24-Clear

2.3K 116 3
                                    

.
.
.
"Maaf" satu kata bodoh itu berhasil keluar dari mulut Juan.

Shivi masih terdiam sambil menunduk. Terdengar isakan kecil dari mulut gadis itu. Ada rasa tak tega menyeruak diseluruh hatinya.

Tangannya benar-benar gatal ingin membawa Shivi dalam dekapannya. Seperti dulu. Tapi rasa egois terlalu mendominasi hatinya.

Juan hanya bisa mengelus lembut rambut Shivi.

"Dan lo sekarang cuma bilang maaf?" gadis itu mulai membuka mulutnya,

"Setelah kelakuan lo dulu? Iya?. Setelah lo nggak mau dengerin penjelasan gue lebih dulu, setelah itu lo putusin gue dengan kasar, ngasih kata-kata menyakitkan ke gue, dan setelah itu lo ngilang pergi gitu aja"

"Apa lo nggak pernah mikir seberapa sayang gue sama lo dari awal?! Bahkan asal lo tau sampe sekarang gue masih nggak bisa lupain lo! Lupain waktu kita ketawa dan habisin waktu berdua. Dan ya mungkin gue akuin, gue belum bisa lupain lo" lanjutnya sambil mengangkat kepalanya menatap Juan setelah selesai berucap.

Wajahnya kacau sekarang. Jujur ia tak ingin memperlihatkan wajah kacaunya pada Juan, tapi ia ingin melihat wajah itu dari dekat lagi sebelum sang empunya kembali pergi menjauh.

Disisi lain, Juan merasa hatinya teiris mendengar semua ucapan Shivi.

Jika boleh jujur, Juan juga masih belum bisa seutuhnya melupakan Shivi. Tapi rasa emosinya kadang membuat ia selalu mengingat kecelakaan Ziee dan kejadian yang ada setelah itu.

Ketika hatinya merindukan dan masih berkata ia sayang Shivi, sedangkan otaknya selalu memutarkan memori lama yang menyakitkan.

Semua penjelasan tadi berhasil membuat Juan luluh dalam seketika. Entah kenapa.

Setelahnya tangan Juan terulur untuk membawa Shivi dalam dekapannya. Mengelus rambut panjang gadis itu perlahan.

"Tolong terima penjelasan gue. Gue nggak bohong" pinta Shivi seperti anak kecil,

"Iya gue terima penjelasan lo. Dan gue punya satu pertanyaan" kata Juan setelahnya Shivi melepas pelukan mereka,

"Apa?",

"Kenapa Ziee sama lo? Kalo lo tau Ziee masih hidup, kenapa nggak bawa pulang dia ke gue?",

"Ziee udah kayak adik gue. Saat kejadian itu terjadi, gue jelas syok dan seketika merasa bersalah. Karena saat itu rasa benci gue ke lo memuncak dan gue memilih buat nggak balikin Ziee ke lo. Entah kenapa gue mau sama Ziee" jelasnya.

Juan menatap Shivi tak percaya. Sebegituh sayangnyakah Shivi pada Ziee? Meski bukan adik kandungnya, dari dulu Shivi selalu menganggap Ziee adiknya sendiri.

"Dan Arsen?",

"Emm diaa gue nggak tau dimana dia sekarang. Tapi emm waktu itu emang gue yang culik Arsen" jujur Shivi sambil menunduk.

Juan menatap Shivi tak percaya. Ingin rasanya Juan membentak gadis didepannya lagi. Tapi dari pengalamannya, ia ingin mendengarkan penjelasan lebih tepat lebih dulu.

"Kenapa lo pake acara culik dia?" tanya Juan perlahan dan membuat Shivi mendongak.

Shivi melepas perlahan pelukan Juan. Menghembuskan nafas untuk menenangkan diri.

"Gue sendiri ngga tau kenapa bisa berbuat kayak gitu. Gue cuma mau balas dendam sama lo. Gue mau lo ngerasain apa yang gue rasain, rasanya ditinggal orang yang lo sayang. Karena gue tau Arsen sahabat lo, yaudah gue pikir begitu" jelas Shivi sedikit merasa takut namun ia ingin jujur, selagi Juan mau mendengarkan,

"Tapi dengan begitu lo juga nyakitin Alenna",

"Ya gue tau kalo gue sakitin Alenna, maka lo juga akan merasakan kan? Itu yang gue mau juga",

"Tapi lo dah nyakitin banyak orang. Kenapa lo nggak balas dendam langsung ke gue? Kenapa malah ke sahabat-sahabat gue?".

Shivi mengambil nafas panjang dan menghembuskannya, bersiap menjawab. Ia bersyukur tak ada bentakan yang ia dengar sepanjang pembicaraan. Tak ada kata-kata menyakitkan yang memasuki telinganya.

"Tadi kan gue bilang karena gue mau lo ngerasain rasanya ditinggalin orang terdekat lo. Tapi sebenernya gue mau nyakitin lo tanpa harus ketemu sama lo" Shivi menunduk,

"Kenapa?",

"Kalau gue liat lo semua rencana balas dendam gue bakal kacau karena rasa itu muncul lagi".

Juan mengangkat kepala Shivi agar tak menunduk seraya berkata "jangan nunduk".

Shivi mendongak dan mengangguk.

"Jadi semua dah jelas kan? Dan gue mohon maaf sama lo. Maaf Juan" ucap Shivi sedikit canggung dengan kata 'maaf'.

Perlahan, Juan mengangkat kedua sudut bibirnya membentuk lengkung senyum dan mengangguk.

•••

Entah sudah berapa pekan Alenna masih saja berusaha menghubungi dan mencari Arsen. Tapi semangatnya kini mulai menurun.

Malam ini menjadi saat terlelah untuk Alenna. Berusaha bertahan dan mencari seorang yang pergi tanpa salam.

Alenna menangis. Menumpahkan semua rasa lelahnya pada air mata yang mengalir menggenangi pipinya.

Menangis tanpa kata-kata. Hanya terdengar isakan. Hingga Ara datang menenangkan keponakannya itu.

"Udah Lenn. Ngga usah nangis oke?" kata Ara berusaha menenangkan,

"Tapi Arsen pergi tanpa apapun ke Alenna. Arsen lari dari Alenna?" balas Alenna ditengah isakannya,

"Mungkin dia lagi nenangin diri. Dia ngga mau diganggu",

"Semengganggu itukah Lenna?",

"Bukan gitu maksudnya. Mungkin dia butuh waktu sendiri. Positive thinking Alenna" terlihat Alenna yang mengangguk.

Alenna merasa jadi lebih terbawa perasaan akhir-akhir ini. Aisshh dasar Alenna. Alenna berusaha menghentikan isak dan air matanya. Sampai akhirnya Ara memilih keluar kamar gadis itu, membiarkannya menenangkan diri sendiri.

&&&

Akhirnya ngga tbc lagi ya:v

Semoga masih suka dan masih mau lanjut baca yokk😊

Tapi sedih lo rasanya, akhir-akhir ini yang baca ngga meninggalkan jejak vote atau komennya, jadinya gak ada mood buat ngelanjutin cerita ini. Semoga kalian ngerti ya kenapa selama ini apdet ngarettt bangett, karena bener-bener ga ada semangat. Tapi tetep bakal kasih part yang menyenangkan sampai ending kokk, jadi pengen cepet-cepet nyelesein dong:)

Don't forget to happy guyss...

Jangan lupa vote+komen👣

Protective Devil || Completed✓Where stories live. Discover now