Part 2 - Kapan Nikah?

Start from the beginning
                                    

"Kamu harus menikah, Nak. Kami sebagai orang tua akan terus memperingatkan hal ini sama kamu. Pernikahan bukan pilihan, yang di mana kamu bebas memilih mau nggak mau iya," terang Abi Irawan pada anak sulungnya itu.

"Iya Sa, kasihan juga sama Akira, dia butuh Papa," tambah sang ibu.

"Abi kasih dua pilihan," usul sang abi kemudian.

"Apa Bi?" tanya Nisa penasaran.

"Dalam waktu dua bulan, kamu sudah harus menemukan pasangan. Jika tidak, Abi sendiri yang akan menikahkan kamu dengan laki-laki lain," tegasnya.

"Enggak Bi, Nisa nggak siap," tolak Nisa.

"Harus!" tuntut sang ibu.

"Nisa nggak mau nikah, Nisa udah nyaman sama kehidupan Nisa, Bu. Nisa bahagia punya Akira," jelas Nisa pada ibu dan abinya.

"Tapi bagaimanapun Akira butuh Papa, kamu nggak kasihan sama anak kamu sendiri? Udah tiga tahun nggak pernah rasain rasanya punya Papa," jelas sang Ibu.

"Nisa tahu, Bu. Tapi Nisa butuh sosok yang tidak hanya menerima Nisa, tapi juga Akira. Kalaupun aku nikah nanti, semuanya hanya demi Akira," tangkas Nisa mencoba memberi pengertian.

"Ya sudah, Ibu serahkan sama kamu saja," pasrah sang ibu.

Ada hal besar yang terjadi dalam hidup Nisa, hingga membuatnya tidak ingin menikah sampai sekarang ini. Masalalu yang kelam dan begitu mengerikan, menjadikan Nisa sebagai sosok wanita berhati dingin. Trauma masalalu telah membawanya pada kehidupan yang terlihat aneh di mata semua orang.

Tak ada alasan kecil mengapa Nisa menjadi wanita berbeda, semuanya bersumber dari masalalu yang benar-benar merubah kehidupannya, bahkan cara berpikirnya. Seakan semuanya telah direnggut oleh masalalunya sendiri.

"Mamaaaa," panggil seorang anak kecil yang berlari begitu girangnya.

"Akira, ya ampun anak mama, dari mana?" ucap Nisa menyambut dan memeluk putri kecil kesayangannya itu.

"Nda ana-ana, adi i amal ama onty," jawab Akira dengan wajah mungil nan menggemaskannya.

Akira Nadiatul Khizani. Putri kecil Nisa, tumbuh besar menjadi anak yang cantik. Meski tanpa kasih sayang dari sosok ayah yang seharusnya menghiasi masa kecilnya.

Akira dikenalkan oleh Nisa sebagai keponakannya. Status Akira yang terlahir tanpa seorang ayah, membuat Nisa dan keluarga menyembunyikan kenyataan ini dari khalayak publik. Orang-orang hanya tahu jika Akira adalah anak dari almarhum saudari Nisa yang meninggal akibat kecelakaan. Mereka tak boleh tahu bahwa Akira adalah anak kandung dari Nisa. Ini harus menjadi privasi dalam kehidupannya.

"Habis maraton spongebob sama anak lo," sahut Faiza Alkasya Nadira. Ia akrab disapa Fafa, adik dari Nisa yang berusia 22 tahun, seorang mahasiswi kejurusan desainer.

"Mama, engen etemu Papa!" rengek Akira, ia sudah seringkali meminta ini pada Nisa, namun Nisa selalu saja tak menggubris permintaannya.

"Sayang, Papanya Kira lagi kerja di luar, jauh tempatnya." Akira menggeleng, merasa tak puas dengan jawaban ibunya.

"Enapa Ila nda elnah iat Papa, hiks," keluh Akira.

"Nanti Mama suruh Papa pulang ya, jangan nangis dong, Sayang. Kira nggak sayang sama Mama, ya?"

"Ayang," ucapnya dengan wajah cemberut, air mata bening itu mengalir di pipinya.

"Ya udah, jangan nangis lagi." Sembari menghapus air mata Akira, "Jangan bikin Mama sedih." Akira mengangguk.

Sang abi dan ibu, hanya pasrah menyaksikan kehidupan anak dan cucunya ini. Mereka pun berharap Nisa secepatnya mencari sosok pendamping sekaligus sosok ayah untuk Akira.

"Nggak semudah itu Bu, Bi. Menikah itu sakral, terjadi hanya sekali dalam hidup. Aku nggak mau prinsip aku berakhir di pelaminan, terus sepanjang hidup aku cuma jadi ibu rumah tangga aja. Ngurus rumah, ngurus suami, ngurus anak. Nisa nggak siap, Nisa lebih suka hidup bebas! Nisa nggak mau dikurung dalam status pernikahan."

"Memangnya siapa yang peduli sama kamu Nisa? Ibu sama Abi cuma pengen Akira punya figur ayah," balas sang ibu.

"Figur ayah? Aku bisa jadi Ibu sekaligus Ayah bagi anak aku, Bu. Aku nggak butuh orang lain!" tegasnya.

"Semua laki-laki itu nggak ada yang bisa dipercaya!" tambahnya.

"Nisa, kamu lupakan masalalu kamu. Terima dengan ikhlas," tutur sang abi memberikan saran.

"Nisa butuh waktu Bi, hidup Nisa udah cukup hancur hanya karena seorang laki-laki!"

Terkadang, kamu perlu maju selangkah untuk bisa hidup lebih damai. Kamu tidak mau terus menerus dihantui masalalu 'kan? Maka dengarkan orang-orang sekitarmu. - Nur Nilang -

The Past (Tamat) ✓Where stories live. Discover now