12 : Berharap

235 60 6
                                    

Satu minggu berlalu begitu cepat. Proses operasi yang harus dilakukan guna menyelamatakan nyawa Chika, berhasil ia lalui. Kini Chika dan sahabat akrabnya, Angelina Christy, sedang makan pagi ketika Vito tiba. Chika nampak senang dengan kedatangan Vito, begitu juga dengan Christy. Sebab Chika telah menceritakan banyak hal tentang lelaki itu.

"Ka Vito sudah makan?" tanya Christy dengan wajah yang sangat menggemaskan. Tiada yang mengira jika remaja perempuan itu kini telah memasuki usia 20 tahun.

"Hari ini saya puasa, Christy."

"Puji Tuhan. Ka Vito memang orang yang taat beragama."

"Bagaimana keadaanmu, Yessica?" Vito bertanya pada Chika yang sedang menikmati sup Borsh yang masih mengepulkan uapnya.

"Dokter Anastasya menjelaskan bahwa besok lusa aku sudah bisa pulang," jawab Chika dengan mata berbinar dan senyumnya yang merekah.

"Syukurlah."

"Oh, ya, Vito. Aku ingin Christy menemaniku sampai satu atau dua minggu ke depan. Kebetulan juga dia sedang libur kuliah. Aku akan mengajaknya tinggal di apartemen. Satu kamar denganku. Bagaimana menurutmu? Apa kamu keberatan kalau Christy masuk ke apartemen kita?"

Vito menggeleng, "Sama sekali tidak." Ia justru bersyukur, "Justru itu sangat baik untukmu dan untuk Christy. Kamu jadi ada teman ketika Amira sedang ada liputan di luar."

"Aku pikir juga begitu," balas Chika dengan raut wajah semringah.

"Bahkan kalau kau mau, kamu bisa ambil kamar saya untuk Christy."

"Maksudmu?"

"Beberapa hari lagi saya mau pindah. Ada orang Indonesia, seorang guru di Sekolah Indonesia Moskwa yang meminta saya untuk tinggal bersamanya. Kamar saya bisa dipakai Christy, sehingga kau tetap nyaman."

"Kenapa kamu pergi secepat ini? Berilah aku kesempatan membalas kebaikanmu," ungkap Chika yang tidak dapat menutupi kesedihannya.

"Saya sudah bilang bahwa saya merasa tidak berbuat apa-apa untukmu, Yessica. Semuanya berkat Tuhan. Tuhan yang telah menolongmu melalui saya," jelas Vito sekali lagi.

"Jadi dasarmu menolong aku—karena perintah Tuhan?"

"Ya. Di dalam Islam diajarkan, bahwa menyelamatkan satu nyawa anak manusia itu sama saja dengan menyelamatkan nyawa seluruh umat manusia. Allah sendiri yang mengatakan hal itu di dalam kitab suci umat Islam, yaitu Al-Quran."

Christy menyela, "Ajaran yang sangat indah."

Vito tidak lama menjenguk Chika, yang penting ia sudah tahu keadaannya. Tak lebih dari sepuluh menit ia duduk di kamar VIP tempat Chika dirawat.

Ketika Vito pamit, Christy nampak masih menginginkan dirinya duduk dan berbincang-bincang di situ. Begitu juga dengan Chika.

"Maaf, saya harus ke kampus sekarang. Masih banyak hal yang belum saya selesaikan. Kalau saya banyak menunda-nunda pekerjaan saya, saya tidak akan mendapatkan apa yang ingin saya dapatkan." Vito tetap pada pendiriannya untuk beranjak pergi.

"Baikah kalau begitu. Selamat jalan, Ka Vito! Semoga Tuhan selalu menyertaimu!" ucap Christy penuh pujian dan doa.

"Baik, terima kasih atas doanya. Da svidaniya! (Sampai jumpa)" ucap Vito sambil melambaikan tangan dan bergegas pergi.

"Zhelayu uspekha! (Semoga sukses)" sahut Chika dengan senyum mengembang.

...

Tidak ada tanda-tanda Dhea Angelia telah datang ketika Vito memasuki ruang Profesor Malik. Ruang itu tidak dikunci tapi pastilah petugas kampus yang membukanya. Jika Dey telah tiba, biasanya palto tergantung di salah satu sudut ruangan itu.

HELP [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang