Alvaro diam-diam tersenyum miring "bagus deh. Pertahanin. Kakak kayak gitu tu sayang banget sama adiknya"

Suara mobil berhenti di dekat danau membuat keduanya menoleh. Dan ternyata itu Aska, abangnya Lily

"LILY !" teriak abangnya sembari menghampiri Lily dan Alvaro.

"ngapain kamu di sini ?! Aku udah bilang berkali-kali sama kamu jangan keluar tanpa izinku !" bentakan itu membuat Lily takut.

"maaf. Lily bosen di rumah. Abang juga kan nggak ada di rumah" ujarnya.

"banyak alasan ! Pulang sekarang !" Aska menarik paksa Lily.

"punya kakak kok kasar banget" sindir Alvaro membuat Aska berhenti melangkah dan menatap cowok itu tajam.

"bukan urusan kamu ! Ini terakhir kalinya kamu ketemu sama adik saya !".

"kenapa ? Takut ?" tantang Alvaro. Tanpa sadar Aska mengepalkan tangan namun dilampiaskan di pergelangan tangan Lily

"abang, lepas. Sakit..." Lily berusaha melepaskan tangannya.

"kamu diam ! Kamu juga salah !" bentak Aska membuat Lily diam.

"saya nggak peduli kamu kakak seperti apa. Tapi saya nggak suka lihat laki-laki kasar ke perempuan" ujar Alvaro tenang.

Tanpa menjawab, Aska pergi dan tak lupa menyeret adiknya juga agar masuk ke mobil dan mereka pergi

Alvaro tersenyum devil

"emang bener, kelemahan Aska itu adiknya. Well ya... Kita lihat Aska... Kamu harus ngerasain apa yang saya rasain dulu. Saya nggak akan pernah biarin kamu bahagia. Termasuk adik kamu" ujarnya lalu pergi dari danau tersebut.

~•~•~

Lily harus mengobati tangannya yang luka. Gara-gara abangnya meremas tangannya tadi siang, lukanya makin menjadi. Perih memang, tapi tidak sebanding dengan hatinya.

"Lily nggak apa-apa. Nggak terlalu sakit kok" gadis itu berusaha tegar. Lily tersenyum ceria kembali.

Tiba-tiba ada suara di jendela kamar gadis itu. Seperti suara lemparan batu. Lily langsung membuka jendelanya dan melihat ke bawah dari balkon. Ternyata itu... Alvaro.

Tapi untuk apa cowok itu melempar batu ke arah kamar Lily ? Alvaro melambaikan tangan ke arah Lily sebagai tanda.

Lily menggelengkan kepala bahwa dia tidak bisa kebawah. Aska akan marah lagi nanti. Cukup tadi siang. Tidak malam ini.

Alvaro melihat sekelilingnya dan ternyata ada tangga, cowok itu menggunakan tangga untuk naik ke balkon kamar Lily. Dan hap, berhasil. Alvaro sekarang ada di hadapan gadis itu.

"kamu ngapain ke sini ? Kalo abangku tau, dia pasti marah"

"yaudah jangan sampe abang kamu tau. Kita diam-diam aja, biar abang kamu nggak tau"

"aduh... Bukan masalah itunya Al..."

"Varo" koreksi cowok itu.

"iya, Alvaro. Bukan itu masalahnya. Kamu ada perlu apa ke sini tu ?"

"aku cuma mau pastiin kamu baik-baik aja. Soalnya terakhir kita ketemu tadi siang, kamu bilang tangan kamu sakit".

"udah nggak apa-apa. Nggak terlalu sakit juga kok".

"nggak terlalu sakit kok sampe di perban gitu mana belum selesai lagi".

"tadi tu Lily mau obatin, tapi kamu ngelempar batu. Jadinya Lily nggak jadi ngobatin, baru setengah ini".

"eh gitu ? Yaudah sekarang diobatin. Coba mana obatnya ?" tanya Alvaro.

"ada di dalam" Alvaro memicingkan mata jahil.

"kamu mau aku masuk kamar kamu ?" Lily mengerjapkan mata kaget.

"enggak kok. Lagian kan Lily nggak minta" belanya dengan cepat.

Melihat sikap Lily, Alvaro tersenyum geli

"yaudah kamu aja yang ambil. Lagian aku udah tau kok kamar kamu".

"ish, Al..."

"Varo" koreksinya lagi. Setelah itu tertawa karena Lily merajuk.

Setelah mengambil kotak obat dan Lily ingin mengobati tangannya, Alvaro mengambil alih kotak tersebut.

"mau diapain sih kotaknya..."

"sssttt... Udah deh. Biar aku aja yang ngobatin"

"nggak usah Al"

"Varo"

"iya Alvaro... Nggak usah"

"udah diam" Alvaro mengambil alih tangan Lily.

"tangan kayak gini nggak boleh ada luka..." ujar Alvaro sembari mengolesi obat ke pergelangan tangan Lily.

Lily menatap Alvaro polos "emang kenapa tangan Lily nggak boleh ada luka ?"

Alvaro terkekeh. Polos sekali sih paket balas dendamnya ini.

"pokoknya setiap anggota tubuh nggak boleh ada lukanya. Kelihatan jelek nanti"

"ah, aku pikir apa" Alvaro menatap Lily sembari tersenyum

"Lily ?" itu suara ayahnya. Ah bagaimana ini. Lily langsung panik. Sedangkan Alvaro, dia tenang-tenang saja.

"kamu harus turun sekarang. Ayah nggak boleh lihat kamu"

"ayo cepetan"

"nanti kena masalah, Alvaro..."

Alvaro memegangi kedua sisi wajah Lily "iya... Aku turun sekarang. Cepet sembuh, ya"

Setelah mengucapkan itu, Alvaro turun dengan cekatan meninggalkan Lily yang sudah tidak karuan jantungnya.

"Lily, kamu ngapain di situ ? Udaranya dingin, sayang..." ujar Baxter sembari menghapiri anak gadisnya itu

"iya, yah... Itu tadi" Baxter melihat kearah tangan Lily.

"ini, kenapa ini ? Bisa diperban gini kenapa ?" tanya Baxter khawatir.

"nggak apa-apa, yah. Tadi nggak sengaja jatuh terus kena tanah"

"aduh... Makanya yang hati-hati..."

"iya, yah. Lain kali hati-hati kok"

"yaudah. Udah malam, tidur. Besok kamu harus belajar lagi kan" Lily mengangguk sembari tersenyum.

"ayah keluar dulu ya" lagi-lagi Lily mengangguk setelah itu Baxter keluar dari kamar Lily.

Lily menghembuskan napas lega. Untung saja, Alvaro sudah tidak di balkonnya. Tapi tidak bisa dipungkiri, ada rasa yang berbeda saat dirinya berdekatan dengan Alvaro. Rasa... Nyaman.




























Semoga suka ges... Kalo suka vote jangan lupa. Kalo lupa, author ini yang akan mengingatkan.

 Kalo lupa, author ini yang akan mengingatkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Angel Of DarknessWhere stories live. Discover now