Terkuaknya Kebenaran

121 6 0
                                    

Ketulusan akan menghantarkan kita pada satu keadaan dimana tidak ada rasa keinginan yang berlebihan untuk mendapatkan sesuatu.

Ayam jantan berkokok menyeru sang fajar. Dua rakaat beserta satu salam selesai di kerjakan oleh Anne. Sementara tiga sosok yang masih pulas diatas ranjang mungkin masih membuat satu nuansa di alam mimpi.

"Udah siap Sholat nek?" Lika menguap lebar seraya mengangkat kedua tangannya tinggi.

Anne tersenyum simpul. "Kau dah bangun? Aku bikinkan teh?"

"Gak usah, aku aja yang bikin!" Lika menuruni ranjang besi.

Pemandangan yang sudah tidak pernah tampak di depan mata. Anne dan Lika berbincang hangat.

"Kau jangan sakit-sakit napa bo!" Anne membuka perbincangan dengan satu seruputan teh pekat tapi penuh kenikmatan.

"Siapa pulak yang mau sakit! Kau pun lucu lah!" Anne sedikit ketus.

"Eh nek! Hubunganmu sama Mayda udah sampek mana? kau dah pacaran sama dia? Kau tadi malam kencan ya sama dia?"

Anne langsung menceritakan kajadian semalam secara runtut. Lika sedikit terkejut mendengar penjelasan Anne.

"Maaf ya Nek, kau semalam di marahin sama Paman Musa, padahal dia yang seharusnya tanggung jawab sama kesehatan kita." Lika terlihat menyesal tidak membantu Anne saat semalam.

Kebiasaan Anne yang tersenyum simpul saat sahabatnya sudah menyadari kesalahan dan mengakuinya.

"Tapi Nek-" Lika seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia ragu untuk mengeluarkan kalimat.

"Kenapa Bo?" tanya Anne curiga.

"Emm..." suara Lika tersendat.

"Kenapa? Cerita aja lah, kau ini lah."

"tapi kau jangan marah ya?" Lika masih sedikit ragu.

Anne mengangguk pelan.

"Sebenarnya mamak Mayda itu-"

"Kenapa mamak Mayda? Mamak Mayda yang bikin kau jadi kayak gini?"

Lika menghembuskan nafas. "Mamak Mayda itu jahat nek!"

"Jahatnya?" tanya Anne datar.

"Dia itu pernah bunuh orang!"

Anne sangat terkejut. Dia mematung dengan bibir menganga.

"Aku pun baru tau dua hari yang lalu. Itupun aku dengar cakap Paman Musa sama Bibi Sena. Habis aku dengar, ya aku tanyak lah langsung sama Paman Musa. Aku pun ragu sebenarnya mau bilang sama kau, takut kau marah."

Anne masih belum sadar sepenuhnya, dia menatap kosong di hadapannya.

"Aku bukan gak sukak nengok kau dekat sama dia nek! Masalah kau mau dekat sama siapa, itu kan urusan kau, lagipun kau pun udah dewasanya, gak mungkin lah aku ngatur-ngatur hidup kau! Ya cuman, kau pikir lah!"

"Nta-nta-ntar, maksudnya mbunuh? dan... bunuh pake apa gitu?" Anne mencoba mencerna kalimat demi kalimat yang di lontarkan Lika.

"Ya itu dia, kayak dia bikin ke aku. dia tarok apa gitu di badan orang itu biar dia mati!"

Lengkap sudah keterjutan Anne. Dia kembali dalam diam dan tercengang lebar.

Seperti ada yang terbakar di dalam dadanya, panasnya menggerogoti hingga hampir menghanguskan hatinya. Baru saja dia mulai memberi celah bagi Mayda di hatinya. Tapi ujian itu datang lagi. Dia harus berfikir ulang untuk menata lagi hubungan itu.

"Memangnya siapa yang dia kek 'gitu'in bo?" Anne mencoba untuk mengambil kembali ketenangannya.

"Kantin sekolah! Mamaknya kan jualan satu-satunya yang bertahan disitu. Ada datang yang baru, kalo' lebih rame dari dia, yaaa.. dia guna-guna. Dia santet sampek mati. Pernah ada satu, malamnya gak pa-pa, eh paginya muntah darah sama paku, terus ninggal. Pas di tanyak sama dukun, katanya di taro' orang. Ya.... dia orangnya. Mamak Mayda!"

Air Mata AnneWhere stories live. Discover now