"Hp nya?"

"Nah iya. Bener juga. Ini kan hp. Salah satu barang pribadi yang berharga. Kalo cuma ikut gabung sama kita, kayaknya harga penawaran masih untung di senior. Seminggu. Senior gabung selama seminggu. Gimana?"

Al tampak berpikir.

"Tenang senior. Teman-teman saya baik kok. Ramah-ramah trus manis lagi."

Al memicingkan mata memperhatikan Hasa dari atas sampe bawah.

"Manis beneran? Ko mau temenan sama kamu?"

"Pergaulan seharusnya gak mandang fisik. Meskipun dewasa ini, mayoritas makhluk bumi menggunakan fisik sebagai bahan pertimbangan untuk berkomunikasi. Lagian, saya kan manis juga, senior."

Gadis itu mengangguk. "Dari lobang pipet." Melihat ekspresi datar Hasa, Al melanjutkan. "Yaudah Ok. Seminggu. Saya pamit duluan."

Hasa melirik Al dan hp itu bergantian. "Senior!" Sang senior yang baru saja melangkah, berbalik. Hasa menyerahkan benda pipih itu sambil tersenyum membuat Al mengerutkan dahi tak mengerti. "I trust you. Bawa aja."

Al mengambil hp nya.

"Ayo."

"Kemana?"

"Ke apart."

"Sekarang?"

"Lantas, kapan?"

"Besok."

"Senior bahkan gak nanya waktunya. Ntar datang ke apart pas sepi siapa yang harus tanggung jawab?"

Al tersenyum menyadari kebodohannya.
"Yaudah. Pesananmu?"

Hasa mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan dan meletakkannya di atas meja.

"Ayo."

***

Begitu sampai di apartemen, Hasa turun dari motor dan membuka sebelah daun pintu apartemennya yang baru beberapa bulan lalu ia renovasi bersama teman-teman nya.

"Hello guys!" Sapa Hasa tak beranjak dari pintu. "Ada kabar baik. Hari kita kedatangan tamu." Lanjut Hasa membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu berhenti dengan aktivitasnya dan menoleh ke arahnya.

"Silahkan senior."

Al menoleh. "Ah iya. Sebentar." Ia menarik tabung gembok untuk memastikan gemboknya benar-benar terpasang. Lalu memasukkan kuncinya di saku.

Hasa yang masih setia menegang knop pintu membuka pintu lebih lebar dan mundur untuk memberi ruang bagi Al agar bisa masuk.
Al pun masuk dengan langkah ragu. Ia tersenyum kikuk berhadapan dengan orang orang itu. Baru kali ini ia menjadi pusat perhatian banyak orang.

"Hai." Sapa nya.

"Hai kak. Welcome di unity. Ayo masuk." Ujar sherin yang melihat tamunya berdiri didekat Hasa.

"Duduk aja kak. Semua tempat disini udah biasa diduduki sembarangan." Ujar cowok yang sedang sisiran sambil berkaca di cermin lemari bufet.

"Sini aja kak. Bareng kita." Seorang perempuan menepuk-nepuk kursi kosong disebelahnya dengan antusias.

Hasa mempercepat gerakkan nya menutup pintu dan berdiri di sebelah Al. "Sebelum itu biarkan senior Al memperkenalkan diri." Ia menoleh ke gadis disampingnya dan tersenyum mempersilahkan gadis itu untuk memperkenalkan diri.

"Kenalin, saya Alice Chevani. Umur 17 tahun."

"Hai kak Al!!!" Sapa beberapa orang hampir serempak. Al menanggapi dengan senyuman.

"Senior Al ini bakal terus datang ke sini selama seminggu. Jadi kalian harus bisa bikin senior betah." Hasa kembali fokus pada Al setelah mendapat respon anggukan dari teman-temannya. "Senior silahkan duduk disana. Buat diri senior nyaman. Kita mau latihan."

"Apa aku gak ganggu kalian?"

"Sans aja. Anggap aja rumah orang." Ujar cowok bertopi yang langsung mendapat kan pelototan teman-teman nya.

"Semakin rame, kita akan semakin senang, senior."

