Prolog

867 29 1
                                    

Di sebuah kamar berukuran besar dan nampak mewah dengan interior modern, ditambah perabotan mahal menambah kesan elegan kamar yang didominasi warna pink itu.

Di sudut ruangan, tampak seorang wanita duduk termangu menatap hampa pantulan diri di cermin. Mata beriris coklat itu tampak redup, sorot matanya begitu sayu. Wajahnya yang cantik dengan mata indah dipadu bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir tipis bewarna merah. Kecantikan wanita itu begitu sempurna, layaknya dewi kayangan yang turun ke bumi. Hanya saja ekspresi dingin dan tatapan datar sang wanita membuat wajahnya tak berseri, pucat bagaikan raga tak bernyawa.

Wanita itu bernama Sandra Bella Hardianatha. Putri semata wayang pasangan Tomi Hadianatha dan Anita Hadianatha, salah satu konglomerat di negeri ini. Papanya yang merupakan pengusaha properti serta memiliki banyak mall-mall mewah di pusat kota dan beberapa kota besar lainnya. Sedangkan sang mama seorang pengusaha fashion yang memiliki perusahaan tekstil sendiri untuk brand pakaiannya.

Kehidupan Sandra terbilang mewah sejak lahir, kaya raya dengan bergelimang harta sampai tujuh turunan pun tak akan habis. Semua keinginannya selalu terpenuhi hanya dengan jentikan jari, namun hal itu tak serta merta membuat Sandra bahagia. Ia justru merasa tersiksa dengan kehidupannya yang membosankan dan begitu jenuh, seperti burung merpati yang terbelenggu dalam sangkar emas.

Hidup Sandra begitu monoton. Di umurnya yang sudah menginjak dua puluh delapan tahun, ia hanya menghabiskan waktunya di atas tempat tidur berukuran king, bergulang-guling layaknya ikan teri yang terdampar. Sehari-hari Sandra hanya membaca novel, nonton serial drama atau shopping dan hunting buku di mall untuk melepas kejenuhan.

Ketika teman-teman seusi Sandra tengah sibuk memikirkan masa depan, merencanakan pernikahan, bahkan ada yang sedang mempersiapkan kelahiran sangat buah hati. Tapi ia justru masih betah dengan kesendiriannya, menghabiskan waktu dengan kegiatan tak berarti. Namun Sandra tak merasa bersedih akan hal itu, meski jodohnya tak kunjung menunjukkan hilal ia tetap santai dan menikmati kesendiriannya. Bukan tanpa alasan ia bisa sesantai itu, namun karena Sandra sendiri juga belum siap untuk berkomitmen. Ia merasa masih perlu banyak waktu untuk menikmati masa mudanya dan hal itu pula yang membuat kedua orangtuanya membuat keputusan di luar persetujuan Sandra.

Perjodohan!

Perjodohan bisnis!

Hal yang biasa dan sangat wajar di kalangan para konglomerat.

Tapi seakan kutukan buruk bagi Sandra, bagaikan vonis mati di usia muda. Ia merasa masa depannya baru saja direnggut paksa oleh keputusan sepihak orangtuanya atas perjodohan konyol itu.

Memangnya masih jaman ya perjodohan? Dikira Sandra Siti Nurbaya kali.

"Kau sudah siap, Sandra?" Pintu terbuka, bersamaan dengan suara seorang wanita yang menarik atensi Sandra.

Sandra menolehkan kepalanya, mendengkus pelan ketika melihat seorang wanita paruh baya masuk ke kamarnya. Wanita yang masih cantik di usianya yang sudah menginjak kepala lima, nampak begitu anggun dengan dress panjang yang membalut tubuh tingginya bak model Hollywood. Wanita itu mamanya, Anita Hardianatha.

"Sudah mama duga kalau gaun ini akan cantik dipakai olehmu," puji Anita seraya memegang kedua bahu Sandra dari belakang, matanya tak lepas memandangi pantulan diri Sandra yang tampak memukau dengan dress sabrina setinggi lutut bewarna merah maroon. Dress yang dirancang khusus oleh Anita untuk pertemuan malam ini. "Leon pasti akan suka melihatmu, Sayang."

Sandra mencebikkan bibirnya. "Harusnya mama pilihkan aku bikini seksi atau lingerie setipis saringan tahu kalau untuk menarik perhatian si maniak itu," sahut Sandra diiringi dengkusan kasar.

Married a PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang