Awan Senja by Adina Hariyati

28 12 0
                                    

Story by AdinaHariyati

Hari mulai sore, aku berdecak kesal mendengar pintu kosan ku di ketuk dengan tidak sabaran, seperti rentenir menagih utang. Ku buka pintu ternyata Riri, sahabatku di perantauan. Tumben sekali dia menemuiku di kos, biasanya aku yang bertamu ke kosannya. Saat aku hendak membuka suara, tiba-tiba dia menyela.

"Nanti aja pertanyaannya, gue udah gak tahan, numpang boker ya," ucapnya, lalu berlari begitu saja ke kamar mandi.

Tak lama kemudian muncul Riri sambil mengelus perutnya pertanda lega, dan tak lupa dengan cengirannya.

"Lo habis dari mana sih?" tanyaku penasaran.

"Gue abis mukbang 'menu setan' sama pacar gue. Kebetulan pulangnya lewat sini, pas banget gue mulesnya di depan kosan lo," jelasnya.

"Terus Riko mana?"

"Udah balik. Eh gue nginep di sini ya?" Aku pun mengiyakan.

Aku melirik jendela kamarku yang terbuka, menampakkan sinar jingga yang membuatku terbuai. Aku memang penikmat senja. Bagiku senja mengajarkan bahwa keindahan dan kecantikan tak bertahan lama, juga membawa ketenangan meskipun hanya sekejap.

"Za." Tidak ada respon.

"Zara!" panggilnya dengan nada tinggi dan menepuk pundakku, mebuatku terperanjat kaget.

"Weh pocong maling ayam!" ucapku latah.

"Ngelamunin apaan sih?" tanya Riri.

"Hah? Enggak, cuma keinget Awan aja," jawabku. Awan adalah sahabatku masa kecil. Sudah lama sekali kami tidak bertemu setelah kepindahannya ke Australia. Riri pun hanya ber-oh ria.

"Besok jogging kuy!" ajak Riri antusias.

"Boleh," balasku tak kalah antusias.

Aku pun menutup jendela karena hari sudah gelap. Kemudian memasak seadanya. Maklum, anak kos akhir bulan biasanya keuangannya menipis.

Aku baru saja lulus SMA satu tahun yang lalu. Sebenarnya aku ingin kuliah seperti teman-temanku yang lain, tetapi karena keterbatasan biaya jadi aku mengurungkan niat untuk membicarakannya dengan orang tuaku. Jadilah aku merantau untuk bekerja di sebuah perusahaan, karena aku anak sulung.

"Gimana kuliah lo, Ri?" tanyaku, pasalnya Riri memang kuliah sambil bekerja part time di sebuah kafe.

"Baru selesai UAS."

"Kenapa lo gak coba-coba daftar ikut program beasiswa? Kali aja keterima," tanyanya, membuat impianku yang terpendam menyeruak seketika.

"Nanti gue coba deh, doain aja semoga keterima," jawabku sambil membayangkan suasana kuliah.

***

Sesuai perjanjian tadi malam, kami berdua mulai jogging mengelilingi taman dekat kampus Riri, yang tak jauh juga dari kosku berada.

Setelah beberapa kali putaran, kami pun beristirahat di bawah rindangnya pohon. Tak lama kemudian, Riko--- pacarnya Riri datang menghampiri kami. Lalu basa basi sebentar.

"Ra, gue denger dari tante gue ada pendaftaran beasiswa untuk tahun depan. Lo mau coba ikut?" tanyanya yang memang di ceritakan Riri pasal tadi malam.

Aku berpikir sejenak, kemudian mengiyakan seraya berdoa semoga di lancarkan segala urusannya, dan di terima di Universitas itu.

***

Dua bulan setelahnya, tahun pun berganti. Ada kabar baik yang menyapa pagiku, tiga hari setelah pergantian tahun. Aku di lolos seleksi beasiswa di universitas yang sama dengan Riri. Riri pun tak kalah senang, karena doanya juga terwujud.

Nubar Tahun BaruWhere stories live. Discover now