Part 7

204 26 106
                                    

Jiyeon telah menghunuskan pisau itu ke perutnya sendiri.

Seungho membatu. Sejak melihat kejadian mengerikan itu hingga saat ini, matanya belum juga berkedip. Ia bakan sepertinya tidak sadar ketika darah Jiyeon menyiprat wajah dan kemejanya.

Detik selanjutnya, kelopak mata Jiyeon berayun tertutup dan tubuh gadis itu ambruk ke belakang dengan suara yang keras.

Seungho langsung tersadar. "Jiyeon!!!"

Ia berteriak histeris sebelum menghampiri tubuh terlentang gadis itu dan berusaha membangunkannya. Seungho meletakkan kepala Jiyeon di atas pahanya sambil terus menguncangkan tubuh tak bernyawa itu.

"Park Jiyeon, bangunlah!" seru Seungho dengan air mata yang mulai menetes. "Maaf... Maafkan aku..."

Seungho mengelus pipi dingin Jiyeon dengan jemarinya, tak memedulikan darah Jiyeon yang juga merembes ke pakaiannya. "Semua ini salahku. Akulah yang salah. Karena itu, buka matamu!"

Jika saja ia tahu akhirnya akan seperti ini...

Jika saja Seungho tahu bahwa Jiyeon akan mengambil keputusan itu...

Ia tidak akan melakukan hal nekad tadi.

Namun, penyesalan di akhir tidaklah berguna. Seungho tak bisa berbuat apa-apa melihat tubuh terkulai Jiyeon.

"Maaf. Maafkan Oppa-mu yang bodoh ini, Jiyeon-ah. Kumohon buka matamu!" Seungho benar-benar panik saat ini. Jika ini adalah kasus yang terjadi pada manusia, ia tentu akan menelepon 119. Namun, karena ini adalah insiden supranatural–dunia yang baru akhir-akhir ini ia ketahui ada–Seungho sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang.

BRAK!

Tiba-tiba saja pintu belakang terbuka dengan bantingan keras.

Kim Myungsoo terhenti di ambang pintu ketika melihat suasana dapur yang justru lebih mirip ruang operasi. Ada begitu banyak darah di lantai dan setelah melihat kondisi Seungho serta Jiyeon, ia sudah dapat menduga.

Setelah ditelantarkan di tempat parkir, Myungsoo sama sekali tak memiliki semangat untuk mengikuti kuliahnya. Berulang kali ia berusaha mengusir bayangannya tentang sang kekasih yang saat ini sedang bersama saingannya. Pikirannya selalu melayang pada Jiyeon dan Seungho.

Beribu pertanyaan muncul seperti: Apakah keduanya bersenang-senang? Apa yang mereka lakukan bersama? Hingga pada akhirnya rasa itu tak bisa ditahannya lagi. Myungsoo masuk ke dalam mobilnya dan melaju ke rumah keluarga Yoo. Dan di sini lah ia sekarang.

Lelaki itu menghambur masuk untuk menghampiri gadisnya. "Jiyeon!"

Myungsoo beralih ke Seungho yang masih memangku kepala Jiyeon dengan kalut. "Apa yang terjadi?"

Seungho membuka mulut tapi tak bisa mengatakan apa-apa. Ia kehabisan kata-kata untuk menjelaskan. Dirinya masih terlalu syok dengan apa yang disaksikan kedua matanya beberapa saat lalu.

"Apa yang kau lakukan?!" bentak Myungsoo tanpa memedulikan air mata Seungho. Ia sudah berusaha menahan kemarahannya setelah melihat kondisi Jiyeon yang bahkan belum juga membuka kedua matanya hingga saat ini. Sungguh, Myungsoo ingin membunuh Seungho atas apa yang terjadi pada Jiyeon tapi dengan susah payah ia menahan keinginan tersebut. Mendapatkan bentakan keras jelas bukan apa-apa.

Bukannya Seungho takut untuk mengatakan yang sebenarnya di depan seorang vampir yang sedang marah, tapi ia benar-benar sedang tak bisa menjawab pertanyaan yang bertubi-tubi. Jangankan bertubi-tubi, pertanyaan sederhana seperti siapa namamu? saja mungkin tidak bisa dijawabnya. Benaknya dipenuhi kekhawatiran akan kondisi Park Jiyeon.

The ChoiceМесто, где живут истории. Откройте их для себя