(6) knife

171 19 0
                                    

Luke Hemmings

.

.

"Jangan melamun seperti itu, Lukey. Kau sudah siap belum?"

Suara Ollie membuyarkan lamunanku. Aku bersandar ke badan mobil yang akan membawa kami kembali ke kota sebentar lagi. Ya, pasti gila memutuskan untuk kembali ke Greenlake. Kata 'gila' sudah tidak asing untukku dan Ollie. Kami rela melakukan hal yang dianggap gila kalau itu untuk kebaikan kami berdua.

Ollie berdiri di hadapanku untuk menunggu jawaban. Wajahnya dipenuhi rasa ingin tahu dan membuatku ingin mengenyahkannya karena sudah menghalangi pandanganku. "Ya, aku sudah siap sejak tadi. Aku daritadi menunggumu begitu lama."

"Menungguku atau gadis yang berada jauh di belakangku itu?" Ollie memiringkan tubuhnya sehingga aku mampu melihat dari jauh gadis berambut merah yang sedang mengobrol dengan seorang laki-laki, itu kakaknya.

Aku mengernyitkan dahiku bingung. "Maksudmu Kelly?" Yang berada jauh di belakang Ollie hanya sepasang kakak beradik itu dan beberapa pria. Tidak ada perempuan lain selain Kelly.

"Katakan saja padaku. Aku mengenalmu sudah lama dan aku tahu bagaimana kau kalau tertarik dengan seseorang." goda Ollie lagi. Kalau saja ia bukan sahabatku, sudah babak belur mukanya karena menggodaku. Kalau menyebalkan seperti ini Ollie sering lupa tempat dan waktu. Ini bukan saatnya bercanda. Tidak di saat dunia sudah dipenuhi mayat berjalan seperti sekarang.

"Aku hanya takut saja kakaknya menghambat kepergian kita dan menyalahkanku karena sudah mengajaknya pergi." kataku jujur. Tapi kenyataan sesungguhnya memang seperti itu. Aku tidak menyukai gadis itu seperti yang dibayangkan oleh Ollie. Tidak terlintas sedikit pun di otakku untuk menaruh hati pada Kelly.

Ollie tersenyum dengan jahil dan menaik-naikkan alisnya. "Kau jangan pura-pura begitu. Kalau kau tertarik dengan seseorang kau kan memperhatikannya dari jauh seperti sekarang," Tawa kemudian menyela kalimat Ollie. "Baguslah kalau kau sudah menyukai orang lagi, dunia terasa jadi lebih normal untukku."

Aku memutar kedua bola mataku sambil mendesah saat Ollie berlalu dengan tawa yang keras. Kalau diteruskan untuk mendebat Ollie rasanya percuma saja, ia sangat keras kepala sampai-sampai batu dilemparkan ke kepalanya pun akan pecah. Ya ampun, aku berlebihan sekali.

Langit musim panas seolah menertawakanku karena ia bersenang-senang dengan menampakkan kecerahannya dalam kadar yang cukup tinggi, sementara aku harus bersiap untuk menantang mautku, yaitu kembali ke kota. Semoga saja mayat pamanku belum ada yang memindahkan. Aku sudah berjanji kepada Bibi Ellie untuk menguburkannya sebuah lahan kosong yang bebas dari Corpse.

Aku tidak menyadari Kelly sudah berada di depanku sejak... Sejak kapan? Aku tidak melihatnya berjalan ke arahku. Mungkin aku saja yang terlalu fokus menengadahkan kepalaku memandang langit.

"Cukup cerah untuk memulai perjalanan kan?" katanya setelah memergokiku tidak menyadari kedatangannya.

Aku mengembangkan senyum. "Ya. Hari secerah ini tidak boleh dilewatkan bukan?"

Ia mengangguk pelan. Mulutnya terbuka seolah ingin menyampaikan sesuatu tapi ia mengatupkannya lagi. "Ada apa?" tanyaku padanya.

"Tidak." jawab Kelly.

"Beritahu saja padaku." kataku dengan tenang. Aku ingin ia mempercayaiku layaknya seorang teman pada umumnya.

"Tidak, aku hanya teringat dengan rencanaku yang seharusnya kulakukan hari ini, kalau saja tidak ada kekacauan seperti ini terjadi," Ia menatap ke ujung sepatu kets yang ia kenakan lalu mendongak lagi ke arahku. "Tapi, ada yang lebih penting hari ini kan? Aku akan menemui ayahku." Dari suaranya aku tahu ada secercah harapan yang berusaha ia samarkan. Diam-diam aku berharap juga ia akan menemukan ayahnya agar upaya yang akan kami lakukan tidak sia-sia.

outbreak (l.h.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang