Chapter Fourteen [Last Chapter]

1.6K 146 36
                                    

Avery menemukan dirinya di sebuah tempat dingin. Sekelilingnya berwarna putih ketika tiba-tiba, ia merasakan seseorang menyentuh tangannya dan semuanya menjadi jelas. Harry.

"Kau sudah bangun?" tanya Harry. Bau alkohol dan obat-obatan segera memenuhi penciuman Avery yang membuatnya sadar bahwa ia sedang berada di rumah sakit.

"Apa yang terjadi? Aku pingsan?" tanya Avery yang membuat Harry terdiam. Seperti kilat, semua ingatan itu kembali lagi. Ibu Avery meninggal. Avery tersenyum tipis sementara sebulir air mata menetes dari matanya. Harry berdiri untuk memeluk Avery namun segera ditahan oleh tangan Avery.

"Jangan."

**

Tepat sehari setelah kejadian di rumah sakit.

Avery memutuskan untuk menguburkan Ibunya di kampung halaman Ibu Avery, New York, Amerika.

"Kau tidak perlu pergi sekarang, Haz. Aku tahu kau perlu mengurus beberapa hal lagi di sini. Kau bisa datang besok karena Ibuku akan dikuburkan dua hari lagi," jelas Avery sebelum masuk ke dalam pesawatnya.

Rencana ini terlalu mendadak. Harry belum sempat meminta izin pada bosnya untuk cuti dan mempesiapkan barang.

Tepat setelah mengantar Avery ke bandara, dan beberapa peluk dan cium, Harry langsung pergi ke tempatnya bekerja dan meminta cuti lebih cepat lagi. Setelah itu, Harry memesan tiket secara online dan bersiap-siap. Harry mengambil tiket pesawat yang dijadwalkan besok.

Setelah semua barangnya siap, jam masih menunjukkan pukul 2 siang. Harry mengingat bahwa ia belum makan lalu segera pergi ke sebuah rumah makan cepat saji. Selama makan, pikiran Harry tidak henti-hentinya melayang ke keadaan Avery.

Apa yang sedang dia lakukan?

Apa dia baik-baik saja?

Apa dia masih rajin meminum obatnya?

Bahkan belum ada setengah hari Harry tidak bertemu Avery dan dia sudah sangat khawatir. Pesawat Avery saja belum mendarat.

Harry menyesap airnya setelah selesai makan lalu berdiri dari tempat duduknya. Dia berjalan ke arah mobilnya lalu duduk. Dia tidak menyalakan mesin. Dia bingung akan pergi ke mana.

Waktu seolah berjalan sangat lambat hari itu. Harry muak dengan semuanya. Dia meninju stir mobil dengan keras lalu menyalakan mesin mobil.

Semuanya terasa kacau. Ingin rasanya segera pergi menyusul Avery, namun dia sudah terlanjur membeli tiket yang dijadwalkan besok. Harry menyalakan radio yang memutarkan musik favorit Avery. Tiba-tiba, perasaan buruk menjalar di tubuh Harry ketika membayangkan Avery.

Harry menatap kosong sejenak lalu menggelengkan kepalanya.

'Pasti hanya perasaanku saja,' batin Harry.

Bingung akan ke mana, Harry memutuskan untuk berdiam diri di rumahnya.

**

Avery sedang menatap kosong melalui jendela pesawat. Dia lelah. Dia ingin istirahat.

Untuk selamanya.

Dia kehilangan kedua orang tuanya. Dia masih berumur 16 tahun. Dia tidak memiliki saudara. Yang dia miliki hanya Harry Edward Styles seorang.

Sudah tidak terhitung berapa banyak air mata yang keluar dari matanya namun dia tidak mau berhenti. Semuanya sudah berubah. Beberapa kali Ibu yang duduk di sebelahnya menawari Avery makanan ringan dan menanyakan keadaannya, namun, Avery sedang tidak ingin mendengar basa-basi orang lain sehingga Avery mengabaikan Ibu itu.

breath↘h sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang