Chapter 2

409 31 0
                                    

Music Festival Award (MFA) akan diadakan kurang lebih 1 minggu lagi. Ini merupakan ajang yang bergengsi untuk para musisi, karena penilaian yang dilakukan bukan sepenuhnya dari voting fans, namun penilaian juga datang dari board of judges yang terdiri dari kritikus musik dari dalam negeri. Hal ini membuat acara award ini lebih dipertimbangkan dan dianggap kredibel dibandingkan acara award lainnya. 

Group yang dipimpin Dimas (enamhari) dan Aruna (rintik.hujan), termasuk group yang jarang datang ke acara bergengsi seperti ini. Maka dari itu saat mereka tau bahwa mereka diundang sebagai salah satu nominasi dan juga performer, mereka merasa sangat terhomat. Secara pasar, mereka sebetulnya cukup 'nanggung'. Mereka berada di label yang bereputasi cukup baik, namun tidak seterkenal artis dari label besar lain, tapi tetap saja mereka lebih dikenal dari artis atau group musik indie. 

Namun apapun situasinya, Dimas dan Aruna punya pemikiran yang sama. Mau laku atau enggak, selama mereka bisa terus menulis lagu, membuat musik untuk para penggemarnya, dan terlebih lagi jika musik mereka bisa memberikan pengaruh positif untuk yang mendengar, it's actually enough. Goal lain yang mereka kejar sebagai leader di group mereka masing-masing adalah kebahagiaan para member-membernya. Selama semua member mampu mengembangkan bakatnya di bidang musik, baik secara individu (solo project) atau bersama group, it's also enough for them.

Dimas, yang baru saja selesai check sound untuk perform di MFA 2020, berencana untuk makan makanan box yang disediakan oleh para crew. Sebelum check sound Dimas sempat melihat Aruna dan Aji di ruang tunggu, ia pun berencana untuk mengajak mereka makan bareng. 

**

Waiting Room, Venue MFA, 14.00 

Terlihat Aji yang stress menceritakan kondisi timnya (tujuhbelas) karena isinya adalah 13 lelaki-lelaki multitalenta nan labil yang hampir semuanya takut menyatakan perasaanya ke orang yang mereka suka. Aji sebagai orang yang paling cuek urusan ginian, selalu kena getahnya karena semua orang curhatnya ke dia.

"Gue nggak paham gitu loh, like ngomong aja lah gitu ngaku aja kalau mereka demen sama orang. Ceweknya diambil orang aja baru tau rasa lu semua." kata Aji seraya ngedumel. 

"Ji, lo tau nggak sih, ada loh alesan kenapa orang-orang kayak gitu gamau ngomong. Banyak pertimbangannya. Lo kalau pernah ada di posisi ini juga pasti ngerti kok." kata 

"Ah, so you're talking about yourself"kata Aji sambil tersenyum. 

"Sial hahaha, but ya kurang lebih begitu."

"Lo sendiri kenapa kak nggak pernah ngaku."

Dimas yang sudah membawa 3 box makan siang, berhenti sejenak di pintu masuk waiting room. Dimas melihat 2 orang ini lagi ngomong serius, dia pun mengurungkan niatnya untuk mengajak mereka makan.

"Ribet Ji. Nara itu temen gue, dari SMP. Ya bukan bestie banget tapi gue deket dan cocok lah ngobrol sama dia."

Dimas tertegun. 

'Kenapa jadi ngomongin Nara?' tanya Dimas dalam hati. 

"Gue pun tau kok awal dia jadian dan pacaran sama Dimas. Ya gue ngeliatnya cocok, dan gue juga fine-fine aja."

"Terus kapan lo sadar lo sayang sama Dimas."

"Pas gue tau Nara selingkuh. Disitu gue nangis aja gitu tiba-tiba. Bukan kepikiran Nara, tapi kepikiran Dimas. Gue baru sadar kalau ternyata gue nggak bisa liat dia disakitin kayak gitu."

'Shit.'

'Aruna, lo ngomong apa sih.'

"Ya tapi gini loh, itu kejadian udah sebelum kalian debut. Ini udah mau 5 taun lebih dan Nara juga udah married. So what's holding you back sih. Gue nggak ngarep lo jadian kak, gue cuman mau lo jujur sama dia dan diri lo sendiri."

"Gini deh Ji, gimana coba rasanya punya temen yang sayang sama temen lo sendiri. I don't know about you but for me I'll back off. Gue gak mau ikut campur urusan orang, karena mereka berhak bahagia. Dimas pun selalu melihat dia sebagai "the one", lo tau sendiri dia feelingnya suka kuat dan susah banget dibantah. Di sisi lain, rasa sayang gue juga nggak bisa ditipu cause it just happens."

"Even sekarang udah married?"

"Itu lain cerita. Sejujurnya gue emang ada niatan untuk ngomong setelah Nara married. Setelah gue kelar showcase lebih tepatnya, gue mau showcase gue maksimal, nggak ketempel sama urusan ini itu yang menye-menye."

"Showcase lo kapan sih kak?"

"Minggu depan Ji."

"Hmm, kalau misalkan tiba-tiba dia ngajak lo pacaran gimana kak?"

"Hahaha nggak mungkin. Tapi yang jelas, justru gue nggak mau."

"Lah anjir nggak jelas lo."

"Bukan Ji, gue tuh apa ya.. capek. Capek sama perasaan ini sendiri. Berapa taun gue berkutat sama ginian doang. Untung gue ga sampe stress atau yang gimana banget."

"Tapi sekarang lo gimana?"

"Udah nggak papa."

"Dia tuh nggak tergantikan ya?"

"Kata siapa?"

"Wait... Bentar.. Gue rasa ada sesuatu yang bisa membuat lo move on"

"Hah apaan?"

"Lo lagi deket sama Radit ya?"

"..."

"HAHAHA NGAKU LO KAK!"

"Udeh ah apaansih."

"Eh sumpah tapi gue happy sih kak, Radit tuh baik banget asli. Cocok sama lo."

"Ya iya emang gue ngerasa cocok juga so far.."

"OMG akhirnya lo bisa stop dikatain tukang galau. Gatega anjir gue. Lo udah kayak kakak gue sendiri. Pengen gue geplak itu orang-orang yang isengin lo mulu. "

"Hahaha ya ampun Ji gue sama Radit juga belum ada apa-apa kok."

"Alaaah but soon kan! "

"Hahaha berisik ah."

Ingin rasanya Aruna bilang 'bukan, bukan Radit yang membuat gue move on. Tapi diri gue sendiri'. Mau dikasih orang sebaik, seganteng, sedewasa apapun, nggak ada yang bisa gantiin Dimas di hati Aruna. Tapi Aruna sudah terlalu lelah, capek dengan semuanya. Ia bertekad untuk mundur dari semua ini.

Dimas terdiam mendengar semua percakapan itu. 5 tahun. 5 tahun Aruna menjadi tempat dimana Dimas cerita tentang Nara. Wanita yang ia cintai walaupun sudah menyakitinya dan membuatnya buta. Dimas buta kalau orang yang tulus menyayanginya adalah orang yang selama ini tidak pernah lelah mendengarkan keluh kesahnya dan selalu ada disisinya. 

'Bego lo Dim.'

Home (Park Sungjin)Where stories live. Discover now