z.m. // payback

12.6K 665 150
                                    

A/N: Makasih Elsa buat request-nya, semoga kamu—dan yang lagi baca ini sekarang—suka ^^

ENJOY!

***

Ini kesekian kalinya Ruby menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya di pahanya. Padahal, cuaca siang ini sangatlah terik, namun ia merasa teriknya sinar matahari tidak dapat mengalahkan rasa gugup dan sensasi menggigil ketika berhadapan langsung dengan Zayn, pacarnya.

Aku. Mau. Kita. Putus.

Empat kata yang simpel tapi benar-benar sulit untuk diucapkan, apalagi oleh Ruby. Sosok Zayn terlampau sempurna di matanya. Tapi, Ruby tidak tahan lagi jika harus berbohong tentang perasaannya. Perasaannya tidak pernah ada sejak awal untuk Zayn. Dan, tidak akan pernah ada untuk selama-lamanya.

Ruby bosan. Ia kira mendapatkan hati Zayn akan sesulit menemukan jawaban dari soal Matematika level tinggi. Ternyata Zayn terlalu mudah untuk ditaklukan. Ah, bukannya Ruby termasuk seorang gadis yang sering mempermainkan perasaan orang lain atau bagaimana, tapi, hubungan mereka juga benar-benar datar. Makan, jalan, mengobrol, telponan, nonton bioskop, itu-itu saja tiap minggunya.

Belum lagi tiap Ruby mencari-cari alasan yang dapat mematahkan sosok 'sempurna' Zayn, ia malah kelimpungan sendiri karena justru menemukan alasan lain agar tetap mengikat Zayn kuat-kuat di sampingnya. Zayn selalu memberikan 1001 alasan bagi Ruby untuk terus menyukainya, tapi tidak pernah sekalipun memberikan alasan supaya Ruby mencegah keinginannya untuk mengakhiri hubungan mereka.

"Z, bagaimana kabar Grace?" tanya Ruby menyebut salah satu mantan Zayn yang hampir bertunangan dengannya, namun gagal karena ada isu orang ketiga di antara mereka.

Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Ruby?

Grace merupakan teman sekelasnya di sekolah dulu. Ruby pun mengenal Zayn karena dikenalkan olehnya. Ruby dan Grace berteman baik, setidaknya begitulah yang dipikirkan Grace. Ruby tidak pernah sedikitpun menganggap Grace sebagai temannya. Grace selalu menjadi pesaing terberatnya dalam segala bidang. Grace yang cemerlang, Grace yang cantik, Grace yang kaya, Grace yang memiliki kekuasaan di sekolah, Grace yang disukai banyak pria, dan masih banyak lagi.

Ruby membenci Grace Winters karena di middle school dulu, perempuan sialan itu pernah mengerjainya habis-habisan. Sebab ayah Grace berniat menikahi ibu Ruby yang sangat matrealistis dan Grace tidak bisa menerimanya. Singkat cerita, Grace berhasil menggagalkan pernikahan mereka lalu tiba-tiba saja ia mengubah sikapnya terhadap Ruby dan menjadikan Ruby sebagai salah satu teman terdekatnya. (P.S.: Grace bisa disebut-sebut sebagai kloningan Regina George dan Ruby merupakan Cady Heron-nya)

Dan anehnya, Grace merelakan Zayn jatuh ke dalam pelukan Ruby semudah itu. Hubungan mereka memang tidak baik-baik saja, tapi juga tidak bisa dibilang berantakan. Ruby tidak mengerti kenapa. Masa iya, Grace tidak membencinya karena telah merebut pacarnya? Tidak masuk akal, bukan?

Zayn yang tadinya sedang memainkan sedotan di gelas iced tea-nya, langsung mendongak. "Grace Winters?"

"Mm-hmm," Ruby mengangguk enteng. "Aku sudah lama tidak mendengar kabarnya."

