PART 48

40.8K 3.2K 311
                                    

"Adara mana, Ma?" Tanya Vanya yang kesekian kalinya.

"Mama gak tahu, Vanya. Kalau gak ada di rumah berarti di apartemen."

"Mama pasti tahu tentang pacar Adara kan?" Ucap Vanya menginterogasi. "Mama juga tahu tentang pacar Acel kan?"

Kamar yang tadinya sunyi mendadak lumayan ramai. Clara menghentikan kegiatannya yang sedang mencari-cari artikel kesehatan di laptop. Kepalanya menoleh menatap Vanya.

Kemarin Charles sempat meminta izin mau membawa Vanya dan Elen menemui Gavin. Tanpa berpikir panjang, Clara mengizinkan. Toh juga kasihan Elen kalau jauh dari Gavin. Clara rasa cukup enam tahun itu Elen hidup tanpa seorang ayah. Tapi kenapa pulang dari sana Vanya malah mencari Adara? Nyangkut ke Acel lagi.

"Van, kamu ingat kan kata dokter Meera? Jangan terlalu tersulut emosi. Mama rasa kamu lagi marah, ya, sama Adara?"

"Kenapa, Vanya?" Charles keluar dari walk in closet.

Vanya menggeleng, dia malas menceritakannya. Tak lama, Vanya ingat Mamanya sempat ngajak kita semua makan siang bersama.

"Lunch-nya bisa hari ini aja gak?" Ucap Vanya tiba-tiba.

"Kenapa? Bukannya kita semua udah sepakat lusa?" Clara mengernyitkan kening.

"Aku mau bicara sama Adara, kalo bisa juga sama Acel."

Clara menggelengkan kepala kecil. Dia merasa ada yang tidak beres beneran ini.

Oke, apakah sekarang Vanya bisa diajak bicara serius? Kalau bisa jadwal makan siang mau Clara majukan hari ini. Mumpung weekend juga, pasti Adara sama Acel senggang. Pacar mereka kan lagi diasingkan.

"Kalau jadwal makan siang Mama majukan hari ini. Apa kamu bisa janji ke Mama buat nggak terlalu kepikiran lagi? Mama cuma takut kamu sakit."

"Aku nggak sakit, Ma. Kalian aja yang terlalu takut sampai-sampai manggil dokter ke rumah," Jawab Vanya tetap pada pendiriannya kalau dia tidak sakit.

"Ya, Mama percaya," Pandangannya beralih menatap Charles seperti sedang meminta izin. Charles pun mengangguk tegas. Dia percaya Vanya sudah lebih baik karena seminggu kemarin rutin terapi.

Waktu itu, Vanya masih suka kepikiran, kan, karena terapinya bolong-bolong. Charles dan Clara juga gak bisa memaksa Vanya terapi kalau bukan atas kemauan perempuan itu sendiri.

"Nanti Mama tanyain ke Adara sama Acel dulu. Siapa tahu kan mereka sibuk."

"Aku aja yang tanya ke mereka."

"Tanya lewat apa? Kamu bahkan gak punya hp buat--" Kalimat Clara terpotong saat Vanya mengeluarkan sebuah benda pipih dari kantong celana pendeknya. "Kamu dapet dari siapa??"

Sungguh Clara baru tahu kalau Vanya punya hp. Bagaimana tidak? Hp lama Vanya masih berada di brankas pribadi Clara. Yang tahu password-nya juga cuma Clara.

"Papa yang kasih," Celetuk Vanya tanpa beban. Perempuan itu lalu keluar dari kamar orang tuanya untuk menelfon Adara sekaligus Acel.

Ketika pintu kamar kembali tertutup, Clara menatap Charles dengan penuh tanda tanya. Sejak kapan dan kenapa tidak ada perbincangan terlebih dulu? Namanya suami-istri, rumah tangga, tentang anak pasti semua harus diperbincangkan oleh keduanya kan? Bukan cuma suami aja kan?

"B-bukan aku!" Charles mengangkat kedua tangan seperti tersangka. "Gavin yang beli diam-diam."

"Gavin beli diam-diam?" Gumam Clara mengulangi kalimat suaminya.

"Cla, kamu sempat gak suka sama Gavin. Mempertemukan Gavin sama Vanya aja kayaknya jijik, najis gitu. Dan kamu lupa kalau diantara mereka ada anak kecil yang butuh kasih sayang keduanya. Makannya, demi Elen, diam-diam Gavin beliin hp buat Vanya biar Vanya sama Elen bisa komunikasi."

HER LIFE (OTW TERBIT)Where stories live. Discover now