Teringat

34 0 0
                                    

Hari ini aku pergi menyusuri sungai didekat taman. Aku menyukainya, lalu aku meneruskan ke arah pusat perbelanjaan. Lotte Mart, never makes me disappointed. Lalu, aku mampir ke food court masakan Indonesia. Ah, rindu Indonesia, padahal baru saja ditinggalkan. Setelah memesan, entah kenapa pikiranku melayang ketika memperhatikan bar restoran ini.

10 tahun lalu

Zuno bertanya, "Ready?". "Yep",jawabku. Kami melangkahkan kaki kami menuju altar putih. Tempat ini dipenuhi orang entah darimana berasal. Sebagian dari mereka merupakan tamu dan rekan kerja Zuno , sedangkan aku tidak banyak karena relasi semua di Indonesia. Sebagai gitaris terkemuka, dia menjadi pusat perhatian. Ketika kabar dia akan menikah, seluruh wartawan mencari keberadaanku. Beberapa dari mereka berhasil menemukanku di kereta api. Awalnya biasa saja karena tidak menggubris para paparazzi, tapi lama kelamaan fans fanatiknya ingin menyerangku kala ditempat umum.Setelah melaporkan kekepolisian, Zuno mengambil langkah untuk menghantarkanku pulang dan pergi ke kampus tempatku belajar dan ke studio ketika harus membantu abangku. Untung saja, tempat kerja abangku dan Zuno masih sama.

Setelah beberapa jam acara, kami ke hotel. Ya, pertama kalinya akhirnya bisa berdua. Malam yang dihabiskan benar – benar menyenangkan dan tak terkatakan.

Besoknya, kami harus kembali kerutinitas masing – masing, tanpa melanjutkan sebagai pasangan baru. Mungkin dilihat sebagai hal aneh, tapi Zuno memiliki jadwal rekaman dan konser yang tinggi sedangkan aku harus mengurus beberapa penelitian disertasi yang belum rampung. Bukan hal aneh bagiku ketika Zuno harus tidur di studio hingga beberapa malam. Dia mengatakan tidak usah ke studio, dan aku percaya saja.

Setelah seminggu tidak pulang, aku sampai menelepon setiap hari. Sangat mengesalkan jika hanya berjumpa pada saat makan siang saja. Kali ini aku akan memberikan kejutan, kebetulan abangku juga tidak bisa hadir ke lokasi konser di Shibuya, sehinga dia memerlukanku untuk pengecekan beberapa sound system yang disana.

Sesampainya di Shibuya, aku turun ke lapangan dan meminta beberapa asisten abangku untuk pertolongan peralatan. Semuanya sudah sesuai, dan saatnya pulang karena keesokan akan tampil. Aku menuju hotel yang sama dengan suamiku, pasti kaget dalam hatiku tapi memang abangku meminta pertolongan jika secara teknis dipikirkan.

Aku menemui salah satu kru dan memberitahu kamar Zuno. Aku menuju kamarnya, tapi perasaanku kenapa jadi bergetar kencang. Tidak seperti biasa, tapi semoga hanya perasaan saja. Ketika aku mengetuk pintu, tidak terkunci. Aku berteriak, "I am coming". "Wait a minute",sahut dari dalam. Terlambat pikirku. Aku tidak mempercayai dihadapanku. Aku berbalik badan langsung. Mereka menjijikkan pikirku. Dia masih berani tidak setia, sialnya ini yang tidak aku deteksi sejak dini dan hanya percaya dengan ucapan janji manisnya.

----------------------------------------------------------------------------

Ketika perjalanan pulang, gerimis membasahi bumi. Payungku masih memberikan perlindungan terhadap tubuhku, tapi tidak jiwaku. Terlalu manis untuk dikenang, terlalu sakit untuk dirasakan.

Teleponku berdering, asistenku menelepon. Dia mengatakan akan menjadwalkan pertemuanku dengan konselor. Ya setelah sekian lama, aku membiarkan diriku terlalu larut, saatnya aku butuh psikiater. Aku hampir tidak mempercayai keterikatan tentang agama, tapi aku tetap butuh konseling dengan seseorang yang berlatar pastoral. Jadwalku sore ini untuk berjumpa konselor.

KembaliWhere stories live. Discover now