Al mengangguk. Ia duduk di kursi dan melayangkan pandangan nya ke seluruh ruangan. Ia pernah datang ke tempat ini walau hanya untuk mencari Ivan. Tapi ia tidak memperhatikan ruangan ini. Disalah satu sisi ruangan terdapat hiasan dinding dari polaroid yang bergantungan indah. Ada fotografi pemandangan, foto-foto objek estetik, juga gambar-gambar mereka.
Di antara gambar manusia, yang paling mendominasi adalah empat orang. Dua cewek dan dua cowok. Salah satu dari cowok itu adalah Hasa.

Pandangannya lalu pindah ke papan tulis putih berukuran sedang yang ada dibawah hiasan polaroid. Disana ada tulisan

'Arifin cabe lembek'

Disebelah papan tulis terdapat pajangan seperti jaring dengan celah yang cukup besar. Disana di jepitkan foto-foto yang ukurannya lebih besar, beberapa catatan memo, lalu selebaran seperti cover buku, juga gambar-gambar dengan quote. Mereka semua tersusun tanpa formasi namun terlihat unik. Ditengah ruangan, mereka membuat tempat layaknya mimbar mini. Lingkaran dua tingkat yang sepertinya berdiameter 3m. Tidak terlalu tinggi dan cukup luas.

"Senior." Panggil Hasa yang entah kapan sudah duduk di sebelahnya.

"Hm?" Al yang sempat terperanjat segera menguasai dirinya. "Kenapa disini? Gak ada yang mau diurus?"

"Urusan saya udh kelar"

Al mengangguk. Saat terdengar suara tawa yang mengalahkan suara ribut lainnya, ia menoleh. Tawa keras itu berasal dari seorang cewek berkacamata. Ia tengah duduk dan bermain game Ludo daring dengan tiga temannya.

"Itu namanya Wita. Model pasta gigi. Bisa main gitar, juga comedian. Meski tak berkerudung, dia tercatat sebagai salah satu umat muslim. Terakhir kali saya cek sih itu dua bulan yang lalu. Setelah nya saya gak tau namanya masih ada di list umat Islam atau tidak."

Al yang sebenarnya memiliki humor rendah, ingin sekali tertawa namun karna rasa canggung lebih mendominasi dirinya saat ini, jadilah ia hanya menanggapi ucapan Hasa dengan tatapan ambigu.

"Itu." Hasa mengarahkan telunjuknya cowok dengan hair style belah tengah. Al mengikuti arah telunjuk Hasa. Ia memicingkan mata. Ia masih ingat. Cowok itu tadi yang sedang sisiran. "Namanya Rafi. Baru tamat SMK tahun ini. Paling heboh soal style rambut. Dengan kemampuan nya menata rambut, dia bisa nyulap orang jadi tampak lebih tampan."

Al mengangguk-angguk. Melihat reaksi itu Hasa terkekeh kecil. "Senior percaya sama ucapan saya yang barusan?." Ucapannya dibalas tatapan ambigu oleh gadis itu. "Tapi bisa dibilang gitu sih. Selain itu senior Rafi juga fotografer handal disini. Semua foto disana," Hasa menunjuk arah polaroid dengan dagunya. "...senior Rafi yang ambil."

"Rava datang guys. Udah ready semua kan?" Teriak seorang perempuan mengundang perhatian lainnya. Semua org termasuk Al, menoleh ke pintu. Benar saja, seorang cowok berkacamata dengan jaket maron yang hanya ia singkapkan di kedua pundaknya, masuk dan menutup pintu. Ia mengabaikan tatapan orang-orang yang tertuju padanya dan langsung mengambil duduk di sudut dimana terdapat beberapa alat yang entah untuk apa. Ia memakai headphone dan fokus pada komputer dihadapannya.

Orang-orang yang tadinya sedang tiduran, bermain game, berbincang ria, langsung berpindah tempat. Mereka duduk di kursi yang tersusun rapi. Al menoleh pada Hasa yang masih saja duduk di tempatnya. Cowok itu hanya asik memperhatikan aksi temannya tanpa berniat untuk ikut serta.

Lagi-lagi Al dikejutkan dengan lampu yang tiba-tiba redup.

'apa lagi ini?'



































Haiii readers yang baik hati!


































Kali ini aku cuma nyapa aja hehe
Makasih udah ngevote
Salam dari aku buat kalian semua 💕

-Princess Karen

We Are Unity (Based From True Story)Where stories live. Discover now