Chapter 1

947 43 1
                                    

Aruna mengenakan liontin pemberian ayahnya sebagai sentuhan terakhir dari penampilannya hari ini. Hari ini adalah hari yang spesial, setidaknya untuk Nara, teman yang Aruna kenal sejak SMP. Dibilang sahabat ya bukan sih, tapi akrab kok. Nyambung kalau ngobrol.

Nara ini orangnya cantik, dan suaranya bagus banget. Tapi Nara nggak pernah mau jadi penyanyi, Nara cuman hobi nyanyi di acara-acara tertentu, atau bahkan mungkin sebatas di acara keluarga. Di sisi lain, ini juga yang membuat Dimas jatuh cinta sama Nara. Dimas selalu mengimpikan punya pasangan yang bisa diajak nyanyi berdua.

Singkat cerita, Dimas akhirnya punya hubungan spesial dengan Nara. Tapi Aruna nggak tau dan Aruna pun nggak terlalu peduli, hidup-hidup mereka, karena menurutnya as long as they're happy she's happy. Aruna pun baru mengetahui tentang hubungan ini 5 bulan setelah mereka jadian.

Sampai akhirnya 2015, Dimas bilang bahwa dia akan debut dengan groupnya.

"Run, gue debut nih tahun ini." ujar Dimas.

"Dim, gue juga!"

"Serius? Akhirnya ya.. Gue happy banget loh ini."

"Sama, gue juga."

"..."

"..."

"Tapi Run,"

"Hm?"

"Menurut lo worth it nggak sih untuk merelakan apa yang lo sayang demi mimpi lo?"

Aruna termenung. Bukan pertama kalinya Dimas nanya hal-hal random kayak gini ke dia. Dimas dan Aruna tuh ibaratnya kayak kembar cewek cowok. Sifat mereka betul-betul banyak yang sama, apalagi kalau lagi leader mode. Dari gaya briefing, konten briefing, sampe cara tos sebelum manggung aja sama. On the other hand, mereka juga punya sifat yang berbeda 180 derajat. Contoh paling sederhana, Dimas ini orangnya keras kepala, batu banget, sedangkan Aruna orangnya ngalahan, dan nggak enakan sama orang. Namun somehow yang membuat mereka cocok berteman dan bertukar cerita adalah hal-hal yang seperti ini, karena disatu sisi mereka sama, namun disatu sisi mereka bisa saling melengkapi dengan perbedaan sudut pandang yang mereka punya.

Balik lagi ke pertanyaan Dimas, worth it nggak ya?

"Tergantung Dim."

"Maksud lo Run?"

"Hm gimana ya, intinya gini deh, lo coba bayangin lo relain yang lo sayang, dan lo kejar mimpi lo. Terus, lo balik, bayangin pertahanin apa yang lo sayang, dan relain mimpi lo. Pilih yang mana?"

"Yang pertama."

"Wow, sebuah jawaban yang pakem."

"Lah beneran Run."

"Tapi ini konteksnya apa?"

"Ya gue kan mau debut."

"So?"

"Gue harus putus sama Nara."

Hm, bener juga. Di industri hiburan dan musik tempat Aruna dan Dimas mencoba memulai karirnya, perihal seperti pacaran atau dating ini merupakan hal yang membingungkan. Banyaknya kontroversi dan skandal pada artis mereka sebelum-sebelumnya, membuat banyak perusahaan atau label tidak menyarankan artisnya untuk memiliki hubungan dulu. At least untuk 2 sampai 3 tahun pertama. Memang nggak ada aturan tertulis untuk ini, tapi ini sudah menjadi general rules yang diketahui oleh para artis baik yang sudah memulai karirnya atau mereka yang baru saja memulainya. 

Mereka bisa saja melanggar. Belum jelas juga apa konsekuensi jika mereka melanggar hal ini. Tapi kenyataan bahwa perusahaan mengeluarkan modal cukup besar untuk mereka, harapannya mereka bisa menjaga image mereka dengan baik. Salah satunya dengan mengikuti saran perusahaannya, untuk tidak memiliki hubungan atau berpacaran terlebih dulu. 

"Lo udah ngomongin ini sama Nara?"

"Udah."

"Kata dia apa?"

"Dia mau gue yang decide, karena menurut dia gue yang lagi dilema. Dia ngikut aja harusnya."

'Gue yakin Nara lebih paham Dimas. Tapi entah kenapa gue punya feeling bahwa Dimas akan memilih jalan yang pertama. Mengejar mimpinya dan merelakan Nara.' kata Aruna dalam hatinya. 

"Terus lo maunya gimana?"

"Kayaknya gue harus putus sih, demi member gue dan mimpi gue juga.."

'See?' 

"Tapi gue mau abis ini reda, dan kalau karir enamhari fine-fine aja, gue akan balikan lagi sama Nara. Bahkan kayaknya nggak perlu nunggu 3 tahun sih."

'Ah iya lupa, tipikal Dimas orangnya setia banget.'

"Hm yaudah good kalau gitu, yang terakhir jangan lupa tuh diomongin sama Nara. Biar kalian satu persepsi."

"Iya, thanks ya Run."

"Sama-sama Dim"

**

Uluwatu, Sabtu, 11 November 2019

HP Aruna berdeing - Incoming call from Adimas Wirjawan Bastian.

"Halo?" sapa Dimas di ujung telfon. 

"Hai Dim." jawab Aruna. 

"Run, lo dateng?"

"Iyalah Dim, gimanapun juga dia kan temen gue. Lo gimana? Lo diundang?"

"Enggak sih."

"..."

"..."

"Dim, are you okay?"

"Ya complicated sih Run, tapi overall nggak papa, as long as she's happy I'm happy."

'Kenapa sih Dim, jadi orang baik banget. Udah tau dia nyakitin lo, masih aja sayang sama dia.' ujar Aruna dalam hatinya. 

"Oke kalau gitu, let me know aja kalau lo butuh something."

"Thanks Run."

"Yes, sama-sama."

Aruna menyudahi percakapan tersebut dan melihat ke kaca sekali lagi, baju, make up, dan rambut semuanya  sudah oke. Tapi, ada satu yang cukup mengganggu, mata dan mulut Aruna tiba-tiba bergetar seakan sedang menahan tangis.

'Kenapa ya saya harus sayang sama Dimas'. 

Home (Park Sungjin)Where stories live. Discover now