(3) rescue

212 23 2
                                    

Luke Hemmings

.

.

Kali ini aku yang duduk di belakang setir mobil Ollie. Ollie masih terguncang dengan fakta bahwa ibunya sudah berubah jadi mayat hidup yang biasa disebut-sebut dengan kata zombie. Aku pikir aku tidak akan menyebut mereka zombie, kedengarannya lebih baik kusebut dengan kata Corpse. Lebih terdengar terhormat karena dulunya mereka juga sama seperti dengan aku atau Ollie, yaitu manusia biasa.

Ollie menunduk dan kedua telapak tangannya sudah menutupi wajah. Poni rambutnya menjuntai dan dari isakannya aku tahu dia menangis. Sulit untuk Ollie menerimanya, aku mengerti. Ibunya adalah satu-satunya keluarga yang dimiliki Ollie. Ayahnya sudah lama bercerai dari ibunya dan tinggal di luar kota dengan kakak Ollie.

"Aku turut menyesal, Ollie." kataku pelan. Mungkin Ollie tidak mendengarku karena suaraku bersahutan dengan deru mesin mobil. Aku juga tidak tahu harus berkata apa untuk menghibur seorang teman yang baru saja kehilangan orangtuanya.

Ollie mengangkat wajahnya, ia terlihat sangat terpukul. Matanya sembab dan ada bekas-bekas air mata di sudut matanya. "Terima kasih, kawan. Mungkin sekarang aku hanya punya kau." kata Ollie dengan senyum seadanya.

Mau tak mau aku juga membalas senyumannya. Ya, dia hanya memiliki aku, tetangga sekaligus sahabatnya yang kini menjadi satu-satunya keluarga yang dimiliki Ollie. "Ollie, kalau begitu kita harus pulang ke rumahku, aku harus membawa Paman Ed dan Bibi Ellie keluar dari kota atau kita bakal jadi korban selanjutnya." jawabku memperhatikan jalanan di depanku.

Hiruk pikuk kota semakin terasa ketika semua orang berlalu lalang dengan panik. Para Corpse yang terlihat di beberapa tempat membuatku bergidik ngeri. Bagaimana kalau mayat-mayat hidup itu sudah tiba di rumahku? Apa Paman dan Bibi bisa mengatasinya?

"Hei, Luke," panggil Ollie. "Kalau kita menemukan yang seperti itu lagi, kau harus bidik tepat di kepalanya."

Aku manggut-manggut paham. "Ya, kau harus tahu saat aku menembak di dadanya mereka tidak jatuh, Ollie! Benar-benar gila!"

Aku dan Ollie mungkin harus membicarakan lebih jauh lagi tentang Corpse setelah membawa Paman Ed dan Bibi Ellie. "Kita harus tahu kelemahan mereka, Luke," kata Ollie seolah bisa membaca pikiranku. "Apa rencanamu saat sudah sampai di rumah nanti?"

"Aku akan menjemput Paman dan Bibiku sementara kau mengambil senjata milik Paman Ed di tempat yang sudah kau kenal sekali," kataku sambil membayangkan rencana ini akan berjalan mulus. "Nanti kau ambil secukupnya dengan ranselku ya. Sepertinya kita tidak bisa membawa semuanya. Bawa saja peluru yang banyak."

"Kuharap nasibmu tidak berujung sama denganku." Suara Ollie terdengar bersungguh-sungguh dan aku jadi takut dengan nasibku jika berujung sama seperti Ollie.

Sesampainya di komplek perumahanku, aku bisa melihat banyak yang sudah bergegas dengan mobil-mobil mereka. Sepertinya pihak kepolisian sudah memperingatkan warga kota dan memerintahkan untuk mengungsi dari kota yang sudah terinfeksi ini. Aku kira hal seperti ini hanya akan terjadi di film yang biasa kutonton bersama Ollie atau hanya permainan PlayStation yang kami mainkan hingga larut malam.

Aku memarkirkan mobil di depan rumah dan segera turun. Ollie berusaha menyamai langkahku yang terburu-buru. Aku tidak mau kehilangan satu detik dengan percuma di saat-saat genting seperti ini, saat-saat yang bisa menjadi terakhir kalinya aku melihat Paman dan Bibiku.

"Tolong!" jerit suara wanita dari dalam rumah. Suara Bibi Ellie. Suara itu memicuku untuk mempercepat langkah dan mencari Bibi Ellie.

Teriakan itu terdengar lagi. "Tolong!"

outbreak (l.h.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang