7: Kesedihan

827 53 2
                                    

"Dit, mbak Cece pergi bentar ya. Kamu sama bibi dulu, okay? Byee!" Pamitku pada Adit lalu langsung keluar tanpa mendengar jawabannya.

Aku berjalan menuju kamar 702.

Kamar Adrian.

Kejadian kemarin membuatku semakin penasaran dengannya.

Memang ia tidak pernah gagal dalam membuatku terkejut.

Sekarang pukul dua belas lewat dua puluh lima, pasti Adrian sudah bangun.

Aku mengetuk pintu ruangan 702, lalu membukanya.

Hening. Hanya ada suara TV yang berasal dari kamar tidur.

Aku berjalan menuju ruang kamar tidur dalam sepi.

"Hai, Dri" Ucapku canggung.

Adrian tengah menonton TV sambil duduk di tempat tidur. Perhatiannya terpusat pada acara di TV, ia sama sekali tidak meresponku.

Apa sih yang sedang ia tonton? Wajahnya sangat serius.

Rupanya Adrian sedang menonton sebuah Channel TV Internasional yang tengah membahas persoalan bisnis.

Terdapat 2 orang bapak-bapak duduk di kursi yang berhadapan.

"Dri, bokap lo!" Ucapku saat melihat bahwa ayah Adrian-lah yang tengah di wawancarai.

Adrian mematikan TV.

"Loh? Kok di matiin?" Tanyaku heran, bukannya seharusnya ia senang melihat ayahnya di televisi?

"Gak guna" Adrian meletakkan remote TV di atas meja di samping tempat tidurnya.

Aku menatapnya heran, apa maksudnya?

Adrian membalas tatapanku, mukanya jengkel. Aku mengalihkan pandanganku.

"Kok lo gitu sih?" Tanyaku.

"Emang gini, maunya gimana?"

"Terserah lo"

Aku berjalan menuju jendela, membuka tirai.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Adrian.

Matahari tidak menampakkan cahayanya, langit mendung dan sepertinya hujan akan turun.

"Mau jenguk lo, emang gak boleh?"

Adrian tidak menjawab, ia berbaring sambil menutup mata di atas tempat tidurnya.

Aroma sup tercium, Adrian belum memakan makan siangnya. Aku melihat nampan makannya yang masih penuh di atas meja makan pada saat masuk tadi.

"Lo belum makan ya?"

Adrian masih tetap mengabaikan ucapanku, aku tau dia tidak tidur karena dari tubuhnya yang terlihat tegang.

"Makan, Adrian! Lo mau sakit terus? Lo harus liat betapa pucetnya diri lo. Emangnya lagi pengen makan apa sih? Sini gue beliin deh"

"Yaudah. Beliin gua greentea churros di pasar santa"

"Terus apa jaminan lo bakal makan makanan lo?"

"Gua makan dua suap dulu depan lo"

"Gak mau, lima suap baru gue beliin" Kataku.

Dan Adrian benar-benar memakan 5 suap nasinya.

~*~

Green tea churros telah di tangan, setelah setengah jam perjalanan akhirnya aku sampai kembali di rumah sakit.

Pintu lift berdenting terbuka, kakiku langsung melangkah kearah kamar 702.

Maafin mbak Cece ya, Dit. Bukannya ke kamu, malah ke Adrian. Hehe.

UntitledWhere stories live. Discover now