Pillihan

483 10 2
                                    

            Ujung Batu Rokan menjadi pemberhentian akhir bus Pinem, Anne dan Lika. Dua gadis yang memulai persahabatan semasa kuliah, Anne yang terkenal dengan kepintaran dan kepiawaiannya dalam memahami dan menyikapi masalah, bertolak belakang dengan Lika yang gegabah dan mengambil jalan keluar dari suatu masalah atas persepsi yang di benarkan oleh penilaiannya.

Dua sahabat yang memutuskan menjalani kehidupan jauh dari keluarga, tepatnya itu untuk Anne, karena tempat itu sebenarnya sudah menunggu saudara kandung dari ibunya Lika.

Petapahan, desa kecil di daerah Riau yang menjadi awal kisah untuk Anne.

Kursi yang tepat di belakang bapak supir, siapa yang tau hati seseorang, Anne yang sangat pintar menyimpan sendiri masalahnya, selalu melontarkan tawa, walau terkadang keadaan lebih pantas menertawainnya. Tapi itulah dia, dia selalu memberikan warna cerah bagi orang di sekitarnya. Dia tidak pernah mempedulikan perasaannya. Sama seperti kali ini. Bukan keinginannya, tapi karena rasa simpati terhadap Lika yang membutukannya sebagai mentor dalam mengajarkan ilmu kepada para anak didik.

Mereka berdua baru lulus dari sekolah tinggi ilmu keguruan, mengadu nasib di perantauan tidak menjadi masalah besar bagi Anne yang memang mempunyai watak dan pola fikir yang keras dan cerdas. Anne tertawa terbahak saat supir menggodanya dan mengatakan kalau raut wajahnya itu menunjukkan kalau dia akan menjadi seorang yang besar dan punya kedermawanan tinggi, dia hanya berfikir, hanya Allah yang berhak mengatakan itu. Lika melengos dan membalikkan punggung menatap keluar yang hanya tersisa pekatnya malam.

                                                                                    ***

Dua bulan sebelum mereka ada di dalam bus bersama, tepatnya sidang kelulusan untuk mereka. Anne ditetapkan menjadi mahasiswi terbaik dengan nilai teratas.

Bukan untuk kali pertama Anne menjadi pemenang dalam hal kepintaran. Sorak-sorai tepuk tangan peserta sidang pertama dalam bulan Januari menggisi ruangan kubus bernuansa putih.

"Selamat Anne Juliyanta " salah satu dosen menjulurkan tangan kanannya kearah Anne. Anne meraihnya dengan hangat.

"Fikirkan tawaran saya." Anne membalasnya dengan senyuman. Pak Dedi seorang dosen yang mengetahui kepintaran Anne dan langsung mengajaknya bergabung menjalakan sekolah yang sudah lama dikelolanya. Sudah dua semester, ajakan Pak Dedi hanya dibalas oleh Anne dengan kalimat "tunggu lulus ya pak, mau fokus skripsi dulu."

"annee..anneee..." seorang gadis menarik dan memeluk Anne dengan eratnya.

Sambil melompat Anne membalas pelukan itu. Lika, sahabat yang Anne dapatkan sejak pertengahan semester lima. Kedekatan mereka adalah sesuatu yang tidak pernah diduga oleh mereka berdua. Berawal dari hubungan yang terbilang sangat biasa berubah menjadi sahabat sejati yang tak terpisahkan. Hari itu mereka menghabiskan waktu dalam kemenangan, walau Lika tidak sepintar Anne, tetap saja nilai Lika tidak buruk. Disamping menjadi teman dekat sang juara, Lika juga adalah anak dari salah satu dosen dari kampus mereka. Jadi tidak mungkin angka menjadi hal yang menakutkan bagi Lika.

Berfoto dengan delapan anak Prodi Pendidikan Matematika, lengkap menjadi sepuluh dengan Anne dan Lika. Bersalaman dengan para dosen pembimbing dan penguji.

"Selamat. Kalian telah menjadi seorang Sarjana. Saya berharap kalian bisa menjadi pendidik yang membanggakan negara, mengubah karakter anak bangsa menjadi lebih baik."

Sepenggal isi pidato Bapak Rektor. Diakhir acara, para peserta sidang bersalaman dengan Rektor sebelum meninggalkan ruangan. Anne dan Lika sengaja menunggu hingga akhir, karena mereka tidak terlalu suka dengan kerumunan.

Air Mata AnneWhere stories live. Discover now