Prolog

107 14 2
                                    

"Yang pergi dan takkan pernah kembali"

Apa sih yang diketahui seorang anak kecil yang baru berusia tujuh tahun tentang kematian? Sejauh apa dia mampu mencerna perihal nyawa yang pergi meninggalkan raga dan tak mungkin akan kembali lagi? Pahamkah dia bahwa memang sudah seperti itu garis takdir seseorang, bahwa Tuhan telah menentukan sampai kapan, sampai berapa lama akan hidup di dunia? Lalu usia berapa harus kembali ke penciptanya? Pada saat apa dan di mana?

Sungguh, Jane tak memahami semua itu. Di atas dunia ini, harta paling berharga yang dimilikinya hanyalah Ayah dan Ibumya. Meski pun ayahnya jarang berada di rumah, bukan berarti kebahagiaannya menjadi berkurang. Bersama Ibunya, Jane selalu menunggu sang Ayah datang, meski tidak jelas kapan waktunya. Jane menyimpan semua cerita teman-temanya, bahwa ayah mereka pulang ke rumah setiap sore. Ada juga yang mengatakan ayahnya hanya berada di rumah setiap hari sabtu dan minggu. Itu semua tidak lantas membuat Jane merasa dirinya berbeda.

"Dad kerja di tempat yang sangat jauh, ya, Mom?"

Lumayan sering Jane bertanya hal yang sama seperti itu, jika rasa rindu mulai memenuhi rongga kepalanya yang kecil itu. Biasanya, pertanyaan itu datang setelah dia bermain di luar dan melihat Ayah dari salah satu temannya pulang kerja dan mereka sekeluarga langsung pergi jalan-jalan entah ke mana. Mungkin ke taman hiburan atau ke bioskop ... ah, sebagai gadis kecil biasa, Jane juga ingin melakukan hal yang sama. Jalan-jalan bersama Ayah dan Ibunya. Seperti dulu. Saat Ayahnya masih sering datang dan kehadirannya benar-benar memberi sinari ke dalam rumah mereka dengan kebahagiaan, dengan obrolan yang menarik dan lucu, dengan gelak dan tawanya yang begitu enak didengar. Yang kini entah mengapa sudah hampir tak pernah lagi terjadi.

Jane melihat ibunya hanya mengangguk kecil, memandangnya sejenak sambil tersenyum tipis, lalu melanjutkan pekerjaannya menjahit titipan baju atau seprai dan tirai jendela milik para tetangga yang robek. Tampaknya, hanya itu yang dapat dilakukannya sepanjang hari untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Meski pendapatan dari menjahit tidak begitu besar, tetapi Monica melakukannya dengan perasaan riang, seakan memperlihatkan kepada Jane bahwa hidup jangan dibuat susah. Meski miskin, hidup jangan ditangisi.

"Di mana, Mom? Di luar negeri, ya?"

Monica agak gelagapan mendengar pertanyaan dari suara lantang putrinya. Dia kembali menghentikan pekerjaannya. Sedikit tercenung, dia yakin Jane mendapat informasi tak jelas itu dari Rossane, yang tinggal di sebelah apartemen mereka. Dan Monica paham mengapa wanita yang sudah menjadi sahabatnya selama setahun belakangan itu mengatakan pada Jane kalau ayahnya bekerja di luar negeri. Tetapi melihat putri kecilnya yang sedang dalam tahap nanya bertanya, jawaban Rassane jelas membuat keinginan tahu dan rasa penasaran gadis kecilnya semakin beranak pinak banyaknya.

"Kapan Dad akan pulang, Mom?"

"Mom, Dad akan pulang dan kita akan berkumpul kembali, kan?"

"Mom, ayo kita ke luar negeri untuk menjumpai Dad."

"Aku ingin cepat besar, biar bisa bekerja. Lalu gajiku akan kutabung untuk ke luar negeri menjumpai Dad."

Begitu banyak celoteh Jane belakangan ini, dan semuanya mengungkapkan betapa gadis kecil itu sangat merindukan ayahnya. Setiap hari, semakin lama, Jane semakin sering bertanya tentang ayahnya. Semakin sering membuat beragam rencana untuk bertemu atau apa bila ayahnya datang.

"Dad pasti akan pulang dan menemui kita, Jane. Bersabarlah sampai saatnya datang, ya? Saat ini, sangat banyak yang harus dikerjakan Dad di kantor. Makanya jarang pulang. Tapi percayalah, Dad pasti pulang."

Sebenarnya Monica tak ingin membohongi anaknya. Tetapi Jane butuh jawaban. Dan karena dia sendiri tidak mempunyai jawaban pasti, Monica terpaksa mengatakan apa yang ingin didengar oleh anaknya saja. Jane masih terlalu kecil untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan sebelum dirinya lahir ke dunia ini. Lagi pula, bukan hanya Jane, bahkan Monica setiap hari, setiap menarik napas selalu diiringi doa agar suaminya segera kembali.

Rekayasa PernikahanWhere stories live. Discover now