"Kenapa kau bertanya tentangnya kepadaku?" tanya Zayn tanpa bisa menutupi rasa kesalnya. Ia mengedikkan bahunya acuh, "Mana kutahu."

Ruby mendecih pelan. Perlu diketahui kalau Ruby sempat menjebak Grace untuk tidur dengan seorang pria lalu dipergoki oleh Zayn dan gadis itu sama sekali tak tahu kalau Rubylah yang menjebaknya. Zayn masih belum bisa memaafkan Grace hingga sekarang sementara Grace sudah bersama pria lain. Begitulah cara Ruby membalaskan dendamnya pada Grace. Menghancurkan hubungannya dengan Zayn kemudian mengencani mantan pacarnya tersebut. Tapi rupanya skenario yang ada di dalam otaknya tidak sama dengan kenyataannya. Ruby malah terjebak dalam permainannya sendiri. Ia benar-benar ingin lepas dari genggaman Zayn.

"Z, tidakkah kau merasa kalau akhir-akhir ini hubungan kita benar-benar flat?" tanya Ruby langsung ke inti permasalahannya.

"Maksudmu?"

"You know what I mean."

"No, I actually don't," kata Zayn dengan tenang, "jelaskan padaku ada apa sebenarnya."

Ruby menatap Zayn lurus-lurus, "Aku bosan."

Hening selama beberapa saat. Zayn seakan sedang mencerna perkataan Ruby. Sampai ia bersuara lagi, "Bosan kenapa?"

"Sebenarnya...," Ruby menarik napas dan mengembuskannya satu-satu, "aku ingin putus."

Yah, mungkin Ruby lelah dengan kesempurnaan Zayn. Bahkan, saat Ruby mengatakan kalau ia tidak mencintai Zayn lagi, laki-laki itu masih bisa tersenyum. Entah karena ia lega Ruby meminta putus duluan atau karena ia memang berhati emas. Ruby menganggap yang kedua saja sebagai jawabannya karena menurutnya, Zayn memang berhati emas dan ia tak sanggup untuk mengimbanginya. Apalagi sudah ada orang lain yang menarik perhatiannya. Partner kerjanya di kantor, that hottie Liam Payne.

Zayn mengerjapkan matanya sambil tertawa sumbang. "Ah, sebegitu membosankannyakah diriku? Sampai-sampai dua orang wanita pergi dari hidupku berturut-turut?"

Ruby mengerutkan dahinya. "Ini bukan salahmu."

Zayn mendesah. "Then what can I do now? Aku tidak bisa menahanmu, bukan?"

Ruby menunduk karena merasa bersalah. Zayn terlalu baik...

"Tapi, aku masih bisa menghubungimu lagi, kan?"

Ruby terdiam dan berkata, "Untuk apa?"

"Bukankah kita masih berteman?"

Kenapa Zayn masih mau menemuinya? Ruby baru saja menghancurkan hatinya, tapi Zayn tidak masalah dengan hal itu?

I don't think I can see you again in the future. Tadinya Ruby ingin berkata begitu, tapi kata-kata tersebut  tertahan di bibirnya.

"Jadi, kita sudah putus sekarang?" tanya Ruby memastikan.

"Ya, kita sudah putus," timpal Zayn dengan tegas.

Ruby tersenyum puas. Semudah inikah meminta putus dari Zayn? Kalau begitu kenapa ia uring-uringan sejak dulu karena bingung jalan apakah yang terbaik agar ia bisa putus dari pacarnya, ups, maksudnya, mantan pacarnya tersebut. Bahkan, Ruby masih bisa berteman dengannya.

Zayn berdeham, "Ruby, kau mau tahu sesuatu?"

Ruby mencondongkan tubuhnya. "Apa itu?"

Zayn tersenyum simpul. "Tapi ini rahasia antara kau dan aku saja."

"Oke...?"

"Sejujurnya aku selingkuh darimu selama ini," Zayn menyeringai. "dan namanya Liam Payne."

Word VomitWhere stories live. Discover now