23 | Jarak

8.7K 990 116
                                    

Kamar Aksa tetap rapi. Hanum melangkah ke rak, lalu menyelipkan buku yang tempo hari dia pinjam ke tempatnya semula berada.

Aksa masih sibuk menelepon seseorang di lantai bawah. Suaranya sayup-sayup terdengar di telinga Hanum. Sepertinya urusan penting. Maka dari itu, Hanum tadi menawarkan diri untuk mengembalikan buku lelaki itu sendiri ke kamarnya.

Hendak membalik tubuh, pandangan Hanum terpaku pada sebuah buku yang berada paling pojok. Buku itu menarik dengan sampul cokelatnya yang terbuat dari kulit. Ada tali cokelat yang melilit buku tersebut agar tidak terbuka. Pada bagian tengah buku, tergantung sebuah hiasan kecil berupa roda kemudi kapal.

Tangan Hanum meraih buku tersebut. Perasaannya bimbang. Dia sangat ingin membukanya, penasaran apa yang ada di dalam buku yang menarik itu. Tapi kalau dia membukannya, itu tandanya dia lancang walau Aksa sudah lama dikenalnya.

Rasa penasarannyalah pun yang menang. Hanum membuka buku tersebut. Kertasnya sudah agak menguning karena usia. Dan pada halaman pertamanya, tertulis "Punya Aksa!".

Jantung Hanum berdegup lebih kencang. Namun, dia tetap melanjutkan membuka halaman selanjutnya. Ternyata isinya berupa sketsa-sketsa buatan tangan Aksa. Dan buku itu ada sejak lelaki itu sekolah melihat tahun yang ada di setiap gambar.

Sketsa-sketsa yang ada di sana sungguh mengagumkan, tidak dipungkiri. Ada sketsa seorang anak perempuan berkuncir kuda membawa balon di bangku taman, ada sketsa seorang penjual kacang rebus di pinggir pasar malam, ada sketsa bangunan tua.

Di dalam buku jurnal Aksa, juga terdapat beberapa foto yang tentu hasil jepretan lelaki itu. Halaman yang tertempel foto sebuah halte bus, membuat Hanum enggan mengalihkan pandangan. Ada yang menarik perhatiannya. Tulisan yang tertera di bawah foto halte bus tersebut.

Dia menarik.

Surabaya, 2005

Sepertinya tidak mungkin yang dianggap Aksa menarik adalah halte bus-nya karena sungguh biasa-biasa saja. Modelnya sama dengan halte bus pada umumnya. Mendadak, Hanum teringat Aksa pernah membahas tentang cinta pertamanya yang seorang gadis penyayang kucing. Dan dia bertemu gadis itu di halte bus. Mungkin gadis itulah yang dimaksud Aksa di tulisan ini.

Mengernyit, Hanum merasa halte bus tersebut tidak asing untuknya. Begitupun dengan letak tanaman-tanaman hias di sekitarnya. Setelah memerhatikan dengan saksama, barulah dia ingat. Halte tersebut adalah tempat dirinya dulu sering menunggu bus. Tepatnya saat masih sekolah.

Hanum menelan ludah. Ususnya mendadak seperti diremas oleh perasaan tidak enak. Dia juga ingat. Dulu, dia sering sekali memberi makan kucing-kucing jalanan di halte tersebut setelah pulang sekolah.

"Di halte bus. Aku nggak sengaja ngelihat dia ngasih makan kucing-kucing jalanan. She is a good girl. Dan itu yang buat aku tertarik sama dia."

Perut Hanum semakin melilit mengingat ucapan Aksa malam itu. Kepalanya menggeleng kuat. Tidak. Tidak mungkin yang dimaksud Aksa dirinya. Pasti ada gadis lain yang suka memberi makan kucing-kucing jalanan di halte bus tersebut.

Dengan perasaan masih kalut, Hanum membuka halaman berikutnya, berharap bisa menemukan jawaban atas siapa sebenarnya gadis itu. Tapi, dia lagi-lagi hanya menemui sketsa-sketsa yang hanya diberi keterangan kota dan tahun. Sampai saat Hanum merasa tidak akan menemukan informasi yang dia inginkan, halaman berhenti pada sebuah foto tentang kondisi dalam bus? Tulisan yang ada di bawahnya, membuat Hanum kontan terperanjat.

Namanya Hanum Banowati.

Surabaya, 2005

Tangan Hanum bergetar. Dadanya diselimuti sesak. Ternyata memang dia cinta pertama Aksa. Dialah gadis penyayang kucing itu!

Loveisble | ✔️ (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang