Bayang

52 0 0
                                    

Restoran disiang harinya tidak terlalu padat. Mungkin karena harganya yang agak merogoh dalam. Aku datang kesini buat makan yang aku inginkan. Aku memesan pasta, sup kacang, dan ice cream. Lumayan menghibur jiwaku.

Teleponku berdering. Dimana ? tanyanya . Ah, aku sedang makan siang sendirian. Lokasi ? Aku tidak tahu, jawabku bohong. Baiklah.

Aku menyesap anggurku, serasa bulu kudukku berdiri. Aku menoleh kebelakang.Seakan ada yang mengawasiku.

Pesananku datang dan segera menghabiskannya. Aku harus menuruti perasaanku kali ini. Setelah 30 menit, aku keluar dan bersumpah takkan kembali meski rindu itu menyiksa. Ketika hendak beranjak, seseorang menghalangi jalanku. Zuno, dia yang dirindukan, tapi tak diinginkan untuk ditatap. Aku mendelik ke arahnya, menyuruhnya untuk pergi dari hadapanku. Zuno, "aku kira salah lihat, ternyata disini dirimu". Dummy boy pikirku. "Ya aku sedang ada beberapa waktu disini, permisi aku harus kembali segera",balasku. Dia memberiku jalan, dan langkahku melenggang bebas tanpa menatap kebelakang kembali.

Sesampainya di kantor , aku menanyakan kepada karyawan kapan aku mendapatkan asisten. Mereka sudah menyiapkan, tinggal dites.

Beberapa pelamar bisa dihandalkan, meski wanita. Aku mencari yang bisa berbahasa Inggris untuk mengatur jadwalku. Aku takut ini akan berantakan. Meski aku akan jarang berjumpa dengannya nanti.

Kayuzo, asisten yang akan melengkapi hariku. Aku mengatakan untuk stay di studio, kalau tidak harus datang kerumah bosnya. Ya, menangani diriku ini.

"Tari-san, would you give your phone number ? I think we need exchange the schedule through the Whatsapp", tanyanya. Aku memberikan nomorku. "By the way, I need to stationary, may be alone, but would u set for me what time besides I have still to library?", perintahku. "Sure, Tari-san",jawabnya. "I think we re done for today, u may go home", perintahku.

Kami berpisah di studio, aku berjalan menuju bar. Ya, menghabiskan hari yang terbaik itu di bar. Aku membeli bir sambil menatap telepon genggamku. Sepintas aku merasakan wangi ini, takkan terlupakan. Tidak mungkin! Aku tidak menghubungi siapapun selama masih di Jepang. Tapi aku tidak menemukan sosoknya. Segera aku keluar dari bar itu.

Tiba- tiba badanku dingin. Semua kenangan menjelma dibenakku. Air mataku menetes. Akhirnya langkah kakiku segera pulang.

KembaliWhere stories live. Discover now