|2.2.4| - 2.When Our First Meet ?

19 7 0
                                    

"Kenapa kau hanya diam?" Son Hyunwoo -pria yang membawa paksa Dior- berujar sambil terus menikmati tubuh ringkih sang omega.

Tak perduli dengan isak yang Dior urai, pria bertubuh kekar terus menunggangi tubuh Dior yang mengigit bibirnya kuat-kuat guna menahan rasa sakit di tubuhnya.

"Aku tahu kau menikmati ini, sayang. Jadi mendesahlah, sebut namaku dengan suara merdumu itu" Kekehan menyebalkan Hyunwoo urai diakhir kalimat, membuat Dior semakin membenci pria yang sedang bergerak di atasnya tersebut.

Menikmati katanya? Dior bahkan merasa jijik dengan setiap sentuhan yang pria itu berikan. Jadi bagaimana mungkin gadis itu sudi mendesah untuknya.

"Kau menangis lagi" Satu tetes air mata kembali keluar dari sepasang netra milik Dior.

Mencoba bersikap -sok- lembut, Hyunwoo mengusap air mata itu dengan ibu jarinya lantas mengecup pelan sudut mata Dior.

Jangan berpikir itu membuat Dior merasa terharu, tidak...tidak sama sekali. Semua tindakkan pria alpha itu sama sekali tak membuat benci di hati Dior berkurang. Bahkan kebencian itu semakin menjadi saat geraman rendah lelaki itu bergema di ruangan.

Pelepasan entah untuk yang keberapa kali diknimati oleh pria itu, sedangkan Dior...dia bahkan tak mendapatkan satu kalipun. Dior hanya dibiarkan menjadi boneka pelampiasan dan ditinggalkan begitu saja setelah Hyunwoo dan temannya puas bermain-main dengan tubuhnya.

Beberapa lembar uang Hyunwoo lemparkan ke tubuh Dior, seolah gadis yang kini terbaring menyedihkan di atas ranjang mewah hotel itu benar-benar adalah seorang jalang. Setelahnya, Dior hanya dibiarkan meratapi nasibnya sendiri. Bahkan keduanya tak tahu beberapa menit setelah mereka pergi, sosok Dior nekat menyayat pergelangan tangannya dengan pisau buah yang ada di atas nakas.

Dior berharap kematian bisa mengakhiri semua. Penderitaannya, kesedihannya, dan juga nasib buruk yang terus menyapanya. Dior ingin pergi...pergi dari dunia yang ia rasa begitu kejam padanya.

"Berakhir" Satu kata yang sempat Dior lontarkan, sebelum kesadarnnya gadis itu benar-benar menghilang.

.

|2|

.

|2|

.

|4|

.

"Aku tak menyangka perundingan tentang perjanjian baru akan secepat itu?" Roa berkomentar saat dirinya dan Dior berada di kantin untuk makan siang.

Perjanjian baru yang sudah disetujui hari ini sudah diberlakukan dan hal itu mengundang respon baik dari para pekerja yang mendengarnya. Dior sendiri sudah menduga hal tersebut, jadi gadis Lee itu tidak merespon berita itu seluar biasa Roa.

"Tapi kudengar tuan Jang tidak terlalu senang dengan perjanjian baru itu" Sekedar membangun komunikasi, Dior menimpali ucapan Roa barusan.

"Kau benar, bibi Yang bilang dia seperti tengah mencari kesempatan lagi untuk kembali melakukan protes" Balas Roa.

"Apa dia tidak lelah melakukan itu?" Dior berujar setengah mencibir.

Roa hanya mengendikkan bahu acuh, sambil terus berjalan di sisi Dior. Tak ada percakapan lagi diantara keduanya, hingga sebuah panggilan yang ditujukan untuk Dior, membuat tungkai mereka sama-sama berhenti terayun.

2 2 4 ( Today, Tomorrow, Forever)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang