Dibalik Cinta Pak Indra

161 4 1
                                    

"Saat hatimu terluka, maka ingatlah mungkin ada terselip kelukaan hati seseorang karenamu. Ada baiknya mengingat kembali sejenak apa yang pernah kita perbuat hingga kita pun mendapatkan hal yang sama."

Keadaan Lika berangsur membaik, Lika meminta maaf kepada Anne dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.

Anne pun tidak berdaya untuk memberikan kesempatan lagi kepada Lika.

Kejadian malam itu membuat semua keluarga Lika terpaksa untuk tidur di rumah Lika dan Anne hingga waktu yang belum bisa ditentukan, tidak terkecuali urak yang sangat ketakutan melihat Lika.

Anne pun sama hal nya dengan Urak, jantungnya berdegup kencang, takut kalau tiba-tiba saat dia tertidur, Lika kambuh dan mencekik lehernya. Tapi ketakutan itu pun berangsur berkurang dengan bantuan waktu.

***

Senin pagi di sambut oleh rintik hujan yang manja. Kesejukan menghiasi salah satu kota panas di Indonesia. Kewajiban harus dilaksanakan, Anne mengingat kembali jalan menuju sekolah Madrasah yang pastinya tidak mudah untuk dilalui, ingatannya kembali pada sisi lainnya, jika dia tidak masuk maka gaji yang tidak seberapa juga akan berganti menjadi tidak ada. Seragam coklat sudah melekat di tubuhnya begitupun dengan Lika.

"Ayok nek, berangkat!" Lika menepuk pundak Anne yang tengah asik meratapi rahmat Allah yang patut di syukuri.

Anne terkejut dan tersenyum masam. "Aku malas berangkat bo! Badanku masih gak enak jatuh semalam tu!"

"Aku jugak sebenarnya, pasti becek kali jalan kan? Mobil tengki pun pasti gak punya otak, nyiprat-nyiprat!" balas Lika.

"Apa kita gak usah masuk?" tambah Anne.

"Jalan pelan-pelan aja kalian! Jangan gak masuk! Lumayan ngisi absen, gaji klen jalan, paling jugak gak ada anak murid ujan-ujan kek gini!" Paman Musa berteriak dari teras rumahnya. Dia melihat raut wajah Anne dan Lika yang tidak ingin berangkat mengajar.

Anne dan Lika saling bertatapan dan mengangkat bahu. Mau tidak mau, mereka harus membuang rasa malas sejauh mungkin.

***

Dengan baju yang sedikit lembab, dan sepatu yang berubah menjadi warna kuning, tugas harus dijalankan dan dengan murid yang hanya segelintir.

Tujuh orang murid kelas 10 sudah berbaris di depan pintu bersiap untuk masuk sembari mencium punggung telapak tangan Anne.

"Assalamu'alaikum anak-anak!"

"Wa'alaikumsalam Ibu Anne!" serentak anak-anak dengan semangat walau air yang tumpah semakin menjadi.

"Hari ini kita ndak usah belajar, kalian coba tulis apa cita-cita dan alasan yang masuk akal atas cita-cita itu. nanti tolong di kumpul ke kantor habis jam pelajaran, Ibu tunggu!" jelas Anne.

"Yes!" semua siswa senang bukan main mendengar tugas yang di berikan oleh Anne.

Hal itu adalah jurus yang di lakukan para guru saat-saat seperti ini. Cuaca yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan materi. Bagaimana tidak, penjelasan demi penjelasan akan menjadi nyanyian menjelang tidur bagi mereka.

Para pengajar lain pun sama, ada yang tidur di kantor, handphone, membaca novel dan bermain dengan laptopnya.

Nikmat Allah yang Maha besar, hujan tak kunjung berhenti hingga dzuhur, sementara Anne harus mengajar lagi di sekolah menengah.

"Assalamu'alaikum"

Refleks para guru berdiri, Anne yang masih berbalut telkung pun membalas

"Wa'ala-" kalimat Anne terhenti melihat sosok Pak Indra ada di bingkai pintu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 04, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Air Mata AnneWhere stories live. Discover now