[16] With me Or With him?

99K 1.5K 3
                                    

Bel masuk terdengar begitu nyaring. Rindu yang sedang mengatuk-antukan kuku sedari tadi segera mendongkakan wajahnya. Raut wajahnya kembali lesu melihat kursi depan tempat duduk Senja masih kosong. Padahal bel masuk sudah berbunyi.

Rindu yang sedari memikirkan Senja pun sekarang berubah menjadi cemas. Cemas akan apa yang keduanya bicarakan. Padahal sudah lima belas menit berlalu namun Senja belum juga kembali.

"Mikirin apa sih lo? Gelisah amat. "celetuk Siti yang sedang membenarkan rambutnya yang sempat acak-acakan.

"Nggak. Nggak mikirin apa-apa. "

Siti menoyor kepala Rindu. Membuat sang empu meringis sekilas.

"Yaelah Rin.. Rin. Masih jaim aja. Bilang aja lo lagi mikirin cowok. Iya kan? "

"Sotoy lo ah Sit. "

"Bukan sotoy kali tapi fakta. Lo mikirin yang mana dulu nih? Yang putih apa yang kuning?"

Tanya Siti membuat Rindu bingung. "Putih? Kuning? "

"Ck, gue kira lo lebih pinter dari gue. Ternyata kagak ya Rin.. Yang putih sama yang kuning aja lo bingung. Gebetan sendiri padahal. "

"Ngaco lo Sit. Mana ada orang Nge-gebet warna? "

"Bukan gebet warna ish. Maksud gue tuh si Senja sama Bintang. Kan Senja tuh putih kalo Bintang kuning langsat warna kulitnya yaudah jadi gue panggil Si putih dan si kuning. Gitu. "

Mendengarnya Rindu hanya Ber-oh ria. Namun belum sempat menjawab pertanyaan dari Siti, Bu Nana guru Geografinya sudah lebih dulu masuk membuat Rindu berhenti berbicara. Karena Bu Nana ini terkenal akan kedisiplinannya, sehingga ia tidak segan akan menghukum siswanya jikalau ada yang berisik dikelas. Dan tentu saja Rindu memilih diam daripada kena hukuman.

Rindu kembali menatap meja barisan depan. Sampai tak sadar dirinya mendengus kesal. Ia lebih memilih meniup poninya sendiri daripada mendengarkan Bu Nana yang sedang menjelaskan materi. Karena menurut Rindu percuma saja, mendengarkan atau tidak, ia tetap tidak bisa fokus. Karena pikirannya tidak sedang berada disini.

***

Rindu kembali dibuat gusar. Sampai jam pulang sekolah Senja belum juga kembali ke kelas membuatnya semakin cemas.

Rindu menatap tas Senja yang masih berada di kelas. Tanpa sengaja tatapan matanya bertabrakan dengan tatapan mata Dini yang kebetulan masih ada dikelas dengan sebagian siswa yang hari ini mendapat jatah piket.

Setiap kali melihat Dini, entah kenapa Rindu jadi teringat Bintang dan itu membuatnya kesal sendiri. Sehingga membuat Rindu memutuskan untuk keluar dari kelas. Siti dan teman-temannya yang lain sudah pulang duluan karena Rindu menyuruh mereka untuk jangan menunggunya.

Rindu memilih untuk duduk di teras depan kelas, menundukkan kepala, kemudian terdiam. Rindu baru menyadari satu hal.

Mengapa ia harus menunggu Senja?

Pertanyaan yang tiba-tiba muncul di pikirannya membuat ia jadi bingung sendiri.

Mengapa ia harus khawatir?

Khawatir karena apa dan untuk apa?

Rindu menggelengkan kepalanya, kemudian memejamkan matanya tanpa sadar sepasang sepatu converse hitam telah berdiri di depannya.

Seseorang yang tiba-tiba mengusap kepalanya membuat Rindu membuka kedua matanya. Di pikirannya hanya satu. Orang yang sedari tadi di tunggunya kini ada didepannya, hal yang membuat Rindu mengulas senyum manisnya.

Saat mendongkakan kepala, perlahan senyum di kedua bibirnya memudar. Bukan. Kenapa bukan dia? Kenapa bukan Senja yang berada di depannya? Kenapa justru harus Bintang yang berdiri dihadapannya sekarang?

Sadar akan sesuatu, Rindu segera menepis tangan Bintang yang masih mengusap pucuk rambutnya. Kemudian berdiri dan berjalan berbalik arah,

"Lin.. Aku minta maaf. "

Nafas Rindu tercekat sebentar saat mendengar ucapan lirih Bintang membuatnya menghentikan langkah tanpa berniat berbalik.

"Maaf udah sia-sia in kamu waktu itu. "lanjutnya lagi membuat Rindu kembali merasa sesak. Tidak kuat berlama-lama mendengar ucapan Bintang ia memilih untuk berjalan pergi meninggalkan Bintang yang masih terdiam. Menatap punggung kecil Rindu yang makin lama makin hilang dalam pandangannya.

Namun tanpa disadari kedua kaki panjang Bintang memilih untuk ikut berjalan dibelakang gadis itu.

Seringkali kebanyakan orang baru merasa kehilangan ketika orang yang selalu ada untuknya sudah tidak bisa berada disampingnya lagi. Kehilangan yang berujung pada penyesalan.

Terkadang takdir selucu itu. Hidup bisa se-Drama ini. Yang hari ini masih baik-baik saja, bisa saja besok atau lusa sudah tidak bersama lagi. Yang hari ini membencinya setengah mati, bisa saja esok mencintainya setulus hati. Tidak ada yang tau hari esok itu gimana. Yang harus dilakukan hanya mensyukuri sesuatu yang ada dihari ini, sebab orang yang nyia-nyiakan suatu saat akan disia-sia kan juga pada akhirnya.

Terlalu menjatuhkan hati kepada oranglain juga ternyata tidak baik. Kecewa jadi konsekuensi utamanya. Dan itu yang baru Rindu sadari.

Langkahnya yang tadinya berjalan cepat mulai melambat. Sekuat-kuatnya orang memendam pastilah akan kalah juga. Rindu memegang dadanya sendiri, menepuknya berkali-kali berharap rasa sesak itu hilang namun kenyataannya malah nihil. Sampai ia sendiri tidak sadar bahwa ia kembali terjatuh.

Jatuh lagi karena orang yang sama.

Mulut boleh bilang tidak. Boleh menyangkal. Tapi kamu tidak bisa membohongi hati kamu sendiri, saat airmatamu kembali turun untuk orang yang sama.

Pada akhirnya Rindu kalah. Kalah dengan perasaannya untuk kesekian kalinya, logika nya merasa kalah. Kedua pipinya basah, bukti kekalahannya sendiri.

Seharusnya jangan seperti ini.

Seperti kata pepatah "Bahkan seekor keledai pun tidak akan mau jatuh ke lubang yang sama."

Namun namanya juga hati. Tidak bisa diatur. Membuatnya memilih untuk jatuh kelubang yang sama itu perbuatan bodoh. Dan sayangnya kali ini Rindu kembali menjadi orang bodoh itu. Yang memilih kembali pada pelukannya lagi padahal ia tahu ia akan merasakan sakit lagi.

***

MOHON MAAF SEBAGIAN CERITA DIHAPUS KARENA PROSES PENERBITAN. UNTUK INFORMASI SELANJUTNYA BAKAL AUTHOR INFO IN LEWAT WATTPAD DAN JANGAN LUPA FOLLOW IG KU : dollphin7_ UNTUK MENGETAHUI INFORMASI SEPUTAR NOVEL SENJA YANG SEBENTAR LAGI SELESAI PROSES EDITING. SEE YOU😘

SENJA[SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now