Kita taaruf, yuk!

9.8K 520 69
                                    

Belum pernah terlihat, ada obat yang lebih mujarab bagi dua orang yang sedang jatuh cinta, selain menikah (HR. Thabrani)

Aku langsung menutup akun twitterku setelah melihat tweet terakhir yang muncul di timelineku. Sebuah akun dakwah islam yang kali ini isinya cukup jleb.  Aku memanyunkan bibirku, kalimat itu berputar-putar dikepalaku, 2 orang yang jatuh cinta. Iya, syaratnya 2 orang. Bukan 1 orang. Kayak aku.

Ya susahnya kalau yang jatuh cinta cuma satu orang, hasilnya ya sebelah tangan. Kalau berdua kan enak, bisa tepuk tangan.

Ya…ya… aku memang sedang jatuh cinta, ups! Nggak tahu juga bisa disebut jatuh cinta atau tidak. Dibilang jatuh cinta, tapi kok nggak deg-degan juga. Tap yang jelas aku  mengaguminya, dan dia juga sosok yang potensial untuk dijadikan kandidat calon suami, seorang dokter yang tengah di intersip dan kebetulan ngontrak di sebelah kontrakanku. Namanya Alfata Saputra. Aku memanggilnya Mas Alfa. Usianya 3 tahun diatasku. Aku memang tak begitu mengenalnya, pun jarang mengobrol dengannya. Hanya sebatas saling menyapa jika kebetulan bertemu atau mengobrol seperlunya.

Kami sama-sama sibuk dengan urusan kami masing-masing. Aku dengan pekerjaaanku dan dia dengan kesibukannya.

Aku justru lebih sering mendengar ceritanya dari Esti, salah satu teman kerjaku yang ternyata adalah juniornya saat SMA. Semakin lama mendengar cerita Mas Alfa dari Esti, membuatku makin kagum. Sosok yang cerdas, bersahaja, sederhana, dan ramah. Kalau kata Fani sih Suami-able banget, hahahaha.

Kadang aku suka senyum-senyum keganjenan sendiri juga kalau melihatnya rapi dengan koko dan sarungnya berjalan menuju masjid dekat kontrakan. Aduh, pemuda yang hatinya terpaut pada masjid begitu gimana enggak lovable coba? Hahaha.

Pukul 8 malam, suara dentingan mangkuk yang semakin lama semakin mendekat membuat telingaku berdiri, ahay! Itu kan suara Abang-abang tukang sekuteng. Pas banget abis hujan, dingin-dingin begini ada sekuteng lewat. Buru-buru aku mengambil mangkuk dan uang secukupnya setelah mengenakan gamis dan kerudungku untuk menutupi pakaian rumahku.

“Bang!”

Ups! Ada suara lain yang juga memanggil si Abang, sebuah suara maskulin yang bisa kutebak itu milik siapa.

Aku menoleh perlahan dan nyengir lebar begitu melihat Mas Alfa tersenyum ke arahku.

“Mau beli sekuteng juga, Rida?”

“He… he… he, iya, Mas. Mas Alfa juga?”

Ia tersenyum dan mengangguk.

Aduh duh gini nih kalau lagi naksir orang mah, nggak sengaja sama-sama manggil tukang sekuteng aja berasa jodoh.

Si Abang sekuteng mendekati kami. Aku dan Mas Alfa sama-sama mengangsurkan mangkuk kami masing-masing.

“Suka sekuteng juga?” tanyanya sembari menunggu si Abang meracik pesanan kami.

“Hehehe, Iya, Mas.”

Suka Mas Alfa juga sih. Ups!

“Mas juga?”tanyaku balik.

“Lagi pengen yang anget-anget aja sih, dingiin…” jawabnya sambil nyengir, aku balas nyengir. Yaelah Mas makanya atuh punya istri, kayak aku kek, ups! Apa hubungannya yak?

“Sekarang urus proyek dimana, Rida?”

 “Di Poris, Mas,” jawabku singkat. Bukan karena aku malas, tapi memang system tubuhku kayaknya berubah jadi kalem kalau deket-deket Mas Alfa.

“Ooh, masih kerja sama Esti?”

Ini nih yang aku suka dari Mas Alfa, orangnya nggak jaim, ramah, dan down to earth banget lah. Padahal menurut Esti, mereka nggak kenal-kenal banget waktu SMA. Tapi pas mereka saling bertemu pas Esti main ke kontrakanku, dan akhirnya tahu bahwa mereka dulu satu sekolah, Mas Alfa kadang suka nanyain kabar Esti untuk basa-basi.

OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang