Pedih

86 4 0
                                    


Jarum detik akan terus mengitari putaran waktu tidak peduli apapun keadaanmu.

Tas ransel telah terisi dengan beberapa pasang baju untuk beberapa hari. Anne memutuskan untuk berkunjung ke tempat kakaknya saat tidak ada jadwal belajar, kamis sampai minggu.

"Nek... udah siap kau?" suara Mayda melengking terdengar dari sebrang halaman.

Anne pun bersiap keluar dari rumah.

Jadwal mengajar mereka yang memang sengaja di samakan oleh Mayda. Mayda harus melewati seratus delapan puluh kilometer untuk sampai di ladang sawit sedangkan Anne harus menempuh seratus lima puluh kilometer untuk sampai dirumah kakaknya.

Di pertengahan jalan Anne berbelok kearah sekolah Lika. dia ingin berpamitan kepada sahabatnya itu.

"Aku disini aja ya nek! malas nengok kawan kau sebijik tu." Anne hanya membalas dengan senyuman melihat kekesalan yang masih menempel di wajah Mayda.

Anne berjalan cepat menuju pintu kantor guru. Seorang guru wanita tertabrak oleh Anne. "Eh bu Anne, tolong lah buk bilangi sama kawan ibuktu, kalok mau buat mesum jangan lah pulak di sekolahan, apa itu yang di ajari sama klen waktu kuliah dulu? Katanya klen terpelajar nya! Kampus klen pun bagusnya! Kok kek gitu kelakuan klen?" Ibu Iin melampiaskan kemarahannya kepada Anne.

"apanya Ibuk ni? Aku gak tau apa-apa pun! Kok jadi aku pulak yang kenak! Aneh!" balas Anne kesal.

Ibu Iin pergi meninggalkan Anne.

Anne tidak mendapati siapapun di dalam ruang guru. Anne memanjangkan lehernya mencari Lika, penasaran dengan lontaran kalimat Ibu Iin.

Beberapa detik kemudian Anne mendengar samar suara sesegukan.

Lika duduk menundukkan kepala di topang oleh lutulnya di balik lemari guru.

"Bo! Kau kenapa?" Anne terkejut melihat sahabtanya yang kacau, kerudungnya berantakan sehingga menampakkan sebahagian rambutnya.

Perlahan Lika menarik kepalanya dan berdiri memeluk Anne. Tangis Lika pecah di pelukan Anne.

Anne memapah Lika menuju sofa ruang tamu.

Anne menyapu airmata di pipi Lika dan memberikannya segelas air putih.

"Kau kenapa sih? Kok kau nangis sampek kek gini kali?" Anne perlahan bertanya.

"ta-ta-ta-tadi Re-rey nyium aku..." Lika mencoba bicara dalam sesegukan.

Kening Anne berkerut dalam keterkejutan.

"Hah... apa katamu? Cium? Kau dicium Rey?"

Lika kembali menangis.

"Bentar-bentar... kau dicium Rey? Kau dicium atau... kalian ciuman?" Anne berfikir logis. Bagaimana tidak, dia pernah melihat Rey mencium bibir Lika di teras rumah yang gelap. Lika? dia diam seolah menikmati sosoran Rey. Tapi Anne cukup dewasa untuk bersikap tidak tau dan tidak terjadi apa-apa.

Tangis Lika semakin menjadi.

"Oh dah tau aku jawabannya. Makanya gak usah kau main api! Di sekolah pulak kau buat kek gitu! Hari ini kau ciuman, besok kau ngapain? Bezinah? Hah? Cobak kutanyak? Ish kerjaan kau lah! Terus ngapain kau nangis? Ke gep kau? Iya? Bagus lah! Biar kapok kau! Pacar udah ada, disini kau main gila lagi! ish..." Anne meracau kesal.

"Udah lah nek! sedih kali aku!"balas Lika dengan menguatkan tangisannya dan menjatuhkan kepalanya di bahu Anne.

"kenapa kau sedih? siapa aja yang tau?" bentak Anne.

Air Mata AnneWhere stories live. Discover now