13. Gertakan

447 41 1
                                    

Memilih diam bukan berarti tidak tau. Hanya saja, menunggu waktu yang tepat. Nuansa Tjahyadi

Suara denting yang beradu dari sendok dan garpu terdengar dari heningnya suasana sarapan Keluarga Tjahyadi, belum ada yang berinisiatif untuk membuka suara. Sarapan bersama terdengar konyol bagi mereka, mengingat semua orang yang berada di meja makan ini mempunyai kesibukannya masing-masing yang harus didahulukan.

Nuansa merasa bodoh untuk berada di meja makan ini, di saat seharusnya dia sudah berangkat pagi-pagi ke sekolah. Bara yang terkadang ribut pun, sejak tadi tidak membuka suaranya. Membuat Nuansa muak harus berada di sana lebih lama lagi. Dia menghentikan kegiatan makannya, lalu mengambil segelas air yang sudah dituangkan dan meneguknya hingga tandas.

Nuansa mengambil tasnya yang berada di kursi sampingnya. Dia beranjak diri. "Nuansa pergi," pamitnya seraya berjalan dengan perlahan-lahan, mengingat cederanya yang belum sembuh total.

Dia mengabaikan segala tatapan yang dilayangkan oleh penghuni meja makan itu. Bara yang melihat hal itu, segera menghentikan kegiatan makannya juga dan beranjak diri menyusul adik sepupunya itu setelah berpamitan pada om dan tantenya.

"Sa," panggil Bara.

Nuansa berhenti, lalu menoleh. Alisnya terangkat tinggi.

"Yakin mau ke sekolah? Emangnya udah sembuh?"

"Belum, tapi gue bosen di sini gak ada siapa-siapa yang bisa nemenin." Nuansa mengangkat bahunya acuh tak acuh. Dia meneruskan langkahnya yang tertunda, dan Bara masih dengan setia mengikutinya.

"Mau gue atau Taruna yang nganterin?" Bara menaik-turunkan alisnya ketika Nuansa menoleh padanya.

Nuansa mendengus. "Taruna, of course. Gue gak mau sekolah gue jadi tempat fansign dadakan kalau diantar sama lo. Lo bukan artis, Bang."

Bara tertawa dengan keras, sampai-sampai Nuansa berniat untuk memukulnya kalau saja Bara tidak berhenti beberapa saat kemudian. Masih dengan sisa tawanya, Bara memandang Nuansa dengan geli.

"Gue sama Taruna itu hampir sama. Bedanya, gue lebih ganteng dari dia," ujarnya dengan percaya diri.

Mengabaikan perkataan Bara, Nuansa memandang sekitarnya mencari Taruna yang seharusnya sudah stand by di teras rumahnya.

"TARUNA!" teriak Nuansa.

"Suara lo tolong banget ya," celetuk Bara. "Dia lagi ngambil mobil di basement."

Nuansa mengangguk. Tak berapa lama, mobil keluaran terbaru itu berhenti di depan mereka. Seseorang keluar dari sana dan membungkuk hormat ketika sampai di depan mereka. Senyum simpul terpatri di bibirnya.

"Nona Muda, mobil sudah siap," kata Taruna.

Nuansa berpamitan pada Bara dan langsung masuk ke mobil tanpa menunggu Taruna yang membukakan pintu mobilnya. Dia duduk di kursi samping pengemudi. Malas untuk duduk di kursi belakang sendirian.

Nuansa melihat Taruna berbicara sebentar dengan Bara sebelum masuk ke mobil. Entah apa yang dibicarakan, dia juga tidak mau tahu. Taruna langsung menjalankan mobilnya ke jalanan, meninggalkan rumah mewah di belakangnya.

SELATANWhere stories live. Discover now