Izza merasakan pipinya terasa panas sekali ia melirik Gus Faqih yang juga menatapnya.

"Ehm Gu—eh aku mau buka kadonya boleh?"

Gus Faqih mengangguk, "Kita buka bareng-bareng."

Gus Faqih dan Izza mulai membuka satu persatu kado yang telah menumpuk diatas tempat tidur.

Kado pertama yang dibuka Izza berisi Al-Qur'an dari—David dan Zaki. Dua teman jahiliahnya dulu sekarang sudah menjadi santri juga disini. Panjang sekali ceritanya

Ada surat didalamnya Izza mulai membacanya.

Teruntuk pasangan yang telah halal pada hari ini.

Assalamu'alaikum Izza

Maaf ya kita nggak bisa datang langsung. Kita lagi ada diluar kota :) tapi tenang aja do'a kita tetap mengalir untuk kamu yang ada disana.

Al-Qur'an nya bukan buat kamu yaaa jangan geer dulu hehe.

Itu buat Dede bayi kamu nanti:)

Sekian yaa

Wassalamu'alaikum.

Tertanda

David dan Zakki


Izza terkekeh kecil membaca surat itu, Gus Faqih ikut menoleh. "Ada apa?" Izza tersenyum menyerahkan surat itu. Gus Faqih hanya mengangguk lalu kembali melanjutkan membuka kado yang lainnya

Pada kado ketiga yang dibukanya mata Gus Faqih langsung membelalak dan mengucap istighfar.

"Eh kenapa? Kadonya apa?" tanya Izza kepo. Gus Faqih menggeleng tegas.

"Ihh kenapa?"

"Nggak papa."

"Dari siapa Gus?"

"Zidan."

"Kadonya apa?"

Gus Faqih kembali menggeleng kembali menutup kado itu dan menyembunyikannya dibelakang punggung.

Hal itu malah semakin membuat jiwa kepo Izza meronta-ronta.

"Apa sih kadonya? Itu kan juga punya aku."

"Nggak usah dibuka, nggak penting."

"Yahh Gus—"

"Jangan panggil saya Gus!"

"Kenapa nggak boleh? Terus dipanggil apa?"

Gus Faqih menatap Izza lamat-lamat. Izza perasaan kok makin manja ya?

"Terserah kamu."

"Oke mas aja. Mas, Izza pengin lihat kadonyaaa." Izza kembali membujuk ia benar-benar kepo apa isi kado tersebut.

"Beneran pengen tahu?" Izza mengangguk semangat.



"Kalau mas minta dicium dulu gimana?"

WHATT?!



Entahlah kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Gus Faqih.

"Kalau udah dicium boleh lihat kadonya?"

Gus Faqih tersenyum miring. "Iya, emang kamu ber—"




Gus Faqih menghentikan ucapannya saat sebuah ciuman singkat mendarat di pipi kanannya. Dampaknya begitu terasa, menyengat seluruh saraf ditubuh Gus Faqih. Gus Faqih berusaha mati-matian menahan senyumnya.

Gue Santri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang