Chapter 1 : Back to Home?

7.8K 943 10
                                    


1 September 1998

Asrama Gryffindor terlihat lengang saat ini. Mengingat saat ini pesta penyambutan siswa baru sekaligus perayaan kemenangan perang sedang berlangsung di aula besar. Tampaknya, seluruh siswa Hogwarts sedang berkumpul di aula. Seluruh siswa, mulai dari tahun pertama sampai tahun kedelapan–yang hanya terjadi di tahun ini–sedang berpesta sambil menikmati hidangan yang disediakan oleh para peri rumah. Semuanya, kecuali Harry Potter, pemuda berambut hitam berantakan yang saat ini zamrudnya sedang menatap kosong ke arah perapian.

Harry Potter, Pahlawan Dunia Sihir. Julukan yang dikenal oleh seluruh masyarakat sihir. Siapa yang tidak mengenal Anak Yang Bertahan Hidup? Rasanya, seluruh lapisan masyarakat dunia sihir benar-benar memiliki hutang padanya. Mengingat keberhasilannya dalam memenuhi ramalan yang ditujukan padanya untuk menghentikan teror yang ditebarkan oleh penyihir hitam bernama Lord Voldermort. Tentu bukan takdir yang ia minta.

Dunia sihir akhirnya dapat menjalani kehidupan yang lebih baik. Sayangnya, hal itu tidak dapat dirasakan oleh sang pahlawan itu sendiri. Perasaan bersalah kerap menghantuinya setiap malam. Terutama pada saat ini, saat ia telah kembali ke kastil di mana peperangan itu terjadi beberapa bulan yang lalu. Setiap malam, memori terkait orang-orang yang gugur dalam peperangan menyerangnya. Membuat ia merasa tersiksa. Perasaan bersalah kepada Dumbledore, Fred, Snape dan orang-orang yang ia kenal yang telah gugur saat pertempuran berlangsung.

Selama musim panas, ia menghabiskan waktunya di Grimmauld Palace bersama Sirius dan Remus. Keduanya berusaha mengembalikan kebahagiaan anak semata wayang sahabat mereka. Berusaha membantunya agar terbebas dari trauma pasca-peperangan. Sayangnya, usaha mereka sepanjang musim panas tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Tak satupun healer dari St. Mungo yang mereka panggil berhasil melakukan tugas mereka. Pemuda itu tetap diserang oleh halusinasi yang muncul pada dirinya setiap malam.

Hermione pernah membawa Harry ke klinik terapi yang ada di London. Tempat dimana sepupu mugglenya bekerja sebagai psikiater. Karena sepupu mugglenya telah mengetahui eksistensi dunia sihir, gadis itu merasa tidak ada salahnya untuk membawa Harry ke klinik tersebut. Dan semenjak itu, Harry harus mengonsumsi serangkaian obat agar ia bisa menjadi lebih tenang setiap malam.

Namun Harry tetaplah Harry. Seorang pemuda keras kepala. Ia sering mengabaikan obatnya, karena ia membenci obat-obatan itu. Itu semua membuatnya terlihat seperti orang gila. Membuatnya merasa aneh karena sebagai penyihir, ia harus mengonsumsi obat muggle.

Saat pemuda berambut hitam itu sedang tenggelam dalam pikirannya, seseorang masuk ke dalam ruang rekreasi melalui lubang lukisan. Harry tidak menyadari kedatangan seseorang itu. Ia benar-benar tenggelam dalam memori peperangan yang berputar di dalam kepalanya.

"Harry, kau tidak ke aula?" tanya Hermione, sahabatnya yang baru saja masuk ke ruang rekreasi. Panggilan itu tentu saja memecah lamunan di dalam kepala Harry. "Professor Lupin mencarimu, ia sudah menunggu di Aula."

Pemuda itu tentu saja terkejut mengetahui keberadaan sahabatnya. Ia menolehkan kepalanya ke belakang bahunya, melihat ke arah gadis berambut cokelat itu. "Kurasa tidak, aku merasa sangat kelelahan akibat perjalanan kereta, Mione. Dan katakan pada Remus aku baik-baik saja."

