Dua

6.2K 34 0
                                    

Sasha menatap tangannya yang berada di dalam genggaman tangan Damar. Saat ini mereka sedang berada di ruang tamu rumah Adam, kakaknya Damar. Sejak mereka sampai di sana, Damar tidak pernah sekalipun melepaskan tautan tangan mereka.

“Gandengan mulu dari tadi, kayak truk aja,” celetuk Farhan.

Damar mendelik. “Iri bilang, bos!”

Adam tertawa geli, begitu pun juga dengan semua orang yang berada di ruangan itu.

Di rumah Adam baru saja selesai menyelenggarakan acara untuk ulangtahun anak pertama mereka yang pertama, jadi seluruh keluarga berkumpul di sana untuk merayakannya.

“Siapa yang iri? Gue? Gak mungkin!” sangkal Farhan.

Ya, di rumah itu hanya tertinggal Farhan saja yang belum memiliki kekasih. Entahlah, padahal Farhan sudah cukup umur untuk memiliki pasangan, bahkan istri. Tapi sepertinya pria itu masih betah dengan kesendiriannya, ditambah ia juga semakin sibuk di perusahaan keluarganya, seperti halnya Damar.

“Ngelak aja terus,” kata Damar semakin mengejek.

Farhan memutar bola matanya. “Gue kalem orangnya, eh tahu-tahu besok gue udah nyebar undangan.”

“Bunda malah bersyukur kalau kamu segera menikah, Farhan. Bunda gak sabar dapat cucu dari kamu,” kata Lena.

“Iya, sebentar lagi juga Damar dan Sasha mau menikah, masa kamu belum sih,” kata Rena.

Farhan menghela napasnya. “Bunda-bunda sekalian yang aku cintai dan sayangi, mencari pasangan itu memang mudah. Tapi mencari pasangan yang ingin menerima segala kekuranganku dan menemaniku dalam keadaan apa pun, sangat sulit untuk menemukannya.”

“Bagaimana kalau aku kenalin Abang ke teman aku?” tanya Shafa memberikan saran.

“Gue juga ada temen kalau lo mau dikenalin,” kata Damar semakin gencar menghina ke-jombloan Farhan.

Sedangkan Adam tidak terlalu mempedulikan sekitarnya, ia hanya fokus kepada Saddam, anaknya.

“Gue masih bisa cari pasangan sendiri,” kata Farhan. “Memangnya lo mau  nikah kapan?” tanya Farhan kepada Damar.

Damar mengangkat bahunya. “Masih rencana. Gue belum lamar Sasha secara resmi ke orangtuanya. Lagian Sasha belum lulus dari kuliahnya, dan gue juga masih sibuk di perusahaan.”

Farhan menganggukkan kepalanya paham.

“Lho, bukannya kamu sudah bilang ke bunda kalau kamu mau segera menikah dengan Sasha? Kok masih rencana? Bunda sama Ayah kamu sudah siap kalau harus melamar Sasha secara resmi ke orangtuanya,” kata Rena.

“Iya, Bun. Tapi aku sama Sasha masih sama-sama sibuk. Aku gak mau mencampurkan masalah pekerjaan dengan rencana pernikahanku,” kata Damar.

“Sasha pasti tidak masalah kalau kamu melamarnya dulu. Iya kan, Sasha Sayang?” Rena beralih menatap Sasha yang sejak tadi diam.

Sasha terlihat gelagapan, ia bingung harus menjawab apa. Sebenarnya ia tidak keberatan jika Damar ingin melamarnya terlebih dahulu, apalagi sebentar lagi ia akan sidang kelulusan. Tapi sepertinya Damar tidak menginginkan hal tersebut.

“Yang dibilang Damar ada benarnya, Bun. Kami masih sama-sama sibuk, takutnya ada yang kurang jika kami mecampurkan urusan pribadi kami ke dalam rencana pernikahan kami,” kata Sasha.

Rena menghela napasnya. “Ya sudah kalau kalian berdua sudah sepakat untuk seperti itu.”

Damar berdiri dari duduknya, membuat Sasha juga ikut berdiri. “Kalau gitu Damar pamit dulu, masih ada yang harus Damar urus. Sasha juga sebentar lagi akan ada kelas.”

Good Boyfriend (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang