Modus

8.1K 450 29
                                    

Dulu, perpesiku tentang modus adalah semacam cara yang digunakan penjahat untuk melakukan aksi kejahatannya. Misalnya, modus pencurian, modus perampokan, modus pembunuhan, dan modus-modus yang lain. Tapi sekarang ini, kayaknya modus memang memiliki arti lain. Modal dusta. Kalau nggak salah sepengetahuanku sekarang modus justru lebih merujuk pada pendekatan untuk lawan jenis dengan cara gombal-gombalan semacam…”bapak kamu…” atau “kakek kamu…” ah pokoknya gombalan-gombalan yang begitu lah.

Selain kata-kata, modus ini juga berupa tindakan. Misalnya, modus mau pinjem buku, padahal mah mau ngapel, modus ngerjain PR bareng, padahal mau pacaran. Nah kalau yang ini sudah kukenal sejak SMP. Tapi aku beneran nggak tahu kalau itu masuk kategori modus.

Sekarang ini aku malah bisa membagi modus menjadi dua bagian, bagian pertama adalah modus biasa aja, salah satu contohnya ya kayak yang diatas itu, atau mungkin semacam sms atau chatting basa basi ngingetin makan biar nggak mati, hehe.

Tapi yang justru trend di kalanganku dan juga temen-temen ngajiku justru adalah jenis modus yang kedua, yaitu modus islami. Nah aku juga baru tahu sejak setahun belakangan ini. Meskipun setelah diingat-ingat, ternyata aku juga pernah mengalaminya, eh ralat teman SMAku dulu yang mengalaminya. Waktu dulu lagi booming novel ayat-ayat cinta dimana ada satu kalimat yang bikin terngiang-ngiang, yaitu aku mencintaimu karena Allah. Eh itu dari ayat-ayat cinta atau dari novel lain ya, ah whatever. Bagiku yang saat itu masih alay, itu kalimat romantis banget. Dan beruntungnya—menurutku saat itu—temanku yang super alim itu mendapatkan kalimat itu dari cowok yang sedang dekat dengannya. Aooouuuwww super iri, dan sekarang aku justru baru sadar kalau itu termasuk dalam modus islami.

Ciri lain dari modus islami adalah, sms/telepon tengah malam untuk mengingatkan tahajud atau sahur puasa sunnah. Atau mengirim pesan-pesan tentang kajian, hadist, atau kutipan ayat Al Qur’an nah ini bisa jadi positif, tapi lagi-lagi, bisa jadi juga modus. Karena bisa ditebak bahasan selanjutnya justru menjadi sebuah obrolan tentang angan-angan.

Kalau tindakan sih nggak jauh beda juga. Ajak ke masjid bareng, tarawih bareng, ke toko buku di bagian buku agama bareng. Ya gitu- gitu deh.

Eits, tapi itu semua bukan pengalamanku deh, suer! Itu justru cerita dari teman-temanku. Hm… hampir semua teman akhwatku pernah atau malah masih menjadi korban modus islami yang model begitu. Ada sih yang akhirnya jadi dan menikah, tapi nggak sedikit juga yang berakhir luka.

Aku sendiri jadi punya awareness akan adanya bahaya modus islami ini. Antara takut dimodusi atau justru memodusi. Nggak kebayang kan kalau ada ikhwan keren dengan tampang Ali Syakieb deket sama aku? Kan bawaannya jadi gemes. Ganteng, sholeh pula. Untungnya sih selama ini nggak ada cowok yang deket sama aku baik yang ganteng atau yang nggak ganteng.

“Tau nggak, kemarin ayam aku mati,” ujar Nesa yang tahu-tahu duduk di sebelahku sambil membawa sepiring sate ayam dan segelas es jeruk.

“Kenapa? Gara-gara bengong?” tanyaku malas. Oh iya, dari kapan emang aku bengong? Abis nungguin Nesa lama amat pesen sate ayam doang. Yakali tukang satenya nangkep ayamnya dulu, disembelih, baru diproses jadi sate.

“Bukan. Ketabrak odong-odong,” jawabnya santai.

Aku memutar bola mataku malas.

“Eh, Aj, kamu seriusan mau taarufan?”

Aj, yaelah ini anak emang kalau milih manggil nggak enak banget deh. Biasanya juga pada manggil Jeng, Ajeng, Nesa doang nih yang keukeuh manggil Aj.

Ish, tadinya aku juga sama sekali nggak mau gembar-gembor kalau lagi ikutan taaruf. Sayangnya Nesa yang kepo super justru melihatku menyerahkan proposalku pada Mbak Dewi.

OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang