D u a

107 18 15
                                    

Sudah hampir satu jam aku dan Elma berdiri di sini. Benar-benar Si Kulkas yang tak berperasaan! Setelah memastikan kami menjalani hukuman yang diberi, Pak Adnan beranjak pergi untuk mengajar kembali. Aku mengira ia akan menceramahi ku ... paling tidak suaranya membuatku  tidak perlu bersungut kesal seperti sekarang ini. Nyatanya ia hanya menggiring kami ke lapangan lalu menyerahkan pengawasan kepada Ibu Antik -guru BK-. Bayangkan, sudah perut kosong minta diisi lalu telinga cantikku harus mendengar petuah panjang dari Bu Antik yang terkenal cerewet.

Lengkap sudah kesialan hari ini.

Elma terlihat beberapa kali menyeka keringat yang terus bercucuran. "Gila sih Pangeran Kulkas lu itu! Berempati dikit kek! Udah lapar gini malah dihukum," kesalnya.

Aku mendengus menatap lurus ke arah tiang bendera di depanku. "Gue lupa kalo hari ini doi piket. Lagian Si Kulkas ngapain juga patroli sampe ke sana, ya? Apa karena ikatan batin jodoh kali?"

Tangan Elma menepuk punggungku dengan keras. "Jodoh matamu! Disiksa gini lu masih kepikiran jodoh ama tu Kulkas? Kalo gue sih dah ogah!"

Aku hanya nyengir menanggapi omongan Elma. Tiba-tiba sebuah minuman dingin terulur di depanku. Kuharap itu berasal dari Pak Adnan. Mungkin saja ia menyesal karena membiarkan gadis manis yang nanti akan jadi calon istri masa depannya itu kepanasan di bawah terik matahari. Ketika menoleh ke samping, lelaki muda berpostur tinggi terlihat tersenyum ke arahku. Bukan Pak Adnan.

Sedikit kecewa memang.

'kamu ngarapin apa sama Si Kulkas itu, Qia?'  Aku bertanya kepada diriku sendiri.

"Nih ... gue tahu kalian lebih butuh ini daripada kata 'semangat'," ujar lelaki yang kutaksir kakak kelas atlit basket di sekolahku.

"Anjiiir! Bilang ini mimpi, Qia? Tetiba ada pangeran tampan yang datang ngasih minum ke kita?" Suara Elma terdengar antusias dan segera merebut minuman yang ada di tangan lelaki itu. Akupun melakukan hal yang sama. Segera meminum minuman yang diberi.

"Thanks, Kak. Gilaaa baik banget! Semoga hari lu minggu mulu, yak! Biar bisa rebahan terus," ucapku cengengesan.

Ia terbahak mendengar suaraku. "Lucunya. Jadi siapa nama lu?"

"Gue Qiandra. Kelas 11 ipa 3. Ini Elma," ujarku mengenalkan Elma yang masih menikmati minuman dinginnya.

"Gue Kenio Gatra. Anak ipa juga tapi kelas 12," kata Gatra sembari mengulurkan tangan ke arahku.

"Jadi nama lu Qia."

"Iya, Kak Gatra."

"Kamu cantik, Qia. Mulai hari ini kamu pacarnya Kenio Gatra." ujarnya sembari tersenyum lebar.

Aku hanya melotot ke arahnya karena pernyataan seenaknya. Sedangkan Elma yang mendengarnya terbatuk seakan tak percaya. Apa-apaan ini Ferguso! Jadi dia beri minum kepada aku dan Elma karena ada maunya? Bisa-bisanya juga ia mengucapkan itu sambil tersenyum lagi!

"Gimana, Kak?" Aku yang masih tak percaya kembali menanyakan pernyataan yang ia lontarkan.

"Qia cantik. Jadi Qia pacarnya Gatra." jelasnya kembali dengan tersenyum.

Aku melirik kesal ke arahnya. "Apa-apaan, sih, Kak. Kenal aja gak!"

"Aku Gatra, Kamu Qia. Dan kita pacaran."

"Gak boleh gitu dong, Kak. Bertanya aja gak, gimana bisa jadi pacar!"

Ia menggaet tanganku sembari tersenyum lebar. "Qia mau jadi pacar Gatra titik. Jawabannya cuma yes atau iya."

Aku melepaskan tanganku dengan paksa. "Pertanyaannya mana Bambang!"

"Alhamdulillah keterima."

"Gak ada aku bilang iya!"

P A K  A D N A N [Fast Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang