[HTMO] 27 - The day after

Start from the beginning
                                    

Melihat bagian itu, rasanya bukan seperti seorang Dinan yang profesional pada kliennya. Lebih kepada seorang lelaki yang sedang melindungi perempuannya. Berlari kecil mengiringi bercak hujan dimana mana.

Biya melamun sebentar sebelum itu. Payungnya diterjang angin yang kencang dan membawa payung itu bersama hembusan angin - angin yang lain. Dia kedinginan, tapi lobby jaraknya hanya beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Dia tidak terlalu kehujanan, basah sedikit, hatinya yang luntur.

***

Lala memberikan pesan bahwa nanti siang akan banyak client VIP akan bertamu ke kantor mereka. Client yang cukup penting ini biasanya dia adalah yang selalu menggunakan jasa yang dikelola oleh kantor ini, dan mempromosikannya pada pembisnis yang lain.

"Biya, tolak ang-!!"

Jemmi berhenti saat Biya masuk ke ruangannya. Pundak Biya cukup basah untuk bisa dibilang sebagai pakaian normal yang layak dikenakan di dalam ruangan ber-AC.

"Kenapa basah? Hujan hujanan? Ke supermarket tapi gak beli payung." Celoteh Jemmi.

Dia memberikan Biya handuk hangat yang ada di tangannya.

"Gak jadi pake handuk gue?"

"Tadi Lala udah bawa, punya Jeno. Yang lo pake punya Lala."

"Lalanya mana?"

"Prepare, bakal ada tamu VIP kesini."

Biya mendecak, "se VIP apa sih? Presiden? Menteri?"

Dua pasangan yang cukup berumur terlihat tiba di pintu lobby depan. Biya menjatuhkan kedua matanya bagai ke perut. Dia terperanjat saat tau tamu VIPnya adalah orang tua Dinan. Dia langsung berlari kencang tanpa perduli pundaknya basah dimana mana.

"Tante!" Biya berteriak dan merapihkan rambutnya cepat, menghampiri keberadaan Mamihnya Dinan.

Bertolak belakang. Perempuan itu melirik pada suaminya di sebelahnya. Tatapan tajam menerka penglihatan Biya sebelum jauh untuk dapat memeluk Mamihnya Dinan.

"Kok tumben kesini?" Sapa Biya.

Mamihnya Dinan masih menunjukan sikap ramah, baik, lembut, dan sopannya kepada Biya. Tapi, Biya rasa tak sedekat itu yang dia tunjukkan saat ini, tidak seperti sebelummya.

"Pak, Bu .. Mari duluan," ajak Ayahnya Dinan. Kepada pasangan berumur di sebelah mereka. Biya merasa didiamkan untuk beberapa saat.

"Sebentar, odi mana?" Tanya perempuan yang ada di sebelah Biya. Sementara sebelahnya Biya di sisi yang lain adalah Mamihnya Dinan.

"Mams! Odi disini!"

Wanita yang tak sengaja dilihatnya dari belakang dan kini tampak depan membuat Biya menjadi canggung dengan situasi ini. Bagaiman tidak, Dinan tidak menggubris kehadiran dirinya, sementara wanita yang bernama Odi itu, tubuhnya penuh dengan jas yang cukup besar yang dapat membungkua tubuhnya dari hawa dingin di luar.

Nametag bertuliskan 'Kayla Alodie' menunjukan identitasnya secara tidak langsung.

Bertukar pandangan hanya sebentar. Biya hanya bisa mempersilahkan mereka masuk ke ruang tunggu dan meninggalkan dua keluarga itu bersamaan di dalam sana. Bersamaam dengan Dinan, lelaki yang sudah dia tunggu - tunggu selama 3 hari berturut turut itu.

"Ganti pakaiannya, pakai kemeja gue" ucap Renja cukup tegas.

"Jangan, gue nggak mau ngerepotin."

Renja mendecak sebal dan buru buru melebarkan kemejanya dan memakaikan asal ke tubuh Biya. "Lo yang ngerepotin kalo sakit. Ngerti kan maksudnya?"

Kemeja yang cukup lebar itu di terbangkan ke kepala Biya, sehingga rambut gadis itu tertutup semua dan Biya malah menggunakan kemeja itu sebagai penutup kepalanya bagai anak kecil pemeran film Masha and the Bear.

"Thank u Ja!" Balas Biya dengan gaya imutnya, sementara Renja dengan ucapan amit - amitnya kepada Biya, sebagai bahan untuk menggodanya.

"Udah lama Pak berdiri disitu?"

Spontan, Biya langsung mengarahkan dua bola matanya kepada pintu ruangan mereka yang tidak tertutup. Biya tidak tau kalau Dinan sudah berdiri disana sejak tadi.

Dinan pergi tanpa kata dan tanpa berlama lama. Kedua kecanggungan mereka makin bertambah. Belum lagi kecurigaan Biya pada wanita itu.

Harinya makin sulit saat hujannya belum mau berhenti. Dia bersantai sebentar di kantin dan meneduhkan kepalanya di atas meja. Cokelat panas yang dia pesan bahkan hanya diminum seteguk dari setengah jam yang lalu. Berbagai macam pikiran berlalu lalang di kepalanya.

Bahkan sekarang dia merindukan Dinan yang belum lama menemaninya saat masa - masa dukanya. Disaat kehilangan sang Kakak, dan kehilangan semua perhatian dari Mas Taranya. Dia merasa kosong, hampa, tanpa satupun yang mengerti dirinya.

Rasanya dia mau menumpahkan air matanya sembari mengikuti alur hujan yang terus menerus tak berhenti. Dia melihat celah kaca jendela yang berbentuk oval di sisi kanannya dekat dengan tempat duduknya.

"Katanya Dinan punya pacar Mih?"

"Iya punya, cewek yang tadi itu yang di depan."

"Yang bajunya basah tadi?? Yang di depan itu??"

"Jangan ngaco kamu, Dinan nggak pernah pacaran sama dia." Sahut suami wanita yang duduk di depan dua wanita itu.

"Jangan larang hak anak, mereka berhak punya pilihan masing - masing," sahut lelaki yang ada di sebelahnya.

"Toh? Mereka kalau nggak bisa bahagia, mereka pincang sebelah, mereka bakal balik lagi ke orang tua kan? Jadi saya nggak ada salahnya untuk menentukan wanita pilihannya, itu juga untuk masa depan dia Mas. Lagipula Odi juga anak baik, manis, kemaren baru lulus dari L.A kan Mas?"

"Odi juga cumlaude kemaren, anak saya itu mandiri banget, bahkan dia nggak kangen Ayah Ibunya. Iya kan Mbak Odi?"

Perempuan itu menyisir lorong jalan untuk pergi ke kantin, sehingga ia langsung mendengar perkataan Ayahnya.

"Dia kan kangen temen masa kecilnya. Dinan, makanya dia pulang." Ucap Mamihnya Dinan dengan santainya. Bersamaan itu, Dinan menyadari kehadiran Biya, duduk membelakangi mereka semua, dan mendengarkan apa yang tengah dibicarakan.




















Kalo aku double up, ada yang masih nungguin kah?

Kalo aku double up, ada yang masih nungguin kah?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
How to Move on ─ TaeyongWhere stories live. Discover now