H-1

1.5K 245 36
                                    

Mini Playlist:
-My Boo (Usher, Alicia Keys)
-Honesty (PinK Sweat$)

Matahari sudah tinggi sekali waktu Jimin kembali dari kamar mandi. Pukul dua belas siang. Ia mengeringkan rambut. Sudah memakai kaos polos abu-abu serta celana pendek. Berpikir buat menyediakan dua cangkir sereal sebelum membeli makan siang setelah Jungkook mandi nanti.

Di kasurnya, Jungkook tengah bersila, berkonsentrasi menyatukan resleting koper Jimin yang sudah rapi, memasang gembok, kemudian menepikan dua tas lain yang tidak terlalu besar ke sisi ranjang. Ia hanya mengenakan boxer warna kuning—punya Jimin, dengan kondisi belum mandi. Rambut pemuda itu berantakan di sana-sini. Wajah bantalnya terlihat kusut, namun tetap tampan.

"Jim, sudah." Katanya ketika melihat sang kekasih duduk di kursi dekat meja belajar.

Benda-benda itu diletakkan ke lantai. Jungkook berkacak pinggang, terlihat puas dengan hasil kerja mereka semalaman. Packing untuk keperluan Jimin selama setengah tahun bukan hal yang mudah. Mereka harus benar-benar memilah apa yang akan Jimin gunakan di waktu-waktu tertentu. Karena cuma boleh bawa dua koper, ditambah sebuah tas ransel, Jimin jadi sedikit repot.

Sementara itu di sisi apartemen yang lain, Jimin melempar senyum bangga. Merespon kekasihnya dengan membuatkan segelas sereal. ia mendekati pacarnya, memeluk punggung Jungkook erat, Sementara Jungkook meminum sarapannya.

"Terima kasih banyak ya." Jimin sengaja mengosok-gosokkan wajah ke punggung sang kekasih. Menghirup aroma natural Jungkook membuat ia merasa lebih rileks. Selama beberapa waktu kedepan Jimin bakal rindu sekali dengan partnernya yang satu ini. Teman berkelahi sekaligus makan dan tidur tiap hari. Kadang Jimin lupa kalau mereka ini cuma pacaran. Karena Jungkook lebih sering berada di kamar Jimin ketimbang kamarnya sendiri. Jimin jadi merasa mereka benar-benar hidup berdua saja.

Ah, memikirkannya membuat Jimin jadi sedih. Ia tidak berniat menangis pagi-pagi. Tapi entah mengapa wangi Jungkook membuat matanya terasa panas.

"Jimin?"

Kalau dijawab, nanti makin sedih. Pikirnya. Jadi Jimin putuskan untuk tetap diam sedikit lebih lama. Sedang Jungkook pada akhirnya juga menurut saja. Ia faham Jimin sedang gundah. Cairan hangat merembes di belakang punggungnya. Jungkook mengusap lengan mungil yang mendekapnya penuh kasih sayang. Berbisik "Cuma sebentar." Padahal hatinya juga mendadak rawan

.
.
.

"Tuh, mereka."

Kim Taehyung menunjuk dua sejoli yang baru masuk ke pintu cafe. Jimin dan Jungkook mendatangi meja penuh di ujung ruangan. Semua hidangan kebetulan sudah tersedia, termasuk pesanan keduanya. Sepasang kekasih tersebut duduk bersisian di kursi kosong.

Sore ini mereka merayakan kepergian dua temannya ke United States. Hanya farewell party kecil-kecilnya. Ada Kim Namjoon juga di seberang meja, ia tengah sibuk mengaduk soda miliknya, bicara dengan Min Yoongi yang nampak mengoceh soal mahalnya tiket ke tempat Namjoon dan Jimin nanti.

"Tiket ekonomi saja segini, aku heran kenapa Taehyung dan Seokjin memutuskan buat tinggal di Seoul dan bolak balik tiap tahun." Keluh pemuja berkulit pale, mata gelapnya melirik dua kaka beradik bermarga Kim di seberang kursi.

"Karena ingin."  Jawab keduanya enteng.
Jimin dan yang lain tertawa. Yoongi mengangguk maklum, wajahnya masam.

"Yeah, orang kaya." Cibirnya, menyeruput minuman.

"Apa yang akan kamu lakukan kalau tidak ada Jimin, Kook?" Gantian Hoseok yang bertanya pada yang termuda. Semua orang menatap Jungkook, penasaran. Termasuk Jimin.

"Ya jelas cari selingkuhan, lah." Jungkook menjawab bergurau, lengannya langsung dihadiahi Jimin pukulan kuat. "Dih, kenapa jadi ganas."

