Gadis Pengantar Koran

68 7 2
                                    

"Mau berapa banyak hari ini, Sayangku?" tanya seorang pria berjanggut panjang, sambil menghempaskan seikat koran berisi 50 eksemplar ke lantai. Bunyi akibat hempasan itu, sudah tak terdengar lagi akibat begitu banyak orang berkerumun menunggu giliran pembagian. Beberapa berteriak minta didahulukan, yang lainnya mengobrol atau bahkan berbicara di telepon.

"Satu saja, terima kasih. Tapi tolong jangan sebut aku 'sayangmu'. Tadi sebelum ke sini, aku sudah sarapan. Takutnya semua yang kumakan tadi kembali keluar," jawab seorang gadis berpenampilan seperti laki-laki sambil meletakkan seikat koran tadi di bagian depan sepedanya.

Pria berjanggut tadi tertawa bersama beberapa orang yang mendengar komentar si gadis. "Aku tidak menyebutmu 'sayangmu'. Aku menyebutmu 'sayangku'," ucapnya membela diri.

"Baiklah. Aku pergi sekarang dan biarkan aku muntah di perjalan nanti," ujar si gadis sambil membawa sepedanya keluar dari gudang tua tempatnya mencari uang selama beberapa bulan terakhir ini.

"Jane!"

Seseorang memanggil, membuat Jane menoleh. Dilihatnya, Marry, yang sudah dianggapnya sebagai Kakak, berdiri menunggu di luar gudang.

"Marry! Kemana saja kau? Rossane sangat menghawatirkan dirimu. Aku juga. Kau tidak mengabari kalau kau tidak pulang tadi malam!" sontak Jane mengguncang-guncang bahu gadis itu saking geramnya.

"Hei! Lepasin! Sakit, tahu!"

"Lebih sakit hati kami sepanjang malam menunggumu pulang!"

Marry tersenyum menyeringai. "Iya, maaf. Nanti aku akan membujuk Mommy."

"Katakan, kau bersama G.E sepanjang malam, kan?"

Marry cemberut. "Apa aku tidak boleh jatuh cinta, ya?"

Jane menghela napas. "Jatuh cinta yah boleh aja. Tapi keluarga jangan dilupakan! Aku sih paham sama orang yang sedang kasmaran. Tapi Mommy Rossane? Kau tahu sendiri jantungnya pasti gak kuat lihat anak gadisnya bermalam entah dengan siapa."

"Dengan G.E kok. Gak ada yang lain!"

"Jelasin itu sama si Mommy!"

"Baiklah. Kau akan pulang cepat, Jane?" tanyanya melirik koran yang diambil Jane hanya seikat. Marry tahu Jane boleh mengambil maksimal 3 ikat atau sejumlah 1500 eksemplar dalam sehari.

"Iya. Aku mau mendaftar sekolah nanti."

"Wah, kau keren, Jane!"

"Pastilah!" Jane tertawa. Lalu dia langsung naik ke jok sepedanya.

"Tunggu!" Marry mendekat dan memeluk Jane dengan erat, seperti yang sering dilakukannya selama ini.

Jane hanya tertawa, sebelum akhirnya mengayuh sepeda dan memulai paginya dengan mengantar koran-koran yang dibawanya ke wilayah perumahan yang telah diperuntukkan untuknya.

Setelah hampir satu jam mengelilingi kompleks, Jane baru saja melempar koran terakhirnya ke pekarangan sebuah rumah besar di kompleks perumahan mewah Lexington Place,  ketika terdengar suara klakson mobil yang membuatnya melompat kaget.

Tin! Tin!

Masih dalam kondisi terkejut, gadis itu menoleh ke belakang dan melihat sebuah mobil sedan mengkilat, berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri. Seorang wanita berwajah dingin, berusia sekitar lima puluhan, yang mengenakan stelan pakaian olahraga, turun dari mobil. Disusul oleh seorang pria berwajah simpati, juga memakai stelan olahraga dengan warna yang sama. Mereka tampak sempurna. Dan ke empat mata mereka yang biru bersinar bagaikan berlian, menatap Jane. Membuat gadis itu terpukau, hingga akhirnya membalas melihat dengan seksama pasangan sempurna yang pasti memiliki segala-galanya tersebut. Setelah beberapa saat saling menilai, si wanita tampak menggerakkan mulutnya.

Rekayasa PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang