26. Prejudice (1)

254 16 4
                                    

Jovan tengah menikmati minuman kalengnya dengan penerangan temaram saat Selatan memasuki markas dengan raut wajah kusutnya. Cowok itu sempat melirik Ketuanya sebelum beranjak diri untuk mengambil minuman kaleng lainnya di dalam kulkas, kemudian memberikannya pada Selatan.

"Thanks," ucap Selatan. Jovan tahu, pikiran Ketuanya itu sedang tidak berada pada tempatnya. Sebab setelah menerima minuman kaleng tersebut, cowok itu tidak langsung membuka penutupnya lalu meminumnya, melainkan memilih menatap ke arah lain.

Tidak ada anggota Evas yang lain, selain Jovan di sini sebelum Selatan datang. Sebab mereka memilih kembali ke rumah setelah balapan selesai, begitu juga pikiran Jovan terhadap Selatan. Dia pikir Ketuanya itu akan langsung pulang setelah mengantar Nuansa. Tapi dilihat dari mana pun, ada dua kemungkinan yang menyebabkan raut wajah Ketuanya terlihat tidak baik-baik saja itu. Hal tersebut berhubungan dengan cewek satu-satunya yang ada di gengnya atau mantan pacarnya itu. Yang pasti, berkaitan dengan salah satu yang Jovan pikirkan tadi.

Jovan menatap Selatan yang duduk di hadapannya. "Ada yang mengganggu pikiran lo, Tan?" tanyanya memulai pembicaraan.

Selatan tidak langsung menjawab. Dia menimbang-nimbang, apakah harus cerita pada Jovan atau tidak. Ada satu hal yang membuat dirinya enggan bercerita pada siapa pun, termasuk teman-temannya. Tapi dia harus melakukan itu, terlebih Jovan adalah Wakil Ketuanya. Siapa tahu saja Jovan bisa sedikit membantu mengangkat bebannya.

"Guruh datengin gue. Pas gue sama Nuansa tadi," kata Selatan.

Jovan mengernyit. "Terus si Guruh ketemu sama Nuansa?"

Selatan menggeleng. Dia menyugar rambutnya ke belakang. "Nggak. Untungnya Nuansa lagi ke toilet. Tapi sialannya, cowok itu nekat banget ketemu gue pas lagi nunggu Nuansa di depan toilet cewek. Kecil kemungkinan cewek itu dengar percakapan gue sama Guruh."

"Cowok itu nanya, pertanyaannya hampir mirip sama apa yang ditanyain Al waktu itu. Dia penasaran sama anggota baru di Evas. Dua orang, Jo. Dua orang dalam waktu yang berdekatan, penasaran sama Nuansa. Kalau lo jadi gue ... apa nggak bakal curiga sama Nuansa?" Selatan menambahkan. "Guruh juga kelihatan yakin banget kalau anggota baru Evas ini, orang yang dia kenal. Sebenarnya, ada hubungan apa Guruh dan gengnya sama Nuansa?"

"Menurut gue, kalau untuk Al, dia penasaran karena cewek itu bisa ngalahin anak-anak buahnya sendirian, tanpa bantuan orang lain—karena lo tau sendiri 'kan, kita nggak ada di lokasi pas Nuansa berhadapan sama Al. Tapi kalau untuk Guruh, ini yang patut kita curigain. Cowok itu kelihatan berbahaya buat Nuansa, dan Evas juga bisa kena imbasnya," ujar Jovan. "Karena hal ini, kayaknya kita emang harus pantau kegiatan Nuansa, ya seenggaknya selama dia ada di jangkauan kita. Evas juga nggak bisa gitu aja ngelepas dia, Tan. Terlebih, lo sendiri yang ngajak dia gabung ke Evas. Pilihan lo waktu itu, mungkin untuk saat ini udah jadi yang terbaik buat ngawasin gerak-geriknya di Garwid."

Tatapan Selatan beralih pada Jovan, dia menghela napas lelah.

"Kayaknya gue bisa bilang, Evas harus siap dengan segala kemungkinan terburuknya, 'kan, Jo?" tanya Selatan dengan senyum tipisnya. Entah kenapa, gue makin takut kalau dia benar-benar bakal mengkhianati Evas suatu saat nanti.

Jovan mengangguk meyakinkan Ketuanya itu. "Gue sama Evas ada buat lo, Tan. Gue bakal bantu lo, karena gue udah menganggap lo dan yang lain sebagai saudara."

*

Selatan memasuki ruang kelasnya dengan hati-hati. Bahkan tindakannya itu sempat membuat teman-temannya memandangnya dengan heran. Ada apa dengan Ketua mereka pagi ini? pikir mereka.

Cowok itu menatap tempat di mana dia duduk, lantas menghela napas lega setelah melihat kehadiran seseorang yang tengah serius dengan buku bacaannya di sana—entah apa yang orang itu baca, Selatan tidak mengetahuinya. Dia pikir, orang itu tidak akan masuk sekolah atau setidaknya enggan untuk sekedar melihat wajahnya seperti beberapa waktu lalu.

SELATANWhere stories live. Discover now