"Tidak, aku hanya membuat beberapa makanan dan Ratatouille ini," jawab Grahita yang memilih mengambil steak.

"Jangan terlalu formal, Ndi. Kalau kamu nyaman pakai sendok, pake sendok saja," ucapnya lagi pada Gandhi yang tampak masih tak terbiasa dengan semuanya.

Grahita mengambil sendok dan memilih menyingkirkan steak yang hendak ia makan. Ia memilih sop merah yang sempat ia buat tadi.

Grahita juga mengambilkan Ghandi sop merah. Gadis itu juga tersenyum pada Gandhi yang terlihat kikuk.

Sementara itu, Tuan Soeroso memakan makan malamnya dengan tenang dan sesekali menatap interaksi dua anak muda di depannya itu. Tak jarang senyum kecil terbit di bibirnya walaupun terlihat samar.

"Kamu coba dulu deh Ratatouille ini, Ndi, dan katakan apakah enak atau justru aneh. Semoga tidak mengecewakan."

Gandhi yang sudah memakan sop merahnya lalu beralih pada Ratatouille yang sudah diambilkan Grahita tadi. Ia agak aneh dengan makanan itu, namun ia juga penasaran.

Gandhi menyendokkan Ratatouille itu ke dalam mulutnya dan merasakan makanan yang dibuat oleh Grahita.

"Gimana?"

Gandhi langsung tersenyum dan mengacungkan dua jempolnya. "Enak, enak banget malahan. Tidak seburuk yang aku bayangkan ternyata."

Grahita tersenyum dan senang. Ia lega Gandhi menyukainya. Hal ini mengingat laki-laki itu yang tak begitu suka dengan makanan barat.

"Eyang mau makan apa lagi?"

Gandhi tersenyum dalam hati ketika gadis itu peduli dengan orang  sekitarnya. Grahita sekarang lebih terlihat ceria dan bersahabat tentunya. Gadis itu juga peduli dan tampak lebih hangat. Gandhi merasa beruntung melihat momen ini.

Makan malam selesai. Tuan Soeroso memilih pamit karena harus menyelesaikan pekerjaannya. Laki-laki itu juga kembali mengucapkan terima kasih pada Gandhi karena sudah banyak membantu Grahita dalam kasus kemarin.

Kini tinggal mereka berdua. Grahita masih sibuk dengan makanannya. Gadis itu bahkan terlihat lahap memakan makanan yang ada.

"Belum kenyang?"

Grahita mendongak. Ia tersenyum kikuk pada Gandhi. Seketika laki-laki itu diliputi rasa bersalah. Seharusnya ia tak mengingatkanya tadi. Biarlah Grahita makan sepuasnya.

"Emm maksudku, kamu makan saja tidak apa-apa," ucap Gandhi dengan cepat kemudian.

Grahita yang melihat wajah panik Gandhi seketika tertawa kecil. Ia tak menyangka jika respon laki-laki itu akan seperti itu.

"Kamu lucu, Ndi. Aku sama sekali nggak tersinggung. Aku memang ingin makan banyak. Aku kemarin kehilangan banyak berat badan. Semoga dengan makan banyak, aku bisa menaikkannya lagi," tukasnya ringan.

Gandhi mengerutkan dahinya, "Jadi kamu menaikkan berat badan karena ucapan orang lain atau ada hal lain?"

"Beberapa masukkan mengatakan demikian."

"Jadi karena orang lain?"

"Bisa jadi. Aku juga sadar kalau aku terlalu kurus," sahut Grahita ringan.

Gandhi tersenyum tipis. Tak tahu mengapa ia bahagia hanya melihat hal ini. Apalagi melihat Grahita dengan aura yang lebih positif.

"Tapi jika ucapan orang lain membuatmu tak nyaman, kamu boleh tidak mengikutinya."

Ucapan Gandhi langsung menghentikan gerakan mengunyah Grahita. Lalu gadis itu memutuskan untuk menelannya sebelum menyahut ucapan Gandhi barusan.

"Menurutku, terkadang kita harus mendengarkan orang lain jika itu untuk kebaikan kita. Tetapi, aku juga tahu jika menjadi yourself itu penting. Namun kali ini aku memang setuju ketika orang-orang mengatakan aku lebih kurus. Jadinya aku ingin memperbaiki apa yang dibutuhkan oleh tubuhku. Aku begini juga bukan karena orang lain, tetapi juga untuk diriku dan kebaikanku."

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now