l.t. // pinpoint

5.9K 383 16
                                    

A/N: Hope you enjoy this one, DindaFahira! Tolong jangan abaikan kejelekannya dan beri masukan yang membangun atas kekurangannya ya ^^

ENJOY!

***

"Dinda, kau mau tahu sesuatu?" Alis Gwen naik-turun beriringan dengan senyuman di wajahnya yang kian melebar.

"Apa?" tanggap Dinda tak terlalu menaruh minat.

"Louis Tomlinson," Gwen menarik napas sebentar, "baru saja meminta nomor ponselku!"

Sontak, Dinda menatap Gwen nyalang. "B-bagaimana bisa?"

"Aku rasa dia menyukaiku, dia bahkan mengajakku nonton Sabtu ini," Gwen terkekeh. Ia menyenggol bahu Dinda keras. "Tuh, lihat! Dia sedang melirik ke arahku sekarang."

Dinda memicingkan matanya saat menemukan sosok Louis yang sedang beristirahat di pinggir lapangan selepas latihan rugby bersama timnya. Laki-laki itu memperlihatkan senyum yang begitu menawan yang mampu menghidupkan listrik satu kota kepada mereka. Tangannya melambai kecil. Dinda bersungut sebal.

"Oh, God! Aku pasti sedang bermimpi. Can't you see that? Sepertinya aku telah benar-benar merebut hatinya," celoteh Gwen lagi. Dinda semakin menekuk wajahnya.

"Jangan terlalu beharap, Gwen. Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik."

"Oh, ya, kata Louis aku juga boleh mengajakmu. Kau mau ikut?"

Dinda mendesah dan kembali membaca novel karya Rainbow Rowell yang sudah dibacanya hampir empat kali lebih dalam dua bulan ini.

"Tidak, terima kasih."

*

"Hai, Dinda!" sapa Louis dengan mata berbinar-binar. Laki-laki itu merapikan kemejanya lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. "Kenapa kau tidak datang Sabtu kemarin?"

Dinda mendelik risih ditatap seperti itu terus-menerus oleh Louis. "Aku tidak merasa mendapat undangan untuk hadir ke sebuah acara pada hari itu."

"Bukankah Gwen sudah mengatakannya padamu kalau—"

"Gwen masih ada kelas Aljabar setelah ini dan aku terlalu sibuk untuk mengobrol denganmu. Permisi," Dinda berjalan meninggalkan Louis tapi laki-laki yang pantang menyerah itu malah menyusulnya.

"Want me to walk you home?"

"Tidak usah," sergah Dinda cepat. "Aku tidak mau Gwen berpikir yang tidak-tidak tentangku dan... kau."

"Kenapa kau jadi membahas soal Gwen, sih?"

Dinda menghentikkan langkahnya dan menatap Louis heran. "Louis, aku ingin bertanya satu hal padamu. Apakah kau serius dengan Gwen?"

Louis tertawa kecil. "Hah? Serius dalam hal apa?"

Dinda memutar kedua matanya. "Apa maksud isi pesan singkatmu semalam?"

"Nothing," Louis mengedikkan bahunya. "Cuma ucapan selamat tidur saja."

"Lain kali kau tidak perlu mengirimkanku pesan yang sama berkali-kali tiap harinya. Aku juga tidak akan memberi tahu Gwen soal hal ini."

"Kenapa semuanya jadi berhubungan dengan Gwen?" tanya Louis dengan nada mendesak.

"She thinks you like her, Tomlinson," kata Dinda agak jengah.

Louis tertawa keras sambil memegangi perutnya. "Itu hal terkonyol yang pernah kudengar! Bagaimana bisa dia menarik kesimpulan begitu saja hanya karena aku mengajaknya nonton?"

"Karena memang kelihatannya seperti itu! Jangan katakan padaku kalau kau hanya mempermainkan Gwen?"

"Tidak pernah ada pikiran semacam itu di otakku, Dinda," tegas Louis. "Yang kusukai itu dirimu, kau sudah tahu itu tapi masih berpura-pura melupakannya."

"Aku tidak mengerti," Dinda menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lalu, kenapa kau mendekati Gwen?"

"Aku tidak mendekatinya."

"Yes, you did. Dan dia berpikir bahwa kau mencuri pandang ke arahnya tiap waktu."

"Aku melihat ke arahmu, Dinda."

"Tapi menurut Gwen tidak seperti itu."

Louis menghela napas pendek. "Oke, katakanlah aku mendekatinya, itu karena segala tentangmu terlalu sulit untuk kucari sendiri, jadi aku mendekati Gwen untuk mengetahui kebiasaanmu dan kesukaanmu. Tidakkah kau tahu trik klasik itu? Aku mendekati sahabatmu dulu untuk mengenalmu lebih dekat sebelum mendekatimu."

Jarum pendek di arlojinya seolah mengejek Dinda yang tak terlalu tahu harus menjawab apa.

"Tapi caramu salah. Gwen pasti akan membenciku kalau tahu kau cuma menjadikannya batu loncatan."

"I already did, Dinda."

Dinda menoleh ke samping dan jantungnya berdegup cepat karena sekarang sepasang mata Gwen tengah menatapnya penuh amarah.

Word VomitWhere stories live. Discover now