7 | Stopkontak

9.6K 1.1K 38
                                    

"Aku benar-benar beruntung bisa dipertemukan dengan wanita secantik kamu."

Bukannya tersipu karena sudah dipuji begitu, Hanum malah tertawa. Kata-kata manis yang terlontar dari mulut Kenzo menurutnya benar-benar sudah mainstream. Tapi, wanita lain mungkin akan segera tersipu malu saat mendengarnya. Karena sosok lelaki yang mengucapkan kata-kata manis yang mungkin sudah termasuk rayuan gombal itu, wajahnya sudah seperti pahatan patung dewa-dewa Yunani.

Awal bertemu tadi Hanum sampai mengira Kenzo adalah seorang bintang film. Namun, ternyata tidak. Lelaki yang merupakan teman Ganita dan sekaligus pasangan kencan terakhirnya itu berkerja di perusahaan ayahnya yang bergerak di bidang otomotif sebagai marketing.

"Kayaknya ada yang lagi ngegombal nih," ucap Hanum pada lelaki di depannya yang sepertinya bukanlah gay. Maklum, Hanum takut jika di hadapkan oleh seorang gay lagi. Ralat. Bukan Hanum, tapi Aksa.

"Aku serius, Hanum. Nggak lagi ngegombal. Kamu itu nggak hanya cantik, tapi juga smart. Jarang ada wanita seperti kamu," timpal Kenzo yang lagi-lagi melempar senyum manisnya pada Hanum.

"Thanks." Hanum mengukir senyum.

"Galak gitu dibilang cantik," bisik Aksa tak kentara di sela-sela menyeruput milkshake vanilanya.

Sanggup mendengar sederet kalimat tak mengenakan tersebut, Hanum tanpa isyarat apa pun langsung menginjak kaki Aksa. Namun, bukan Aksa yang menjerit kesakitan melainkan Kenzo. Sadar telah salah sasaran, Hanum memucat. Sementara Aksa, menahan tawa dan menyamarkannya dengan menyeruput milkshake lagi.

"Sori, sori. Aku nggak sengaja." Hanum memasang wajah bersalah. Mana mengira kaki Kenzo yang justru terinjak olehnya.

Kenzo melempar senyum. Lagi. "Nope, Darling. Aku nggak apa. Kakiku kamu injek terus setiap hari aja aku nggak kebaratan."

Hanum menarik napas dan menahan agar tak memutar mata jengah. Dia cukup tahu diri untuk menghargai Kenzo. Walau tak suka dengan rayuan gombal yang mampu membuat telinganya gatal setengah mati itu, Hanum tak mungkin menanggapi perkataan manis Kenzo dengan ucapan sarkastiknya. Nilai kesopanannya masih terlalu sayang untuk dia buang percuma. Alhasil, dia pun tersenyum dan hanya mengucapkan, "Kamu bisa aja."

Ponsel Aksa berdering. Dia mengambil dan melirik layar ponselnya sekilas, lalu permisi keluar ingin menjawab panggilan telepon. Selepas Aksa berlalu, Hanum memilih sibuk memakan spagetinya. Tidak tertarik membuka orbolan.

Kafe yang mereka tempati bertambah detik semakin ramai. Para pengunjung sepertinya tidak ingin melewatkan malam minggu di awal bulan ini. Bertepatan dengan jarum jam yang menunjuk angka delapan, Kenzo menghentikan kegiatan makannya. Dia memandang Hanum. Mungkin mulai merasa bosan dengan keterdiaman wanita di depannya.

"Kamu kok diem aja? Aku jadi makin kamu buat lumer tahu," celetuk Kenzo yang langsung membuat Hanum beralih dari piring spagetinya.

Hanum menatap Kenzo datar. "Lagi laper. Makannya diem."

Kekehan keluar dari mulut Kenzo. "Kamu gemesin, ya. Kalau lagi laper malah diem." Dia lalu bersendang dagu di meja. "Oh, iya. Minggu depan aku sama keluargaku mau liburan ke Maldives. Kamu ikut, ya. Aku pengen banget ngenalin kamu ke mama. Mamaku pasti seneng ketemu kamu."

Sebelah alis Hanum terangkat. "Kamu ngajak aku? Nggak salah?" tanyanya menunjuk dirinya sendiri, tak mengerti dengan jalan pikiran Kenzo.

Mereka berdua belum lama mengenal. Masa Kenzo sudah berani mau mengajaknya bepergian ke Maldives. Sudah lama kenal pun saja Hanum masih skeptis menerima tawaran itu.

"Iya, ngajak kamu," jawab Kenzo, mengangguk-anggukkan kepala. "Nggak ada yang salah, dong. Kamu kan, mau aku kenalin ke mama sebagai calon istri."

