Mempelai Yang Tidak Bahagia

29 4 0
                                    

Jill Ernest Molloys berjalan mondar-mandir dengan tampang aneh. Sungguh dia tak habis pikir dengan kelakuan sahabatnya, Ester Dunmore. Bisa-bisanya gadis itu membawa orang asing ke rumahnya! Bukan hanya itu. Orang asing itu bahkan sudah sekarat. Hampir mati! Dan kenapa harus ke rumahnya kalau di luar sana rumah sakit ada di mana-mana?

"Dari sekian banyak temanmu, kenapa kau harus memilih aku?"

"Aku benar-benar minta maaf, Jill," ucap Ester meringis. Jelas, sahabatnya itu sangat tak menyukai keputusannya membawa "si Gelandangan" ke rumahnya. Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, siapa pula yang mau dititipin seorang orang asing yang sekarat? Tetapi Ester benar-benar sudah kehabisan akal. Tadi saja, dia sudah hampir pingsan karena mengira pria sekarat itu tewas di ujung sepatunya. Syukurnya tidak. Ternyata hanya pingsan, dan setelahnya, dia bingung harus bagaimana. Tidak setiap hari dia menghadapi kejadian seperti itu, meskipun dia seorang reporter TV. Bahkan bisa dibilang tidak pernah. Jadi harus ada penjelasan lebih lanjut untuk gadis di hadapannya, yang sudah hampir dua puluh menit berjalan mondar-mandir sambil memelototinya dengan penuh curiga. Lagi pula, dia tidak mau tertahan lebih lama lagi di rumah itu. "Tadi aku sangat panik, bingung harus bagaimana. Aku juga takut sekali, Jill. Takut dia mati dan aku yang dituduh membunuhnya."

"Hei! Kau ini seorang wartawan atau anak SMU yang masih labil, huh?" Jill masih saja melotot hingga urat matanya terasa sakit.

"Iya, maaf. Aku kan sudah bilang tadi aku kebingungan. Pikiranku kosong, Jill. Terus tahu-tahu aku sudah menuju ke rumahmu." Ester melirik ke kamar tidur Jill. "Tapi dia masih hidup, kan?"

Jill langsung mendorong Ester ke dapur, dengan tujuan pembicaraan mereka tidak terdengar oleh siapa pun. "Kau bakal ikut mati kalau dia mati di rumahku!"

"Ampun!" Ester sedikit terpekik.

Jill menghela napas berat. "Sekarang juga kau harus membawanya keluar dari rumahku!"

"Hah? Di mana rasa perikemanusiaanmu, Jill? Apa kau tidak merasa kasihan?"

"Aku kasihan."

"Nah!"

"Tapi bukan aku yang bertanggungjawab atas orang itu. Kau!"

Ester menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Matanya nyalang menatap Jill. "Tak bisakah kau yang mengurusnya?"

"Apa kau bilang?"

"Aku harus mengejar pesawatku, Jill."

"Dan aku tidak mungkin melakukannya!"

"Tapi kenapa ...," Ester tak meneruskan bantahannya. Tiba-tiba dia tersadar sedang berhadapan dengan siapa. Jill Ernest Molloys, bukan hanya sahabat dekatnya, tetapi gadis itu adalah seorang artis yang sedang bersembunyi. "Ya ampun ... aku benar-benar lupa. Bagaimana ini, Jill?"

Jill terduduk lemas di kursi makan. "Aku hanya tak habis pikir kenapa kau harus membawanya kemari, seolah penderitaanku masih kurang banyak."

Ester meringis. "I really sorry, Jill."

"Orang itu terluka dan kau ingin aku yang membawanya ke rumah sakit?"

"Ah tidak! Kau akan dikerubuti wartawan dan diserang para haters."

"Aku senang kau mengerti."

"Tapi ... aku ... aku harus segera ke bandara, Jill."

"Sial! Apa kau tak punya alasan lain?" Jill kembali berdiri dan bertolak pinggang.

"Oh, bukan. Maksudku, kau bisa menghubungi James. Iya, kan?"

"Aku tidak mau!"

"Oh, please, Jill. Please!" Ester melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya. "Ya, ampun! Waktuku tinggal satu jam lagi untuk ke bandara. Aku benar-benar minta maaf, Jill. Tapi aku harus pergi sekarang juga!"

Rekayasa PernikahanWhere stories live. Discover now