuatku semakin egois. Aku tidak bisa mengucapkan perpisahan yang benar dengan Felix, aku takut bahwa aku akan memohon kepada Felix untuk kembali menerimaku.

Tidak terasa, setitik air mata mengalir dari pelupuk mataku. Rasanya sakit dan perih ketika memiliki perasaan yang dalam namun tidak bisa bersama. Masa lalu yang terlalu sulit untuk dibersihkan, menyingkirkan debu-debu kesalhpahaman yang justru terasa tidak mungkin pada saat ini. Dengan kata lain, semua sudah terlambat.

🌼🌼🌼

Mantan Felix: Fel, boneka lo gue titip sama Mbok Ani. Surat pengunduran diri gue juga sudah dimeja HR ya. Terima kasih buat bantuan lo selama ini. Gue lagi di jalan balik ke Jogja. Soal hutang, gue janji sampai di Jogja gue akan bayar semuanya Fel. Maaf karena gue pergi terlalu mendadak, tapi gue yakin lo pasti lega banget, kucing jalanan sudah kembali ke asalnya.

Isi chat-ku mungkin terlihat biasa. Tidak ada yang istimewa atau pun romantis. Tapi, entah kenapa aku menitikan air mata saat mengetiknya. Benar-benar, aku sekarang menjadi perempuan cengeng yang berlebihan.

Aku langsung membuat ponselku dalam flight mode. Aku memilih mendengarkan lagu dengan airbuds. Aku sengaja tidak membiarkan notifikasi dari Felix masuk dengan cepat. Aku takut juga terlalu berharap jika ternyata Felix hanya membaca chat-ku.

Jika sudah sampai di Jogja, setidaknya aku bisa berpikir lagi untuk kembali ke Jakarta. Aku yakin apa pun balasan Felix nanti, tidak akan dengan mudah membuatku kembali ke kesalahan yang sama.

Duduk sendirian di gerbong kereta yang kebetulan tidak begitu ramai membawaku mengingat masa lalu aku dan Felix. Ada sebuah rahasia yang aku simpan dari Felix, entah apa Felix sudah mengetahuinya atau belum.

Alasan aku memutuskan pertunangan kami. Aku pernah bilang kami putus karena sifat Felix. Dia punya sifat bertanggung jawab yang luar bisa, penyayang keluarga, tidak membantah orangtua. Felix bahkan tergolong dalam spesies langka good boy.

"Lo begitu bodoh Zem," gumamku pelan, menghina diriku sendiri sambil memperhatikan pemandangan di luar jendela kereta api.

Kereta yang berjalan dengan cepat, membuatku sadar bahwa hidup ini sebenarnya berlalu dengan cepat, waktu yang terus berputar tanpa mau menunggu orang-orang yang tertinggal. Sebuah kenyataan pahit yang harus diterima setiap orang. Keputusan di masa lalu tidak baik untuk di sesali di masa sekarang dan masa depan.

"Goodbye."

🌼🌼🌼

Sedih nggak sih? Jujur aja, aku nggak nangis tapi nyesek banget sama Zemira dan Felix. Tambah penasaran nggak sama alasan mereka putus? Terus gimana ya kira-kira reaksinya Felix pas tahu kalau Zemira balik ke Jogja?

Yuk drop opini kalian tentang cerita ini~


Rumah Mantan (Selesai)Where stories live. Discover now