"Perlu aku ambilkan ramuan? Atau kau ingin aku antarkan ke Hospital Wing?" tanya gadis itu. Harry dapat mendengar nada khawatir dari gadis kelahiran muggle itu. Selalu saja, Hermione yang bertindak seperti ibunya.

Pemuda itu menggelengkan kepalanya, kemudian mengalihkan pandangannya lagi ke arah perapian. "Terima kasih, Mione. Tapi sepertinya aku akan tetap di sini saja. Lebih baik kau kembali ke aula saja. Bukankah kau harus membantu para prefek?"

Gadis itu menghela napasnya, terlihat menyerah dan tidak ingin memaksa sahabatnya. "Ya kau benar, aku harus membantu mereka mengurus murid-murid baru nanti. Kalau begitu, baiklah. Aku akan membawakanmu beberapa potong ayam panggang dan kentang rebus nanti."

Harry hanya mengangguk singkat, kemudian gadis itu menghilang lagi melalui lubang lukisan. Pemuda itu kembali menatap perapian ruang rekreasi. Api tersebut menerangi ruang rekreasi, sekaligus mengisi ruangan itu dengan suara derak ranting yang terbakar. Sekali lagi, ia merasa gagal karena tidak dapat menyelamatkan banyak nyawa saat perang terjadi.

Merasa benar-benar lelah, ia memutuskan untuk berjalan ke arah kamarnya. Ia membersihkan diri sejenak, sebelum berganti pakaian menjadi piama. Saat ia hendak berbaring, matanya menangkap perkamen tua yang tergeletak di sebelah kopernya yang terbuka. Tak salah lagi, itu adalah peta perampok buatan ayahnya dan teman-temannya semasa sekolah. Ia memutuskan untuk melihat peta, ingin mengetahui siapa yang tidak mengikuti pesta di aula besar.

"I solemnly swear that I am up to no good," bisiknya sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke permukaan perkamen. Secara magis, titik-titik muncul di atas permukaan perkamen, berubah menjadi garis, yang kemudian membentuk gambar berupa denah kastil. Harry menggunakan mantra Lumos untuk menambah penerangan kamarnya.

Saat ia mulai melihat isi peta itu, ia dapat melihat bahwa hanya ia seorang yang berada di Menara Gryffindor. Nama Hermione masih berada di sekitar Menara Gryffindor, mengingat gadis itu baru saja keluar. Kemudian ia melihat nama-nama yang berkumpul di dalam aula. Ron, Neville, Ginny, Luna, serta nama-nama lain yang berkumpul di aula. Termasuk nama Remus Lupin yang tahun ini kembali mengisi posisi pengajar Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Kemudian seseorang bernama Kevin O'Quinn yang sedang berjalan di koridor lantai 2 mengarah ke Aula Besar.

Merasa tidak ada yang menarik, ia memutuskan untuk menutup peta itu. Tepat sebelum matanya menangkap titik bertuliskan nama seseorang yang menjadi pusat perhatiannya pada tahun keenam. Nama Draco Malfoy sedang berdiam diri di Menara Astronomi, tidak bergerak sama sekali. Ia sedikit penasaran mengenai apa yang dilakukan oleh Malfoy di sana. Kalau ia tidak salah, Malfoy ditunjuk menjadi Ketua Murid bersama dengan Hermione. Seharusnya ia berada di Aula Besar.

Namun Harry menyadari suatu fakta yang lebih penting. Apa yang terjadi pada Malfoy dan apa yang ia lakukan di Menara Astronomi saat ini sama sekali bukan urusannya. Dan juga ia tidak ingin mengulang kejadian pada saat tahun keenam, di mana ia dengan tidak sengaja melayangkan kutukan padanya. Sebuah kutukan yang membuatnya memperoleh luka-luka menyerupai sayatan pedang di dada pria itu.

Ia memutuskan untuk menutup petanya, kemudian memutuskan untuk berbaring. Bersiap-siap untuk menjelajahi dunia mimpinya yang selalu dihantui dengan peperangan.

.

.

tbc

Author Note :

hi! feel free to leave critics and suggestions! have a nice day!

The Day We MetWhere stories live. Discover now