Awal Bencana

13 1 0
                                    

 “Ibu, Rasya beli tas, ya?” Seorang anak kecil menarik lengan ibunya menuju stand tempat berjualan tas anak-anak.


Pergelaran pentas seni Nusantara yang diadakan oleh pemerintah setempat mampu mengusung banyak pedagang di pantai Paragon yang terkenal itu. 


Sebelum acara dimulai, para pengunjung berjalan-jalan membeli apa yang mereka inginkan. Disana tersedia berbagai macam minuman, camilan tradisional, pakaian, asesoris, kosmetik, perlengkapan sekolah, dan tak ketinggalan pula kembang api, petasan dan terompet.


“Uangnya belum cukup, Adek ... nabung dulu ya, ntar kalo udah cukup Ibu beliin.”


Seorang ibu-ibu berpenampilan lusuh merasa tersayat hatinya sebab tak mampu membelikan tas putrinya yang selama ini sekolah hanya dengan satu buku dan pensil di tangan.


 Perekonomiannya tergolong kurang mampu, putrinya bisa sekolah saja ia merasa sangat bersyukur. Untuk seragam yang dikenakan putrinya berasal dari seorang guru yang merasa empati.


 Sang guru kagum dengan semangat anak kecil itu yang tiba-tiba masuk ruang kelas tanpa memakai seragam tanpa ada pendaftaran. Ia hanya memakai baju bermain yang sudah nampak usang.


 Gadis kecil itu tidak peduli dengan pandangan disekitarnya, ia hanya menyukai belajar. Ia mendengarkan sang guru mengajar tanpa menyadari bahwa ia telah menjadi pusat perhatian teman sekelas dan orang tua murid yang mengantar anaknya ke sekolah.


 Ia bagaikan anak kecil yang hilang. Ya, anak kecil itu memang tidak pamit kepada ibunya waktu pertama ke sekolah. Ia hanya mengikuti langkah anak-anak berseragam yang melewati depan rumahnya hingga tersesat di kelas satu tingkat di atasnya. 


Pikirnya semua ruangan itu sama, maka ia asal masuk saja. Hingga ada salah satu guru bertanya-tanya, anak siapa? Kok nggak pakai seragam? Kok nggak didaftarkan orangtuanya? Sedang si gadis kecil itu cuek, masa bodoh, matanya hanya fokus menatap ke arah papan tulis hitam bercoretkan abjad-abjad dan sang guru yang mengajarnya.


 Maka sang guru menelusuri jejak anak kecil itu. Hingga ditemukanlah kondisi keluarganya sangat memprihatinkan di sebuah gubuk di sudut desa.


 Sang ayah meninggal saat gadis kecil itu berusia dua tahun, sehingga ibunyalah yang menjadi tulang punggung keluarganya termasuk menafkahi kedua orang tuanya yang sudah renta. Sedangkan pekerjaannya hanyalah menjadi tukang cuci baju yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari.


“Iya, Bu. Nanti kalau Rasya udah jadi dokter, ibu pengen apa aja Rasya belikan, Ibu nggak usah kerja lagi,” ucap gadis kecil itu membuat sang ibu terenyuh. Akhirnya mereka hanya mampu membeli dua botol teh gelas untuk menemani pertunjukan itu berlangsung. Kemudian terdengar pemandu acara berbicara melalui microphone,


'Kepada seluruh peserta dan hadirin dimohon segera memasuki tempat yang telah disediakan karena acara akan segera dimulai. Sekali lagi saya umumkan kepada seluruh peserta dan para hadirin harap segera menempati tempat yang telah disediakan.'

Romantika PesantrenWhere stories live. Discover now