Mata Hanum menyipit. Hidungnya mampu mencium bau ketidak beresan di sini. Sepertinya, Kenzo punya niat terselubung padanya.

Hanum menggeleng. "Sori, aku nggak bisa ikut."

"Kenapa? Kamu nggak mau ketemu sama mamaku?"

Hanum sudah mau buka suara untuk tetap menolak ajakan lelaki itu. Namun, seorang wanita tinggi semampai bak model majalah mendadak datang menghampiri meja mereka, dan langsung menuangkan kopi di kepala Kenzo. Napas tertahan di tenggorokan, Hanum membelalakkan mata dan menutup mulutnya yang setengah terbuka.

Wanita bak model itu mendelik geram ke Kenzo yang tengah mengaduh kepanasan.

"Gini ya, kelakuan kamu? Setelah ngehamilin aku dan janji mau nikahin aku, sekarang kamu berani-beraninya berduan sama cewek lain!" ucap wanita itu dengan nada tinggi yang praktis mengundang perhatian para pengunjung kafe lainnya.

Kenzo yang terlihat geram setengah mampus, lalu mendongak. Namun, matanya mendadak melebar seolah mengenali wanita itu. Dia bergerak seperti salah tingkah. "Eh, kalo ngomong jangan ngaco! Ngapain pakek ngehamilin kamu segala! Kenal aja enggak!"

Satu tamparan melayang di pipi Kenzo. Terlalu kerasnya sampai kafe mendadak hening.

"Dasar bajingan! Kamu tega pura-pura nggak kenal aku. Kenapa? Kamu takut ditinggalin selingkuhan kamu ini?" Wanita itu menunjuk Hanum sengit.

Tak menyangka ditunjuk seperti itu, Hanum hendak mengonfirmasi bahwa dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan mereka. Namun, Kenzo sudah mendahului Hanum dengan mencengkram kuat tangan wanita bak model itu. Lalu menariknya ke depan sembari melotot geram. Hanum berdiri kaget. Aksa datang dan dengan gesit melepaskan tangan Kenzo dari tangan sang wanita yang terlihat memerah setelahnya.

"Jangan jadi pengecut yang beraninya cuma sama wanita," ujar Aksa menatap tajam Kenzo yang terlihat sudah ingin makan manusia.

Tak terima, Kenzo menarik kerah baju Aksa. Siap melayangkan tinju yang spontan membuat para pengunjung kafe dan juga Hanum memekik. Hanum bahkan memekik paling heboh. Semenyebalkannya Aksa, dia tetap tak ingin melihat lelaki itu terluka karena baku hantam.

"Mas, mas, tolong jangan bertengkar di sini!" seru dua orang pelayan kafe yang berusaha memisah keduanya dengan menarik tubuh Aksa dan Kenzo ke arah berlawanan.

Hanum mengambil handbag dan segera menghampiri Aksa yang terlihat tenang, dan berbicara pada pelayan yang tadi menarik tubuhnya agar melepaskannya. Aksa sendiri pun tampak tak ingin baku hantam dengan siapapun saat ini.

"Are you okay? Ada yang luka?" Hanum memerhatikan leher Aksa gelisah. Dia tahu Kenzo tadi menarik kerah baju lelaki itu sangat kuat. Dan siapa tahu Aksa terluka karena hal itu.

Aksa tersenyum menenangkan. "I'm okay."

Walau sudah diberi tahu begitu, Hanum masih ngotot. "Leher? Tadi aku lihat dia narik kerah bajumu kuat, Sa," tuturnya hendak mengulurkan tangan menyentuh leher Aksa.

Namun, Aksa menghentikan gerakan tangan Hanum dengan menggenggamnya. Lembut. Perasaan asing mendadak menyerang Hanum. Dia merasa seperti ada energi listrik yang mengalir lewat interaksi tersebut.

Aksa menatapnya sambil menurunkan tangan wanita itu. "Aku nggak apa. Mending kita pulang. Nggak usah ikut acara kencan buta kayak gini lagi."

Membiarkan ucapan Aksa hanya sekadar lewat di telinganya, Hanum mengerutkan dahi sangat dalam. Tadi tangan Aksa atau stopkontak, sih? Kok bisa nyetrum gitu?

Memilih mengabaikan hal itu, Hanum mengatakan pada Aksa bahwa dia harus meluruskan semuanya. Dia harus menjelaskan pada wanita bak model itu bahwa dia bukan selingkuhan Kenzo.

***

Aku kembali ke cerita ini :D

Semoga suka :)

Loveisble | ✔️ (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now