Tidak dijawab, Jimin menekuk bibir, menyangga wajahnya dengan satu tangan. Jelas kesal sekali. Jungkook tertawa melihat tingkah pacarnya.

"Nanti aku temani ke klub cari cewek, deh." Taehyung menimpali, tidak peduli dihadiahi tatapan tajam teman sepermainannya di seberang kursi.

"Tidak perlu, aku main basket saja nanti mereka datang sendiri, kok."

"Dih sombong." Jimin mencibir, wajahnya nampak sedih kemudian. Soalnya yang Jungkook bilang ada benarnya. Tiap main basket, ada banyak mahasiswi yang datang melihat Jungkook. Ah, jadi khawatir juga. Pikirnya kalut.

"Kenapa Jim? Kok wajahmu galau?" Seokjin melempar permen mint ke hadapan Jimin. Disambut mulus, di belakang benda itu ada tulisan 'sabar ya!' Warna biru muda. Jimin makin memberengut.

"Nanti kalau kamu diberi makanan sama mereka seperti ini, awas ya, jangan diterima." Jimin menggoyangkan permen tadi di hadapan pacarnya. Jungkook menaikkan sebelah alis.

"Memang kenapa?"

"Takut ada peletnya."

Jawaban Jimin membuat semua orang disana tergelak gelak. Jungkook mengurut dahi, menahan diri untuk tidak mencubit hidung kekasihnya sekarang juga. "Siapa yang mengajari kamu aegyo begitu?"

Jimin tidak sadar, wajahnya ketika menekuk tadi benar-benar imut sekali. Jadi pemuda itu cuma mengerjap bingung. "Aegyo apanya, sih?"

"Kalau Jimin kan natural Kook. Kamu bersyukur tuh punya pacar yang lucunya dari lahir begitu." Pendapat Hoseok di iyakan Seokjin. Jungkook menyipitkan mata pada dua temannya.

"Hyung kalian punya crush dengan pacarku, ya?"

"Astaghfirullah Suudzon." Hoseok mengurut dada. "Itu memuji, tau!"

"Dasar, cemburuan." Itu Yoongi.

"Lowkey." Seokjin menjawab asal, kemudian menjulurkan lidah pada Jungkook.

"Seokjin hyung, kalau nanti ada boneka santet datang kerumahmu, itu aku ya." Jungkook tersenyum jenaka, tahu kalau dua temannya cuma bercanda. Sedangkan Seokjin menanggapi dengan wajah pura-pura kaget. Mereka tertawa lagi.

"Jangan coba-coba kamu selingkuh, nanti menyesal seperti aku."

Tiba-tiba saja Namjoon bicara. Wajahnya tenang sekali mencuri pandang ke Jimin. Jungkook menatap pemuda itu datar. "Iya sunbae. Tidak usah sedih begitu."

Jimin hanya memutar bola mata.

Sekon berikutnya ia kaget sekali karena tiba-tiba Jungkook merangkulnya, mencium pipi Jimin gemas di depan teman-teman mereka. "Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu pada Jimin."

"Tidak usah pamer." Yoongi memutar bola mata, wajahnya masih masam.

"Iri bilang bos." Sahut Jungkook lagi.

Seokjin mendorong kepala anak itu. "Kualat kamu nanti. Yoongi tua loh."

"Hyung, masih tua kamu." Yoongi menyahuti kalem, menyeruput minuman lagi.

"Aku membela kamu loh, Yoon."

Lantas mereka semua tertawa terbahak-bahak. Jimin hanya mendenguskan tawa kecil. Atensinya beralih pada sang kekasih yang mengusap punggung Seokjin, menyabari.

Merasa dipandangi, Jungkook menoleh, balas menatap sang pacar dengan senyum merekah di wajah. Pemuda tampan itu beralih membelai pipi Jimin. Ia dekatkan wajahnya pada telinga pemuda kecil.

"Masih sedih?" Bisik Jungkook. Jimin menggeleng. Balas berbisik.

"Bukan."

"Terus?"

"Aku senang punya kamu." Kata Jimin sembari menyembunyikan wajahnya ke balik bahu Jungkook. Menyebabkan pemuda itu kesulitan menoleh. "Senang sekali."

Suaranya serak. Jungkook menghela napas, menyeka air mata Jimin yang terasa hangat di belakang lengannya.

Kalau Jimin pergi nanti, kita beralih ke kapal lain sebentar, gimana?

A Little Thing Called LoveWhere stories live. Discover now